Selamat datang di website E-PAPER PERPUSTAKAAN DPRRI.

Koleksi Perpustakaan DPR RI

Judul ”Gula-gula” untuk ASN di Tahun Politik
Tanggal 16 Januari 2024
Surat Kabar Kompas
Halaman -
Kata Kunci Birokrasi,Aparatur Sipil Negara
AKD - Komisi II
Isi Artikel

Kenaikan gaji ASN di 2024, di tengah berlangsungnya kampanye Pemilu 2024, menuai dugaan adanya politisasi birokrasi.

Kabar gembira muncul untuk para aparatur sipil negara dan anggota TNI/Polri di tahun 2024 ini. Pemerintah menaikkan gaji mereka. Tak hanya itu, pemerintah merekrut anak-anak muda lulusan perguruan tinggi untuk menjadi aparatur sipil negara atau ASN.

Kabar manis ini muncul setelah gaji ASN tak naik-naik sejak 2019. Di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, ASN menikmati kenaikan gaji pada 2015 dengan kenaikan 6 persen, pada 2019 dengan kenaikan 5 persen, dan tahun 2024 ini.

Kenaikan gaji ASN itu, seperti dikutip dari Kompas.com, dipastikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Menurut Sri Mulyani, gaji pegawai negeri sipil (PNS), TNI, Polri, dan pensiunan ASN akan mengalami kenaikan mulai Januari 2024. Sebelumnya, pada September 2023, Komisi XI DPR menyetujui kenaikan gaji ASN dari beberapa kementerian dan lembaga sebesar 8 persen di tahun anggaran 2024 (Kompas.id, 14/9/2023).

Baca juga: DPR Setujui Kenaikan Gaji Aparatur Sipil Negara

Dugaan politisasi birokrasi

Melihat kenaikan yang umumnya terjadi di tahun pemilu, tak heran jika muncul anggapan gaji ASN menjadi komoditas politik. Demikian pula rekrutmen ASN dari lulusan baru (fresh graduate) yang mencapai 2,3 juta formasi seakan-akan memberi angin segar kepada anak-anak muda setelah beberapa tahun tak dilakukan.

Baca juga: Presiden Jokowi Umumkan Rekrutmen CASN ”Fresh Graduate” Skala Besar

Guru Besar Institut Pemerintahan Dalam Negeri Djohermansyah Djohan dengan spontan menyebut kedua kebijakan itu sebagai politisasi birokrasi. ”Presiden yang politisi, memakai momen pilpres dan pileg, untuk mengiming-imingi milenial menjadi ASN dan membujuk ASN dengan menaikkan gaji pada tahun pemilu,” tuturnya kepada Kompas, Selasa (16/1/2024).

Guru Besar IPDN Djohermansyah Djohan

KOMPAS/NINA SUSILO

Guru Besar IPDN Djohermansyah Djohan

Djohermansyah yang juga pernah menjabat Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri ini menjelaskan, rekrutmen fresh graduate semestinya dilakukan sesuai kebutuhan organisasi. Kenaikan gaji pun seharusnya dilakukan secara terencana setiap tahun. Dengan demikian, daya beli ASN stabil dan sesuai dengan inflasi yang terjadi seperti yang diterapkan pada upah minimum regional yang diperbarui setiap tahun.

Djohermansyah menilai ASN sangat cerdas dan memahami kebijakan di birokrasi yang semestinya. ”Suara yang saya dengar, ASN mau memilih capres yang mau menaikkan gaji setiap tahun dan memberikan bonus di akhir tahun sesuai income negara. Seperti di dunia korporasi atau ASN di Singapura,” tambahnya.

Kebijakan seperti kenaikan belanja pegawai 2024 dan rekrutmen calon ASN secara besar-besaran lebih berkaitan dengan faktor kebijakan yang populis di tahun pemilu. (Bhima Yudhistira)

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira juga menilai, kebijakan seperti kenaikan belanja pegawai 2024 dan rekrutmen calon ASN secara besar-besaran lebih berkaitan dengan faktor kebijakan yang populis di tahun pemilu. Ketika timbul simpati bahwa pemerintah bisa membuka lapangan pekerjaan, suara diharap bisa diraih.

”Kita bedah satu per satu. Pertama, belanja pegawai yang semakin gemuk itu adalah belanja yang sifatnya konsumtif. (Padahal) Yang harusnya didorong di dalam APBN adalah belanja modal. Karena dengan belanja modal akan terjadi dampak berganda pada ekonomi. Sementara kalau belanja yang sifatnya konsumtif itu justru akan menjadi beban bagi APBN,” ujar Bhima.

Kedua, Bhima melanjutkan, ada 400.000 aplikasi pemerintah. Belanja untuk kebutuhan teknologi informasi (TI) atau digitalisasi pemerintahan juga meningkat dalam sembilan tahun terakhir. Peningkatan belanja TI ini berkorelasi negatif terhadap jumlah ASN.

”Semakin tinggi belanja TI harusnya jumlah ASN berkurang karena terjadi otomasi, terjadi efisiensi dalam tatap muka karena sudah menggunakan layanan secara digital, komunikasi digital. (Namun) Yang terjadi jumlah ASN-nya masih besar,” katanya.

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudistira

KOMPAS/ERIKA KURNIA

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudistira

Menurut Bhima, untuk mengganti ASN yang pensiun semestinya bukan dengan merekrut ASN baru secara besar-besaran. Seharusnya penggantian ASN yang pensiun ditempuh dengan bantuan digitalisasi. Digitalisasi ini semestinya dapat menurunkan jumlah rekrutmen calon ASN (CASN).

”Terdengar sangat politis karena kondisi saat ini tingkat pengangguran usia muda di Indonesia tertinggi dibandingkan negara anggota ASEAN, secara persentase. Jadi, di saat anak-anak muda fresh graduate susah mencari lapangan kerja, pemerintah seolah memberi harapan dengan membuka lapangan kerja pemerintahan,” tutur Bhima.

Padahal, lanjutnya, hal yang seharusnya didorong adalah lapangan kerja yang tercipta karena investasi yang masuk ke Indonesia berkualitas. Selain itu, juga lapangan kerja yang tercipta di sektor usaha mikro, kecil, dan menengah.

Baca juga: Presiden: Kenaikan Gaji Pertimbangkan Kondisi Perekonomian Negara

Semestinya sesuai kebutuhan

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal juga mempertanyakan lompatan luar biasa rekrutmen 2,3 juta CASN tahun 2024 ini. Tahun-tahun sebelumnya, rekrutmen CASN berkisar 500.000 formasi per tahun.

Rekrutmen CASN semestinya dikaitkan dengan kebutuhan, tetapi kali ini malah dilakukan di akhir pemerintahan. ”Kalau dilakukan di akhir masa jabatan, itu justru mengundang tanda tanya. Itu pertama, dari sisi timing,” ujar Faisal.

Dari sisi kebutuhan, pemerintah dinilai perlu menjelaskan tambahan personel diperlukan di area mana saja. Dengan demikian, tidak muncul dugaan rekrutmen bermuatan politis.

Direktur Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal

KOMPAS/KARINA ISNA IRAWAN

Direktur Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal

Politisasi birokrasi menjadi semakin terasa ketika viralnya potongan video yang menunjukkan Sekretaris Daerah Kabupaten Takalar Muhammad Hasbi yang menyebutkan janji Presiden Jokowi mengangkat jutaan CPNS jika putra Presiden, Gibran Rakabuming Raka, calon wakil presiden nomor urut 2, menang dalam pemilu. ”Yang belum terangkat, tunggu pengangkatan CPNS. Pak Jokowi sudah janjikan, kalau anaknya menang, insya Allah akan dilanjutkan program pengangkatan CPNS jutaan,” tutur Hasbi dalam video tersebut dengan latar spanduk bertulisan Rembuk Guru.

Kendati kemudian Hasbi memberikan klarifikasi bahwa dia tidak mengajak memilih calon ataupun menyampaikan visi-misi kandidat pilpres. Dia mengaku hanya menyampaikan komitmen Presiden mengangkat jutaan CPNS di masa mendatang.

”Di situlah saya kutip pernyataan Bapak Presiden Jokowi yang berkomitmen mengangkat jutaan CPNS di masa mendatang. Tidak ada ajakan memilih calon ataupun menyampaikan visi-misi paslon (pasangan calon presiden-cawapres). Yang saya sampaikan adalah program Presiden,” tuturnya seperti dikutip kompas.com.

Kebijakan pemerintah terkait rekrutmen besar-besaran CASN telah disampaikan secara terbuka dan transparan oleh Presiden kepada publik.

Hal ini pun segera dibantah Koordinator Staf Khusus Presiden Anak Agung Gde Ngurah Ari Dwipayana. ”Tidak betul ada janji-janji dari Presiden kepada kepala daerah apalagi mengaitkan proses rekrutmen CPNS/CASN dengan pemenangan paslon tertentu pada pemilu 2024, tuturnya.

Kebijakan pemerintah terkait rekrutmen besar-besaran CASN telah disampaikan secara terbuka dan transparan oleh Presiden kepada publik. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi juga telah merancangnya sejak lama sebagai bagian dari kebijakan reformasi birokrasi untuk peningkatan pelayanan kepada masyarakat.

Presiden Jokowi saat mengumumkan formasi 2,3 juta CPNS pada 5 Januari lalu menyebut pemerintah juga memberi kesempatan bagi lulusan baru atau fresh graduate sebanyak 690.000 orang. Jumlah ini terdiri atas 207.000 untuk menjadi ASN di instansi pusat dan 483.000 di instansi derah.

Pemerintah, menurut Presiden, membutuhkan para pembelajar muda yang terampil dari berbagai disiplin ilmu untuk mendukung pelayanan publik berbasis digital, efisiensi birokrasi, dan mendorong peningkatan kinerja, serta akuntabilitas pemerintah.

https://cdn-assetd.kompas.id/ddVRrw5y7rkI9HlL1hRNIjXVn2s=/1024x1918/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2024%2F01%2F14%2F7d8ad277-887c-4ccd-83d7-c79fa0dbe41f_png.png

Tiap kali melakukan kunjungan kerja ke daerah, lanjut Ari, Presiden Jokowi tidak pernah berbicara secara tertutup terkait rekrutmen CASN. Kunjungan kerja Presien selalu berlangsung terbuka, baik ketika penyerahan bansos (bantuan sosial), penyerahan sertifikat maupun pertemuan-pertemuan dengan pejabat daerah.

Baca juga: Presiden Jokowi Umumkan Rekrutmen CASN Besar-besaran

Terkait makin banyaknya tudingan yang mengkaitkan kebijakan Presiden Jokowi, termasuk rekrutmen CASN, bansos, dan dana desa, demi memenangkan pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Ari menegaskan bahwa Presiden bekerja berdasarkan koridor undang-undang. Selain itu, Presiden juga memegang konsep netralitas ASN serta TNI/Polri.

Ketika menemukan pelanggaran, masyarakat diimbau mengadu kepada badan penyelenggara pemilu sehingga seluruh pelanggaran bisa diproses. ”Jadi tidak semacam narasi saja, tetapi harus ada sesuatu yang dikerjakan dalam konteks pengaduan kepada lembaga-lembaga itu sehingga ini tidak jadi komoditas ya, menjadi sesuatu yang disebut berulang-ulang,” ucap Ari.

Namun, kebijakan yang terkesan seperti gula-gula dan berulang tentu membuat prasangka terus muncul.

  Kembali ke sebelumnya