Judul | APARAT PENEGAK HUKUM : Pungli di Rutan KPK, Bentuk Kegagalan KPK Awasi Sektor Kerja Rawan Korupsi |
Tanggal | 14 Januari 2024 |
Surat Kabar | Kompas |
Halaman | - |
Kata Kunci | |
AKD |
- Komisi III |
Isi Artikel | JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi dinilai gagal mengawasi sektor-sektor kerjanya yang rawan tindak pidana korupsi, yaitu rumah tahanan. Indonesia Corruption Watch atau ICW menilai rutan adalah tempat yang sangat rawan korupsi karena para tahanan dapat berinteraksi langsung dengan pegawai KPK. Untuk itu, KPK diharapkan mereformasi total pengawasan internalnya. ”Tindakan jual-beli fasilitas yang disinyalir terjadi di rutan KPK bukan modus baru dan kerap terjadi di rutan ataupun lembaga pemasyarakatan lain. Dari sana, semestinya sistem pengawasan sudah dibangun untuk memitigasi praktik-praktik korup,” ujar peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, saat dikonfirmasi, Minggu (14/1/2024). Kurnia berpandangan, melihat praktik pungutan liar di rutan bukanlah modus baru. Seharusnya KPK memiliki sistem pengawasan internal untuk memitigasi praktik-praktik korup tersebut. Namun, sayangnya, hal itu belum terjadi. Berdasarkan data dari Dewas KPK, setidaknya Rp 4 miliar pungli di rutan berhasil diraup oleh puluhan pegawai hanya dalam kurun waktu tiga bulan, yaitu Desember 2021 hingga Maret 2022.
Ironisnya, ucap Kurnia, kasus itu justru terbongkar dari pengusutan dugaan pelanggaran kode etik terkait perbuatan asusila petugas KPK dengan istri seorang tahanan. Dewas menemukan indikasi adanya pungli yang marak terjadi di rutan KPK. Modus pungli pun terbilang profesional karena aliran dana tidak secara langsung mengalir ke rekening pelaku, tetapi menggunakan pihak lain. Penelusuran kemudian menemui titik terang setelah KPK mendapatkan laporan dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). ”Dewas harus segera memulai proses persidangan terhadap 93 pegawai KPK yang diduga melanggar kode etik karena melakukan korupsi di rutan KPK. Dewas harus mengembangkan peristiwa ini untuk menemukan apakah ada oknum KPK lain yang terlibat korupsi tersebut,” kata Kurnia.
KOMPAS/ZULAKRNAINI Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana. Kurnia pun mengkritik pengusutan praktik pungli yang terjadi di rutan KPK yang sangat lambat. Dewas KPK diketahui sudah melaporkan kepada pimpinan KPK sejak Mei 2023. Namun, hingga saat ini, prosesnya mandek di tingkat penyelidikan. Adapun untuk proses dugaan pelanggaran kode etik pun sudah sudah lebih dari enam bulan baru akan masuk ke proses sidang pemeriksaan.
”Kami mendorong agar Dewas KPK membuka proses persidangan etik tersebut dan menjatuhkan sanksi berat pemberhentian dengan tidak hormat terhadap 93 terduga pelaku tersebut,” kata Kurnia. Sebelumnya diberitakan, Dewas KPK segera menyidangkan 93 pegawai KPK terkait dengan pungutan liar di rutan KPK. Anggota Dewas KPK, Albertina Ho, mengatakan, Dewas akan membagi beberapa kelompok dalam menyidangkan 93 pegawai tersebut. Mereka diduga menerima pungli yang jumlahnya lebih dari Rp 4 miliar dan menyalahgunakan wewenang (Kompas.id, 12/1/2024). KOMPAS Komisi Pemberantasan Korupsi menahan Hakim Agung Sudrajad Dimyati selama 20 hari terhitung 23 September hingga 12 Oktober 2022 di Rutan KPK, Kavling C1. Terus berjalanSecara terpisah, Kepala Bagian Pemberitaan Ali Fikri, saat konferensi pers di Gedung Merah Putih, Jumat (12/1/2024), mengatakan, pengusutan kasus dugaan pungli di rutan butuh waktu karena kejadiannya tidak hanya pada tahun 2020-2023. Namun, kasus tersebut terindikasi sudah sejak 2018. KPK berkomitmen menjaga marwah lembaga. Oleh karena itu, KPK juga bertekad untuk menuntaskan kasus tersebut. Untuk kasus etiknya memang akan segera diperiksa oleh Dewas KPK. Adapun terkait dengan kasus pidananya, saat ini masih dalam proses penyelidikan.
”Kemarin sudah disampaikan ada 190 orang yang sudah diperiksa dalam proses lidik dan bahkan kami sudah menerima beberapa pengembalian uang sampai Rp 270 juta lebih. Ini yang membedakan KPK dengan lembaga lain, secara paralel kasus etik, disiplin, dan pidananya ditangani,” ujar Ali. Ia menegaskan, secara paralel, Dewas KPK akan menangani perkara etik tersebut. Namun, kasus itu akan terus berjalan proses penyelidikannya. Menurut dia, dari 93 pegawai yang akan diperiksa oleh Dewas, belum tentu semuanya terlibat atau turut menerima bagian. Mereka bisa dikenai sanksi etik, tetapi tidak dipidana karena belum tentu terlibat langsung. Namun, mereka yang terlibat tindak pidana, mereka tentu akan terkena pasal pelanggaran etik. FOTO-FOTO: KOMPAS/LASTI KURNIA Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meresmikan operasionalisasi rumah tahanan negara kelas 1 Jakarta Timur cabang Rutan KPK, yang terletak di belakang Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Jumat (6/10). Rutan Cabang KPK ini luasnya mencapai 839,4 meter persegi, terdiri atas dua lantai, yakni lantai dasar dan mezzanine, berkapasitas 37 orang, terdiri dari blok pria dan wanita, dengan fasilitas area tunggu tamu tahanan, ruang kunjungan keluarga tahanan, tempat registasi, penitipan barang, hingga ruang olahraga.
Sementara itu, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menambahkan, proses penegakan etik dan pidana yang dilakukan oleh KPK adalah cara KPK untuk memastikan bahwa korupsi tidak menjalar ke KPK. Bahwa ada 93 pegawai yang terlibat dugaan pungli di rutan KPK, hal itu akan ditindaklanjuti secara kelembagaan. Kasus itu akan menjadi perbaikan sistem terhadap sumber daya manusia di internal KPK. Selain itu, juga terhadap relasi KPK dengan rutan yang berada di luar kewenangan KPK yang akan dievaluasi. Baca juga: Integritas KPK Mengeropos ”Karena ini kejadiannya di awal tahun 2018. Tentu, merunut kejadian empat tahun lalu bukan hanya soal tidak ada buktinya, tidak ada tersangkanya, bahkan tersangkanya sudah tersebar. Kejadian tahun 2018 kami tarik mundur sementara orang-orangnya ada yang masih di KPK dan ada yang kemudian tersebar. Ini yang mengakibatkan prosesnya ingin kami lengkapi, untuk memastikan adil sesuai peran masing-masing agar berjalan secara hati-hati,” kata Ghufron. Editor:
SUHARTONO
|
Kembali ke sebelumnya |