Judul | Terjadi Anomali, Survei Diwarnai Penolakan, Indopol Tak Rilis Elektabilitas |
Tanggal | 24 Januari 2024 |
Surat Kabar | Kompas |
Halaman | - |
Kata Kunci | Pemilihan Umum |
AKD |
- Komisi II |
Isi Artikel |
Tingginya ”undecided voters” tunjukkan masyarakat sembunyikan pilihan atau masyarakat tak dalam kondisi bebas memilih. TANGKAPAN LAYAR Lembaga survei dan konsultan Indopol mengungkapkan, pemilih dalam Pemilu 2024 lebih rasional karena mendasarkan pilihan pada visi-misi, gagasan, dan hasil debat. Survei diungkapkan di Jakarta, Rabu (24/1/2024). JAKARTA, KOMPAS — Lembaga Survei dan Konsultan Indopol tak merilis tingkat elektabilitas setiap pasangan calon presiden-calon wakil presiden karena selama survei berlangsung menghadapi penolakan dari sejumlah kepala desa dan lurah. Penolakan itu dinilai anomali karena tak terjadi pada beberapa survei sebelumnya. Meski demikian, dari hasil survei yang terhimpun terekam bahwa terdapat fenomena tingginya angka pemilih bimbang atau undecided voters di sejumlah wilayah. Direktur Eksekutif Indopol Survei Ratno Sulistiyanto, di Jakarta, Rabu (24/1/2024), menjelaskan, Indopol melakukan survei nasional pada 8-15 Januari 2024. Penelitian survei dilakukan terhadap responden sebanyak 1.240 orang yang memiliki hak pilih dalam Pemilu 2024. Responden tersebar di 38 provinsi di Indonesia. Adapun margin of error berada pada tingkat 2,85 persen.
Baca juga: Warga Negara Kompeten Versus Oligarki Diduga terdapat penolakanDari survei itu terungkap bahwa ada fenomena tingginya undecided voters atau mereka yang belum menjatuhkan pilihan, atau yang menolak mengungkapkan pilihannya. Tingginya undecided voters ini terjadi diduga karena ada penolakan masyarakat agar pilihan mereka dalam Pemilu 2024 tidak terpetakan dalam hasil survei. Ratno mengungkap tingginya undecided voters ditemukan di sejumlah wilayah di Indonesia. Meski demikian, ia hanya merinci undecided voters antara 20 persen dan 85 persen di sejumlah daerah di Jawa Timur yang merupakan basis Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P). Tingginya undecided voters itu terdapat di Blitar (85 persen), Kediri (40 persen), Kota Madiun (43,3 persen), Kota Malang (22,9 persen), Kota Batu (32,5 persen), Mojokerto (55 persen), dan Jombang (67,5 persen), Bondowoso (70 persen), dan Probolinggo (43,8 persen). KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO Para calon wakil presiden tampil di babak terakhir dalam Debat Keempat Calon Wakil Presiden Pemilu 2024 di Jakarta Convention Center, Jakarta, Minggu (21/1/2024). Debat keempat ini mengambil tema Pembangunan Berkelanjutan, Sumber Daya Alam, Lingkungan Hidup, Energi, Pangan, Agraria, Masyarakat Adat dan Desa. Debat ini menghadirkan tiga cawapres dalam Pemilu 2024, yaitu Muhaimin Iskandar, Gibran Rakabuming Raka, dan Mahfud MD. Ratno menyebutkan, setelah dicek kepada sejumlah peneliti lapangan, rupanya terdapat penolakan dan masalah. Di Surabaya, Kota Malang, Kota Blitar, dan Kabupaten Banyuwangi, misalnya, pihak kelurahan menolak memberikan stempel di lembar kartu keluarga (KK) untuk pihak yang menjadi responden. Alasannya, agar wilayahnya tidak terpetakan karena sudah dekat Pemilu 2024. Selain itu, ada sejumlah ketua RT menyampaikan bahwa kesepakatan warga di wilayahnya tidak menerima survei agar wilayahnya tidak terpetakan dan tidak berimbas pada bantuan sosial. Di Kabupaten Bangkalan, beberapa kepala desa setempat menolak disurvei dengan alasan keamanan. Sementara itu, di Kabupaten Lamongan, kepala desa menolak karena trauma dengan pemilihan kepala daerah (pilkada) sebelumnya terkait dengan evaluasi Program Keluarga Harapan (PKH) di daerah tersebut.
Masalah serupa, menurut Ratno, juga dijumpai di sejumlah daerah di Jawa Barat, seperti Depok, Bogor, Bandung, dan Bekasi, serta Banten, yaitu Cilegon, Kota Serang, Kabupaten Serang, dan Kabupaten Lebak. Di Jawa Barat, umumnya wilayah kelurahan menolak didatangi lembaga survei dengan dalih masalah administrasi. Di Banten, lembaga survei ditolak karena dianggap berpihak pada salah satu kandidat, ada juga beberapa organisasi kemasyarakatan (ormas) yang menolak. Iklan
”Kami anggap ini sebagai anomali karena selama ini tidak pernah ada penolakan dalam survei. Terakhir kali kami survei dua bulan lalu, tidak ada masalah. Rupanya sekarang kehadiran lembaga survei menjadi masalah untuk mereka,” katanya.
Mengingat terdapat sejumlah penolakan di masyarakat, Lembaga Survei dan Konsultan Indopol memutuskan tidak merilis angka elektabilitas capres dan cawapres. ”Kami khawatir hasil penelitian tidak menggambarkan realitas sesungguhnya,” kata Ratno. KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN Visi dan misi pasangan calon presiden dan wakil presiden yang berkontestasi dalam Pemilu 2024 dipasang di bawah jembatan layang Kuningan, Jakarta, Rabu (24/1/2024). Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa seorang presiden boleh berkampanye dan memihak salah satu pasangan calon asal tidak menggunakan fasilitas negara. Namun, dari survei yang terekam, menunjukkan ada sejumlah faktor perubahan pilihan dalam Pilpres 2024. ”Faktor itu, antara lain, capres-cawapres memiliki visi-misi yang lebih jelas (56,49 persen), penampilan capres-cawapres lain dalam tiga kali debat lebih baik (18,60 persen), orang lain yang menjadi panutan berubah pilihan (7,02 persen), dan karena adanya bantuan sosial (bansos) atau kiriman uang dari paslon (pasangan calon presiden-calon wakil presiden) atau tim kampanye paslon (4,21 persen),” kata Ratno. Baca juga: Memperjuangkan Pemilu Berkualitas Menonton debatDalam penelitian itu juga tecermin bahwa sebanyak 70,56 persen masyarakat menonton debat. Sebanyak 66,52 persen masyarakat mengatakan bahwa debat berpengaruh dan sangat berpengaruh terhadap pasangan capres-cawapres yang akan mereka pilih dalam Pemilu 2024. ”Hasil ini menggambarkan masyarakat rasional dalam menentukan pilihan,” katanya. Sementara itu, tokoh yang memengaruhi pilihan politik adalah ulama (16,94 persen), tokoh politik (6,37 persen), kalangan intelektual (5,24 persen), artis (4,44 persen), pemengaruh atau influencers (2,58 persen). Sebanyak 64,44 persen tidak ada atau tidak menjawab. SHARON PATRICIA Al Araf Ketua Centra Intitiative dan Peneliti Senior Imparsial Al Araf menyambut baik keputusan Lembaga Survei dan Konsultan Indopol yang tidak merilis hasil dan mengungkapkan sejumlah masalah di lapangan. Hasil survei yang mengungkapkan adanya penolakan menunjukkan bahwa masyarakat tidak dalam kondisi bebas memilih karena terdapat intervensi dan intimidasi dari kekuasaan. ”Ini membuat jawaban survei jadi absurd tidak menjelaskan sejatinya,” katanya.
Terdapat fenomena penolakan di masyarakat, menurut Al Araf, dapat dipandang dari berbagai sisi, seperti adanya kecenderungan masyarakat menyembunyikan pilihannya, atau masyarakat berada dalam tekanan sehingga takut untuk menjawab jujur. ”Ruang itu terjadi karena realitas politik, khususnya rezim kekuasaan yang membangun suasana seperti itu. Apalagi isu yang digunakan adalah ancaman bantuan sosial,” katanya. Ruang itu terjadi karena realitas politik, khususnya rezim, membangun suasana dan dimensi seperti itu. ”Bansos menjadi alat politik tidak hanya untuk memenangkan rezim, tetapi instrumen untuk kontrol hasil survei. Dengan mengancam warga, bansos tidak turun, ini buruk. Padahal, masyarakat sadar, bansos ini adalah pajak rakyat karena berasal dari APBN,” katanya. |
Kembali ke sebelumnya |