Judul | Lebih Dekat dengan Pemantau Pemilu |
Tanggal | 24 Januari 2024 |
Surat Kabar | Kompas |
Halaman | - |
Kata Kunci | Pemilihan Umum |
AKD |
- Komisi II |
Isi Artikel | pa saja tugas pemantau pemilu? Apa manfaat menjadi pemantau pemilu dan bagaimana cara menjadi pemantau pemilu? Hari-hari mendekati pemungutan suara 14 Februari tak hanya menjadi waktu sibuk bagi peserta ataupun penyelenggara pemilu. Sejumlah lembaga pemantau pemilu juga disibukkan dengan agenda konsolidasi dan pelatihan untuk bekal memantau pelaksanaan Pemilu 2024. Tak terkecuali bagi ribuan anggota Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) yang tersebar di 34 provinsi di Indonesia. Sejak November 2023, KIPP membuka perekrutann sukarelawan pemantau pemilu. Sebagian daerah, seperti di Gorontalo, Sulawesi Tenggara, dan Sumatera Barat bahkan telah memberikan pelatihan pemantauan pemilu. ”Pendaftaran sukarelawan pemantau pemilu di KIPP masih dibuka hingga H-7 pemungutan suara sehingga masih cukup waktu untuk memberikan pelatihan sebelum terjun ke lapangan,” kata Sekretaris Jenderal KIPP Kaka Suminta, Rabu (24/1/2024).
Selain pemilih, Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), pengawas tempat pemungutan suara (TPS), dan saksi, salah satu aktor lain yang dapat berada saat pemungutan suara adalah pemantau pemilu. Kehadiran mereka di TPS untuk memantau pelaksanaan tahapan penyelenggaraan pemilu. AYU OCTAVI ANJANI Sekretaris Jenderal Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Kaka Suminta pada konferensi pers di Gedung Bawaslu, Jumat (14/4/2023). Kaka menuturkan, kerja-kerja pengawas pemilu tak hanya saat pemungutan suara di TPS. Para pemantau pemilu mulai mengawasi proses pemilu sejak tahapan pemilu dimulai pada 14 Juni 2022. Pemantau memastikan penyelenggara pemilu melaksanakan semua tahapan dan jadwal sesuai dengan yang ditetapkan. Sementara saat pemungutan suara, pemantau mengawasi pelaksanaan pemungutan suara sejak TPS dibuka hingga ditutup. Pemantauan dilakukan, antara lain, terkait prosedur pemungutan suara, hasil rekapitulasi suara, termasuk mencatat temuan dugaan kecurangan, seperti politik uang dan intimidasi kepada pemilih. Sebelum terjun ke lapangan, pemantau pemilu harus mengikuti pelatihan pemantauan pemilu. KIPP memberikan pelatihan secara daring maupun luring terkait aturan dan berbagai pemahaman mengenai pemilu. Dengan demikian, pemantau memiliki pengetahuan yang cukup untuk mengawasi pemungutan suara apakah dilakukan sesuai prosedur atau tidak. Untuk memudahkan pencatatan, pemantau KIPP memanfaatkan catatan berbasis elektronik, yakni Electoral Monitoring Instrument. Pemantau melihat peristiwa di TPS dan memberikan ceklist terhadap kesesuaian antara peristiwa yang dilihat dan indikator-indikator tertentu yang sudah disiapkan. DOKUMENTASI JPPR Sejumlah anggota Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat dari 20 sekretariat provinsi dan 8 sekretariat daerah mengikuti Konsolidasi Nasional yang diselenggarakan di Depok, Jawa Barat, awal September 2023. ”Catatan pemantauan disampaikan ke publik sebagai bagian dari tanggung jawab kami ke publik. Kami akan mengatakan sesuai kondisi obyektif di lapangan,” ucap Kaka. KIPP akan menerjunkan sekitar 6.000 pemantau pemilu untuk memantau pelaksanaan pemilu di 34 provinsi di Indonesia. Menurut dia, pendaftaran pemantau pemilu tidak dibatasi profesi dan domisili. Namun, pemantau tidak boleh menjadi anggota parpol ataupun terafiliasi dengan peserta pemilu. Para pemantau pemilu juga harus menaati empat prinsip utama, yakni independen, nonpartisan, sukarela, dan tanpa kekerasan. Iklan
Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Nurlia Dian Paramita mengatakan, kerja-kerja pemantau pemilu di lapangan tidak mudah. Terlebih, kehadiran pemantau pemilu belum tentu dipahami oleh penyelenggara ataupun saksi di TPS. Karena itu, pemantau pemilu harus selalu mengenakan tanda pengenal saat melakukan kerja-kerja pemantauan. Tanda pengenal berisi nama dan alamat pemantau pemilu yang memberi tugas, nama anggota pemantau pemilu, pas foto diri pemantau pemilu, wilayah kerja pemantauan, serta nomor dan tanggal akreditasi. Di sisi lain, kerja-kerja pemantauan berpotensi lebih melelahkan dibandingkan dengan penyelenggara pemilu. Sebab, setiap pemantau di JPPR ditargetkan bisa memantau hingga lima TPS yang berada di sekitar domisili. Dengan demikian, mobilitas pemantau saat pemungutan suara cukup tinggi. DOKUMENTASI PRIBADI Koordinator Nasional JPPR Nurlia Dian Paramita Oleh karena itu, pemantau mesti mempersiapkan diri dengan baik. Pemantau pemilu harus datang lebih awal sebelum TPS dibuka agar bisa melihat prosedur pembukaan TPS. Namun, setelah sekitar satu jam di TPS tersebut, pemantau bisa beralih ke TPS lain yang menjadi target pemantauan. Koordinasi dengan penyelenggaraMita menuturkan, pemantau tidak harus selalu menunggu di TPS sejak TPS dibuka hingga berakhirnya rekapitulasi. Pengawas bisa berkoordinasi dengan KPPS ataupun pengawas TPS untuk meminta informasi mengenai tahapan yang akan berlangsung. Dengan demikian, waktu dan tenaga pemantau menjadi lebih efektif. ”Pemantau mesti berkoordinasi dengan aktor lain di TPS untuk meminta informasi agar bisa menjaga stamina dan tidak kelelahan sehingga pemantau pemilu tetap bisa mengawasi proses-proses yang rawan, seperti penghitungan dan rekapitulasi suara dengan kondisi tetap prima,” ujarnya. Menurut Mita, ada sejumlah keuntungan jika masyarakat turut menjadi pemantau pemilu. Kehadiran para pemantau akan meningkatkan kualitas demokrasi di Indonesia. Partisipasi para pemantau berkontribusi mewujudkan pelaksanaan pemilu yang demokratis dalam menghasilkan pemimpin yang sesuai dengan kehendak masyarakat. Keberadaan para pemantau di berbagai tahapan pemilu akan menjaga proses pemilu yang berintegritas. Bahkan, pemantauan yang masif dari berbagai lembaga pemantau dapat mencegah berbagai bentuk kecurangan dalam penyelenggaraan pemilu. ”Bagi individu yang terlibat sebagai pemantau pemilu, akan meningkatkan kualitas pemahaman tentang pemilu dan menambah pengalaman terkait dengan demokrasi dan kepemiluan,” ujar Mita. KOMPAS/WAWAN H PRABOWO (Dari kiri ke kanan) Moderator diskusi Mhd Syafriadi Nasution; Ketua Bidang Politik dan Pemerintahan Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam Abdul Aziz; Komite Independen Pemantau Pemilu Andrian Habibi; Koordinator Nasional Indonesia Election Watch Nofria Atma Rizki; dan Yustinus, perwakilan Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), menjadi narasumber dalam diskusi di Gedung Bawaslu, Jakarta Pusat, Kamis (13/9/2018). Menurut dia, pemantau pemilu mengalami sejumlah keterbatasan dalam mengawasi proses dan tahapan Pemilu 2024. Beberapa di antaranya adalah pendanaan dan kesulitan akses informasi dari penyelenggara pemilu. Namun, berbagai tantangan itu tidak akan menyurutkan JPPR untuk mengawasi pemilu agar semua aktor pemilu taat ketentuan. Anggota Bawaslu, Lolly Suhenty, mengatakan, ada 110 lembaga pemantau pemilu pada Pemilu 2024 yang sudah terakreditasi. Rinciannya adalah 52 lembaga pemantau nasional, 33 pemantau provinsi, dan 25 pemantau kabupaten/kota. Tingginya minat masyarakat menjadi pemantau menunjukkan bahwa ada peningkatan pengawasan partisipatif dari masyarakat. ”Meningkatnya animo publik untuk menjadi pemantau pemilu bernilai positif karena kesadaran masyarakat akan pentingnya mengawal demokrasi mengalami kemajuan,” ucapnya. |
Kembali ke sebelumnya |