Selamat datang di website E-PAPER PERPUSTAKAAN DPRRI.

Koleksi Perpustakaan DPR RI

Judul Menyongsong Asa Jakarta Kota Global
Tanggal 17 Januari 2024
Surat Kabar Kompas
Halaman 20
Kata Kunci
AKD - Komisi V
Isi Artikel

Jakarta akan bertransformasi menjadi kota global, setelah ibu kota negara berpindah ke kawasan IKN di Kalimantan Timur.

Oleh DEBORA LAKSMI INDRASWARI

Jakarta akan bertransformasi menjadi kota global setelah ibu kota negara berpindah ke kawasan Ibu Kota Nusantara di Kalimantan Timur nanti. Hanya saja, transisi menjadi kota global ini tidaklah mudah karena sejumlah indikatornya masih tertinggal jauh dibandingkan dengan negara lain. Pembangunan ekonomi yang pesat di Jakarta saat ini belum cukup untuk mengubah Jakarta menjadi kota bertaraf internasional.

Menurut lembaga Kearney, global city atau kota global ditentukan berdasarkan konektivitas internasional yang kuat. Meskipun merupakan bagian kecil dari dunia, kota-kota global ini memiliki kekuatan untuk menggerakkan modal, sumber daya manusia, ide dan gagasan, serta inovasi yang semuanya menjadi katalis bagi pertumbuhan ekonomi.

 

Serupa dengan itu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mendefinisikan kota global sebagai kota yang berperan penting dalam pengintegrasian ekonomi transnasional, yakni dengan menjadi primary node dalam jaringan ekonomi dunia. Dari hal tersebut, kota ini mampu menarik modal, barang, sumber daya manusia, gagasan, dan informasi secara global.

Perwujudan kota seperti itulah yang akan digapai Jakarta dalam tahun-tahun ke depan. Apalagi, setelah rencana pemindahan ibu kota negara mulai dijalankan, Jakarta akan bertransformasi lebih mutakhir lagi mengingat masifnya pembangunan yang telah dilakukan selama ini. Perlu citra baru sehingga pembangunan yang telah dilaksanakan di Jakarta dapat terus bermanfaat, berkelanjutan, dan berkembang lebih besar. Oleh karena itu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berupaya membawa Jakarta menjadi kota global.

Namun, untuk mewujudkan visi itu tidak mudah. Pasalnya, peringkat kota global yang dicapai Jakarta masih tergolong minim sehingga membutuhkan perbaikan di sejumlah hal. Menurut lembaga Kearney, dalam Laporan The Global Cities Report 2023, Jakarta menempati peringkat ke-74 dari 156 negara yang diteliti. Posisi ini berada di bawah kota-kota besar lainnya di Asia Tenggara, seperti Singapura yang berada diurutan ke-7, Bangkok ke-45, Manila ke-70, dan Kuala Lumpur ke-72. Hal ini menunjukkan, di region Asia Tenggara saja, Jakarta masih tertinggal dibandingkan dengan kota-kota besar lainnya.

Tidak hanya itu saja, peringkat Jakarta saat ini menurun dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Misalnya, dibandingkan dengan sembilan tahun lalu, pada 2015, Jakarta menempati peringkat ke-54. Menurunnya peringkat dalam indeks kota global ini salah satunya didorong oleh cepatnya transformasi kota-kota lain menjadi global city. Misalnya saja sejumlah kota-kota di China yang berkembang pesat dalam menuju kota global sehingga peringkatnya naik cukup signifikan selama 2015-2023. Beberapa kota tersebut adalah Hangzhou, naik 35 peringkat menjadi posisi ke-78; Guangzhou naik 16 peringkat menjadi urutan ke-55; Xi’an naik 13 peringkat menjadi urutan ke-102; Chengdu naik 13 peringkat ke urutan 83; dan Shenzhen naik 11 peringkat ke urutan 73.

Dimensi kota global

Posisi yang dicapai Jakarta saat ini menjadi gambaran bahwa masih banyak hal yang harus dibenahi dan dikembangkan jika ingin bertransformasi menjadi kota global. Memang, di level nasional, Jakarta sudah memiliki modal besar sebagai kota yang paling pesat pembangunannya, baik itu dalam hal perekonomian maupun infrastruktur. Hanya saja, hal tersebut belum cukup untuk mampu bersaing dengan kota-kota lain di dunia yang lebih terfasilitasi menjadi kota global.

Ketertinggalan Jakarta terlihat dari sejumlah parameter penyusun dalam Indeks Kota Global oleh Kearney. Ada lima indikator yang menjadi dimensi pengukuran, yakni aktivitas bisnis, sumber daya manusia, pertukaran informasi, pengalaman kebudayaan, dan keterlibatan politik. Pada kelima dimensi itu, peringkat Jakarta menurun selama periode 2015 hingga 2023. Penurunan terbesar terjadi pada dimensi sumber daya manusia, yakni dari urutan ke-61 ke posisi 84. Selain itu, dimensi pertukaran informasi juga mengalami penurunan besar, yaitu dari peringkat ke-53 menjadi ranking ke-73. Pada dimensi aktivitas bisnis, peringkatnya juga turun dari posisi ke-29 menjadi urutan ke-54. Sementara itu, dua dimensi lainnya, yaitu pengalaman kebudayaan turun 11 peringkat dan dimensi keterlibatan politik turun 9 peringkat.

Pada masing-masing dimensi menunjukkan penurunan peringkat yang cukup siginifikan. Misalnya, pada dimensi sumber daya manusia, penurunan peringkat terbesar terjadi pada indikator jumlah penduduk dengan gelar akademik dan populasi pelajar internasional. Pada dimensi pertukaran informasi, indikator aksesibilitas berita dari saluran TV dan pelanggan broadband di Jakarta menjadi indikator yang menurun paling drastis. Pada dimensi bisnis, penurunan terbesar terjadi di indikator konferensi yang termasuk dalam Asosiasi Kongres dan Konvensi Internasional (ICCA).

Dengan kondisi demikian, jalan menuju target Jakarta menjadi kota global masih panjang. Citra yang digaungkan Jakarta sebagai pusat bisnis dan perekonomian nasional saja belum cukup untuk membawa Jakarta ke jenjang kota global. Demikian juga dengan segala pembangunan infrastruktur yang sudah dilakukan kurang menggerakkan aktivitas atau kegiatan berskala internasional di kota ini. Aspek sumber daya manusia hingga pengalaman budaya juga berperan penting dalam membawa Jakarta menuju kota global.

Contoh Singapura

Dalam Indeks Kota Global 2023, terdapat sejumlah kota di dunia yang menempati peringkat 10 besar utama yang dapat dijadikan rujukan. Kota-kota tersebut adalah New York, London, Paris, Tokyo, Beijing, Brussels, Singapura, Los Angeles, Melbourne, Hong Kong. Sebagai perbandingan terdekat, Indonesia dapat melihat Singapura yang menempati peringkat ketujuh.

Singapura memang sejak lama mencitrakan kotanya sebagai kota global. Hal ini tercatat dalam pidato S Rajaratnam, Mantan Menteri Luar Negeri Singapura, pada 1972 tentang ”Singapore: Global City”. Di dalam pidatonya, ia menyampaikan sejumlah strategi untuk mengubah Singapura menjadi kota global. Selain itu, ia juga mengingatkan bahwa, meskipun peran negara itu sebagai gerbang perdagangan dan perekonomian wilayah bisa menurun, potensi Singapura sebagai bagian dari ekosistem ekonomi dunia sangatlah besar.

Hal tersebut menjadi kenyataan saat ini, ketika Singapura menjadi pusat bagi aliran sumber daya manusia, ide dan gagasan, modal, barang, serta jasa. Hal ini membuat kota Singapura menjadi tujuan penting perusahaan-perusahaan global untuk menempatkan cabang kantornya di sana. Selain karena letaknya yang strategis, stabilitas pemerintah yang kuat dan pemberian insentif pajak menjadi daya tarik tersendiri dibandingkan dengan kota lain di Asia Tenggara. Dari sektor sumber daya manusia sendiri, Singapura memiliki demografi yang beragam. Pada 2012, sepertiga pekerja di Singapura berasal dari negara lain. Saat ini, tercatat ada 1,5 juta pekerja asing yang berada di Singapura dan menggerakkan ekonomi dengan skala cakupan internasional. Aliran sumber daya manusia yang masuk ke Singapura ini kemungkinan akan terus bertambah mengingat banyaknya pembangunan infrastruktur yang dilakukan pascapandemi.

Melihat kondisi di Singapura tersebut menunjukkan adanya keterkaitan antara aspek kebijakan pemerintah, bisnis dan ekonomi, serta sumber daya manusia yang menjadikan Singapura sebagai kota global. Kemudahan membuka usaha, stabilitas politik, serta kebijakan pemerintah yang mendukung membuat investasi dan perekonomian tumbuh pesat. Hal ini berdampak pada terbukanya Singapura terhadap kebutuhan tenaga kerja berkualitas dari berbagai negara.

Dari deskripsi tersebut, Jakarta dapat becermin kepada Singapura bahwa menjadi kota global membutuhkan dukungan yang optimal dari sejumlah indikator penting. Butuh perombakan dan pembenahan di berbagai bidang, mulai dari tata kelola pemerintahan, perizinan, hingga situasi politik yang kondusif, sehingga tidak hanya mengedepankan pembangunan infrastruktur semata. Aspek birokrasi dan sumber daya manusia perlu didorong untuk terus maju dan berkembang. Demikian pula dengan aliran informasi dan pengalaman kebudayaan yang juga penting dalam membangun kota global. Dengan pembenahan di segala aspek tersebut, langkah Jakarta untuk menjadi kota global adalah sebuah keniscayaan. (LITBANG KOMPAS)

  Kembali ke sebelumnya