Judul | MUTU PENDIDIKAN. Peningkatan Skor PISA: Program yang Luput di Kampanye Capres |
Tanggal | 04 Desember 2023 |
Surat Kabar | Kompas |
Halaman | - |
Kata Kunci | PISA |
AKD |
- Komisi X |
Isi Artikel | Isu peningkatan skor PISA dalam kampanye capres merupakan salah satu isu yang sangat penting dan krusial untuk diangkat. Oleh:
WAODE NURMUHAEMIN
Tiga pasangan capres-cawapres mengangkat banyak isu pendidikan yang dijanjikan jika terpilih nanti di 2024. Ada yang menjanjikan wajib belajar sampai 18 tahun, ada lagi yang menjanjikan makanan gratis untuk siswa, dan bahkan ada yang menjanjikan gaji guru naik hingga menjadi Rp 30 juta satu bulan. Tentu saja kita mengapresiasi semua janji-janji tersebut beserta program-program pendidikan lain yang mereka gagas. Namun, ada satu hal yang sangat menarik untuk dicermati. Dari tiga pasangan capres-cawapres tersebut, belum ada yang secara tegas dan to the point menggaransi akan menaikkan skor PISA Indonesia yang sudah 23 tahun babak belur duduk di peringkat 10 terbawah. Meskipun jika janji-janji program pendidikan mereka tersebut dilaksanakan, mungkin kualitas pendidikan kita akan meningkat, tetapi peringkat PISA sangat menentukan wajah pendidikan menengah kita di dunia internasional. Stigma sistem pendidikan terbaik dan terburuk di dunia di lekatkan pada suatu negara dengan hasil tes ini.
Baca juga: Labirin Pendidikan di Usia 77 Tahun Indonesia Sebagaimana kita ketahui, PISA adalah program penilaian yang diadakan oleh OECD (Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan) setiap tiga tahun. Pelaksanaan terakhir pada 2022 yang hasilnya akan keluar pada Desember 2023. Sudah delapan kali Indonesia mengikuti tes PISA, sejak 2000. Tidak seperti negara lain yang kadang melewatkan tes ini, Indonesia tidak pernah absen mengikuti tes PISA tersebut. Sangat mengagumkan semangat Indonesia untuk mengetahui posisi pendidikannya di dunia internasional. Bahkan India, negara yang baru saja sukses mendaratkan misi di kutub selatan Bulan hanya satu kali mengikuti tes berskala internasional ini, yaitu pada 2009. Tolok ukur utamaTujuan tes PISA adalah mengevaluasi sejauh mana siswa di seluruh dunia memiliki keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk berhasil di masyarakat global. PISA menggunakan metode penilaian yang mencakup berbagai aspek, seperti matematika, membaca, dan sains, serta keterampilan yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari yang diselipkan menjadi pertanyaan suplemen. Selain hasil tes, biasanya keluar laporan OECD yang berisi saran-saran untuk memperbaiki sistem pendidikan. PISA juga merupakan salah satu tolok ukur utama dalam mengevaluasi mutu pendidikan di seluruh dunia. Skor PISA yang tinggi menunjukkan bahwa suatu negara memiliki sistem pendidikan yang kompetitif secara global. Sehingga, di sinilah sangat disayangkan tidak satu pun isu horornya peringkat PISA kita muncul dalam kampanye program pendidikan (capres) kita. Isu krusial yang menghantui nama besar pendidikan Indonesia di dunia internasional seolah tenggelam dan luput dari perhatian.
Mengapa skor PISA penting? Skor PISA memiliki implikasi yang kuat terhadap mutu pendidikan suatu negara. Negara dengan skor PISA yang tinggi cenderung memiliki sistem pendidikan yang efektif dan berdaya saing. Selain itu, skor PISA yang baik juga dapat membantu meningkatkan daya saing ekonomi negara tersebut. Jika generasi muda memiliki keterampilan yang diperlukan untuk bersaing di pasar global, negara tersebut dapat lebih mudah menarik investasi asing dan mengembangkan inovasi. Isu peningkatan skor PISA dalam kampanye capres merupakan salah satu isu yang sangat penting dan krusial untuk diangkat serta seharusnya tidak boleh dilewatkan dan dikomunikasikan calon pemimpin negara. Terabaikannya isu ini bisa memiliki dampak yang signifikan pada mutu pendidikan nasional. Ketika PISA diabaikan, kita kehilangan pemahaman yang komprehensif tentang sejauh mana sistem pendidikan kita dapat bersaing di tingkat internasional. Terlebih saat ini, Indonesia tengah berjuang untuk menjadi negara anggota OECD, maka isu peningkatan skor PISA adalah isu seksi yang akan jadi pemantik dan harapan semua insan pendidikan akan perbaikan peringkat kita. Kita bisa saja berasumsi, jangan-jangan keinginan kita masuk anggota OECD bisa terjegal karena peringkat PISA kita. Jika kita melihat negara-negara OECD, itu adalah negara-negara yang peringkatnya stabil di atas. Tidak ada satu pun negara OECD yang ranking PISA-nya di peringkat ke-10 terbawah selama bertahun-tahun. Kita semua sudah bosan setiap kali hasil tes PISA keluar, setiap kali itu pula peringkat kita di 10 terbawah bersama negara-negara medioker lainnya. Setiap kali hasil tes PISA keluar, negara ini akan geger, saling lempar kesalahan pun terjadi di media-media. Para pemangku kepentingan pendidikan menjadi bulan-bulanan akibat hancurnya rangking PISA kita. Negara yang memperoleh peringkat yang tinggi akan dipuja dan dipuji sebagai negara jenius dengan sistem pendidikan terbaik. Tidak heran, Singapura, China, Finlandia, dan banyak negara maju lainnya mati-matian berlomba-lomba mempertahankan ranking 10 teratas skor PISA. Peningkatan skor PISA merupakan isu yang akan sangat menjual jika menjadi salah satu program prioritas pendidikan dalam kampanye capres. Janji lompatan skor akan menggairahkan wajah pendidikan di negeri ini. Minimal untuk langkah awal, para capres bisa menjanjikan bahwa lima tahun yang akan datang, kalau mereka terpilih, negara kita bisa merangkak keluar dari peringkat 10 terbawah. Hal ini sudah cukup membuat nama Indonesia keluar dari zona merah puluhan tahun. Baca juga: Menanti Sinyal Baik di Dunia Pendidikan Tentu saja ada banyak upaya yang bisa dilakukan. Target keluar dari rangking 10 terbawah cukup realistis dibandingkan hanya target umum menaikkan skor PISA dari tahun ke tahun tanpa ada milestone yang harus dicapai. Program ini juga akan membawa manfaat langsung bagi siswa dan sistem pendidikan. Siswa akan menerima pendidikan yang lebih berkualitas dan akan memiliki keterampilan yang lebih baik untuk menghadapi tantangan global. Selain itu, negara juga akan meningkatkan daya saingnya di tingkat internasional. Bagi capres, isu rendahnya ranking PISA dari tahun ke tahun merupakan momentum yang sangat baik yang bisa dimanfaatkan untuk menarik simpati insan pendidikan dengan memberikan harapan terhadap peningkatan skor PISA. Karena, janji kampanye akan selalu diingat dan diungkit sehingga pasti akan diwujudkan dengan maksimal. Indonesia butuh kepastian peningkatan skor PISA, sudah saatnya rangking kita naik lima tahun ke depan. Minimal, negara kita bukan lagi medioker yang terus berkubang di peringkat 10 terbawah. Adakah capres yang berani menggaransi hal ini? Kita berharap dan menantikan. Waode Nurmuhaemin, Doktor Manajemen Pendidikan dan Kolumnis Editor: YOVITA ARIKA
|
Kembali ke sebelumnya |