Selamat datang di website E-PAPER PERPUSTAKAAN DPRRI.

Koleksi Perpustakaan DPR RI

Judul Tarif Murah, Syarat Wajib Angkutan Umum Modern Perkotaan
Tanggal 03 Maret 2024
Surat Kabar Kompas
Halaman 4
Kata Kunci
AKD - Komisi V
Isi Artikel

Tarif angkutan umum murah, nyaman, keterjangkauan luas menjadi bukti kehadiran dan keberpihakan negara kepada warga.

Oleh NELI TRIANA

Jangkauan luas ke seluruh pelosok kota diikuti jaminan kenyamanan dan keamanan penumpang adalah salah satu syarat agar layanan angkutan umum dilirik sebagai sarana utama untuk mobilitas masyarakat urban. Syarat selanjutnya adalah tarif terjangkau alias murah meriah, termasuk bagi masyarakat miskin.

Tarif murah ini daya tarik tersendiri dan makin meyakinkan khalayak ramai untuk menggunakan berbagai moda angkutan umum. Tarif murah yang menyertai keterjangkauan luas dan kenyamanan transportasi publik menjadi salah satu bukti kehadiran dan keberpihakan negara kepada rakyatnya serta penggunaan pajak yang tepat sasaran.

 

Untuk itu, wajar jika publik sangat sensitif terhadap perubahan tarif ataupun sistem operasi angkutan umum yang berdampak pada pengenaan tarif per orang.

Isu kenaikan tarif kereta rel listrik Jabodetabek baru-baru ini pun langsung disambut pro dan kontra. Sejak 2016, tarif kereta komuter relatif tetap, yaitu Rp 3.000 per orang per 25 kilometer pertama dan bertambah Rp 1.000 per 10 kilometer berikutnya.

Adanya potensi menaikkan tarif kereta komuter yang menghubungkan aglomerasi Jakarta dan sekitarnya itu tetap dianggap tidak menguntungkan bagi sebagian pelanggannya. Pengguna setia KRL Jabodetabek mengingatkan agar kualitas layanan, termasuk jangkauan dan daya angkut, ditingkatkan jika hendak menaikkan tarif (Kompas.id, 29 Februari 2024).

Protes dan kritik tak kalah keras juga disuarakan warga Singapura saat ada kebijakan yang berdampak pada perubahan layanan angkutan umum di sana. Padahal, Singapura sudah berstatus negara mapan dan kaya dengan ketersediaan angkutan umum jauh lebih maju dari Jakarta.

Seiring peningkatan kualitas, negara kota tersebut sejak 2019 menerapkan transaksi angkutan umum dengan aplikasi pembayaran digital, SimplyGo. Tahun 2024 ini, menurut rencana, semua pembayaran angkutan publik bermigrasi ke sistem digital. Mendukung kebijakan itu, penggunaan kartu Ez-link dan Nets FlashPay tidak diperbolehkan lagi mulai Juni 2024.

Namun, seperti diberitakan media setempat, juga media asing, seperti South China Morning Post, masyarakat lokal ternyata keberatan. Rata-rata pengguna angkutan umum di Singapura khawatir sisa saldo di kartunya tidak terbaca di sistem baru.

Tidak memandang remeh keresahan warga, Pemerintah Singapura merespons dengan meminta maaf kepada masyarakat diikuti memperpanjang penggunaan Ez-link dan Nets FlashPay hingga waktu yang tak ditentukan.

Hal itu mengingatkan pada kehebohan saat pertama kali diterapkan sistem tap in tap out di halte Transjakarta, khususnya di halte-halte di sepanjang rute bus yang memiliki jalur tersendiri, Oktober 2022. Satu kartu pembayaran berlaku untuk satu orang.

Sebelumnya, satu kartu pembayaran bisa dipakai oleh lebih dari satu orang. Kartu di-tap saat hendak masuk halte atau di dalam bus non-BRT (tidak memiliki koridor terpisah dari jalan reguler).

Dengan sistem baru, tap in sekaligus menjadi akses masuk ke halte kemudian ke dalam bus. Penumpang akan terpotong saldo di kartu pembayarannya saat tap out keluar di halte tujuan. Jika tidak tap out, kartu otomatis tidak bisa digunakan kala akan naik Transjakarta lagi.

Pada masa awal penerapan dan sistem belum berjalan baik, sebagian pengguna mengalami dua kali terpotong saldo kartunya atau mesin tidak berfungsi. Protes keras mengalir dari para pengguna.

Manajemen kemudian menyediakan kanal aduan dan tata cara yang harus ditempuh penumpang agar saldo terpotong bisa dikembalikan. Sebagian penumpang menilai respons ini terlalu rumit. Mereka mengkritik pengelola yang menerapkan sistem baru tanpa antisipasi memadai akan berbagai kekurangan ataupun dampaknya.

Bagi sebagian orang, Rp 3.500 memang tidak seberapa. Akan tetapi, saldo terpotong itu nilainya menjadi amat besar jika dikalikan dengan ribuan pelanggan yang mengalaminya. Di luar itu, sistem buruk ini jelas melawan tuntutan kualitas layanan publik yang idealnya harus efektif, efisien, dan terjangkau semua lapisan masyarakat.

Setelah lebih dari satu tahun berjalan, sistem tap in tap out untuk mengakses Transjakarta membaik walau belum sempurna. Setidaknya, layanan Transjakarta makin mendekati standar KRL Jabodetabek, MRT Jakarta, dan LRT Jakarta maupun LRT Jabodebek yang lebih dulu menerapkan kebijakan serupa.

Transformasi Mumbai

Di negara mana pun, transportasi publik selalu menjadi beban tersendiri karena pembangunan, pengoperasian, dan perawatannya membutuhkan dana sangat besar. Bagi negara miskin dan sedang berkembang, kesulitan memenuhi tuntutan pengadaan anggaran besar sering menyebabkan pembangunan angkutan umum perkotaan tersendat, bahkan tidak menjadi prioritas.

Pada saat bersamaan, laju perkembangan kawasan urban tetap tak surut. Akibatnya, pergerakan masyarakat perkotaan di negara-negara kurang mampu rata-rata lebih banyak bersandar pada kendaraan bermotor pribadi.

Selain kemacetan akut, kota-kota tersebut tercekik polusi dari asap kendaraan bermotor. Kemacetan turut memicu kerugian lain, yaitu waktu terbuang percuma yang berarti ongkos transportasi tinggi. Ekonomi kota pun berputar tak lancar.

Mumbai di India bertekad tak ingin terus menjadi metropolitan dan pusat bisnis yang buruk dibalut kemacetan tak berujung. Sebagai kota yang telah akrab dengan kereta api penumpang sejak 1850-an, Mumbai beberapa kali mencanangkan modernisasi kereta komuternya.

Namun, modernisasi terakhir yang dinilai berdampak besar dimulai tahun 2010-an. Proyek pembangunan kereta komuter dengan teknologi terkini dilaksanakan bertahap, termasuk peremajaan stasiun, perbaikan sistem elektrifikasi persinyalan, kereta berpendingin ruangan, sampai penataan sepanjang jalur rel.

Dari laman Mumbai Metro Times, di luar kereta lokal yang sudah ada, saat ini telah beroperasi Mumbai Metro Jalur 1 (Jalur Biru), Mumbai Metro Jalur 7, dan Mumbai Metro Jalur 2A (baru tahap awal dari Jalur 2).

Nantinya, total akan ada 14 jalur Mumbai Metro yang beroperasi di kota dengan sekitar 21 juta jiwa penduduk. Luas Mumbai 603 kilometer persegi atau sedikit lebih kecil dibandingkan Jakarta yang mencapai 661 km persegi.

Mumbai Metro akan beroperasi di bawah tanah, jalur layang, dan sebagian kecil di permukaan tanah. Transportasi massal ini akan membentang sejauh 357 kilometer dengan 286 stasiun dan akan terintegrasi dengan moda lain, seperti bus kota.

Di luar pemerintah setempat, ada pihak ketiga atau investor yang digamit untuk membangun Mumbai Metro. Bank Pembangunan Asia (ADB) menjadi salah satu pihak yang mendukung perluasan Mumbai Metro dengan pinjaman 926 juta dollar AS atau sekitar Rp 14,6 triliun untuk membantu operasionalisasi 58 km saja dari rencana jaringan Metro Mumbai.

Menurut ADB dan beberapa sumber lain, seperti CRCC Asia, jaringan Mumbai Metro dan kereta lokal saat ini sudah bisa mengangkut 7,5 juta-8 juta orang per hari. Tarifnya antara Rp 2.000–Rp 20.000 per orang tergantung rute dan kereta yang digunakan. Rata-rata penumpang kereta di Mumbai membayar Rp 7.000 per orang.

Dalam satu bulan pengeluaran untuk tiket pengguna kereta di Mumbai masih terbilang sangat ringan. Apalagi jika dibandingkan dengan penghasilan rata-rata pekerja di kota itu yang mencapai Rp 8,6 juta per bulan.

Times of India melaporkan, warga Mumbai kian nyaman menggunakan transportasi publik sehingga mulai menekan godaan membeli kendaraan bermotor pribadi. Pada Maret 2023, penjualan mobil turun hingga 50 persen dan sepeda motor turun hingga 28 persen.

Penurunan penjualan ini menekan laju pertambahan jumlah kendaraan pribadi di jalanan Mumbai. Hal tersebut dapat membantu mengurangi kemacetan dan membuat pergerakan kota lebih efektif.

Perlu cepat dan kreatif

Kembali melihat realitas di Jakarta, daya angkut semua moda angkutan umum reguler dan massal, termasuk KRL yang melayani Jabodetabek, sekitar 3 juta orang per hari (Kompas, 25 Februari 2024). Padahal, Jakarta saja memiliki 10,56 juta penduduk atau separuh Mumbai. Se-Jabodetabek, diperkirakan ada lebih dari 30 juta jiwa.

Jakarta sebenarnya telah mulai giat membenahi angkutan massal perkotaannya sejak 20 tahun lalu. Namun, hasilnya saat ini bisa dikatakan belum sesukses Mumbai.

Baca juga: Nasib ”Abu-abu” Kota Pengembangan KEK dan Kawasan Industri Baru

https://cdn-assetd.kompas.id/TuVa4drL3YiDtuae9XCjZEXxLsY=/1024x2512/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F08%2F13%2F21bd99d4-9a7d-41bf-b3ca-a1ee97db9c12_jpg.jpg

Sejauh ini, MRT Jakarta mendapat dukungan pinjaman pembiayaan dari pihak lain, yaitu Japan International Cooperation Agency (JICA). Jaringan bus Transjakarta dan LRT Jakarta disokong penuh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. LRT Jabodebek dan KRL Jabodetabek masih amat tergantung pada pemerintah pusat.

Berkaca pada Mumbai, pemerintah pusat dan Jakarta perlu berpihak lebih berat pada pembangunan angkutan umum. Pemerintah juga harus lebih cepat dan kreatif menggaet investor dalam pembiayaan angkutan umum.

Tak kalah mendesak memikirkan sumber pendanaan lain, semisal memaksimalkan pendapatan di luar penjualan tiket seperti menyediakan ruang iklan dan kerja sama dengan berbagai pihak yang mendatangkan keuntungan finansial.

Semua itu demi memastikan layanan angkutan umum kian berkualitas dan tetap bisa memenuhi syarat wajib lainnya, yaitu tarif tetap murah meriah.

Dalam satu bulan pengeluaran untuk tiket pengguna kereta di Mumbai masih terbilang sangat ringan. Apalagi jika dibandingkan dengan penghasilan rata-rata pekerja di kota itu yang mencapai Rp 8,6 juta per bulan.

Times of India melaporkan, warga Mumbai kian nyaman menggunakan transportasi publik sehingga mulai menekan godaan membeli kendaraan bermotor pribadi. Pada Maret 2023, penjualan mobil turun hingga 50 persen dan sepeda motor turun hingga 28 persen.

Penurunan penjualan ini menekan laju pertambahan jumlah kendaraan pribadi di jalanan Mumbai. Hal tersebut dapat membantu mengurangi kemacetan dan membuat pergerakan kota lebih efektif.

Perlu cepat dan kreatif

Kembali melihat realitas di Jakarta, daya angkut semua moda angkutan umum reguler dan massal, termasuk KRL yang melayani Jabodetabek, sekitar 3 juta orang per hari (Kompas, 25 Februari 2024). Padahal, Jakarta saja memiliki 10,56 juta penduduk atau separuh Mumbai. Se-Jabodetabek, diperkirakan ada lebih dari 30 juta jiwa.

Jakarta sebenarnya telah mulai giat membenahi angkutan massal perkotaannya sejak 20 tahun lalu. Namun, hasilnya saat ini bisa dikatakan belum sesukses Mumbai.

https://cdn-assetd.kompas.id/TuVa4drL3YiDtuae9XCjZEXxLsY=/1024x2512/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F08%2F13%2F21bd99d4-9a7d-41bf-b3ca-a1ee97db9c12_jpg.jpg

Sejauh ini, MRT Jakarta mendapat dukungan pinjaman pembiayaan dari pihak lain, yaitu Japan International Cooperation Agency (JICA). Jaringan bus Transjakarta dan LRT Jakarta disokong penuh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. LRT Jabodebek dan KRL Jabodetabek masih amat tergantung pada pemerintah pusat.

Berkaca pada Mumbai, pemerintah pusat dan Jakarta perlu berpihak lebih berat pada pembangunan angkutan umum. Pemerintah juga harus lebih cepat dan kreatif menggaet investor dalam pembiayaan angkutan umum.

Tak kalah mendesak memikirkan sumber pendanaan lain, semisal memaksimalkan pendapatan di luar penjualan tiket seperti menyediakan ruang iklan dan kerja sama dengan berbagai pihak yang mendatangkan keuntungan finansial.

Semua itu demi memastikan layanan angkutan umum kian berkualitas dan tetap bisa memenuhi syarat wajib lainnya, yaitu tarif tetap murah meriah.

  Kembali ke sebelumnya