Selamat datang di website E-PAPER PERPUSTAKAAN DPRRI.

Koleksi Perpustakaan DPR RI

Judul Penyelenggara Pemilu Paling Banyak Langgar Aturan
Tanggal 26 Maret 2024
Surat Kabar Kompas
Halaman -
Kata Kunci Pemilihan Umum
AKD - Komisi II
Isi Artikel

Jaga Pemilu menemukan bahwa 55 persen laporan pelanggaran pemilu justru dilakukan penyelenggara pemilu.

JAKARTA, KOMPAS - Lembaga pemantau pemilihan umum Jaga Pemilu menemukan ratusan pelanggaran pemilu, termasuk yang terjadi pada hari pemungutan suara, 14 Februari 2024. Penyelenggara pemilu dilaporkan sebagai pihak yang paling banyak melanggar.

Sepanjang periode 29 Agustus 2023 sampai 19 Maret 2024, Jaga Pemilu menerima 914 laporan dari masyarakat dan media sosial. Dari total laporan itu, 658 laporan terverifikasi dengan rincian 215 laporan berasal dari masyarakat dan 443 laporan dari hasil penelusuran media sosial dan media dalam jaringan (online).

Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.

Kunjungi Halaman Pemilu

 

”Dari total laporan yang terverifikasi itu, 210 laporan memenuhi kriteria pelaporan sesuai dengan ketentuan Bawaslu dan telah disampaikan kepada Bawaslu,” kata Sekretaris Perhimpunan Jaga Pemilu Luky Djani saat konferensi pers secara daring, Selasa (26/3/2024).

Jenis pelanggaran yang paling banyak dilaporkan adalah Sistem Informasi Rekapitulasi Pemilu (Sirekap) 2024 sebanyak 24 persen, daftar pemilih tetap (DPT) bermasalah 23 persen, dan soal netralitas aparatur sipil negara (ASN) 18 persen.

Baca juga: Tabulasi Suara di Sirekap Hilang, Publik Semakin Sulit Mengawal Suara

Berikutnya, laporan soal politik uang atau imbalan sebesar 13 persen, pelanggaran kampanye dan anomali rekapitulasi masing-masing 8 persen, intimidasi 3 persen, pelanggaran prosedural 2 persen, dan kampanye di masa tenang 1 persen.

https://cdn-assetd.kompas.id/x52k0imjjDvHEChuPPXwu1fUaj4=/1024x1547/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2024%2F01%2F03%2F20d1ea30-1f48-462a-920c-6bc267dcc409_png.png

Apabila dirinci, permasalahan Sirekap yang paling banyak dilaporkan adalah soal ketidaksesuaian bukti formulir C.Hasil dalam situs Sirekap dengan formulir C.Hasil di tempat pemungutan suara tersebut. Warga juga menemukan bukti hasil penghitungan suara yang berbeda dalam situs Sirekap dengan formulir C.Hasil plano di TPS mereka.

Sementara itu, terkait DPT bermasalah, problem yang ditemukan adalah tidak akuratnya administrasi serta tidak komprehensif dan tidak mutakhirnya data DPT. Hal itu menyebabkan warga yang tidak terdaftar tidak bisa menggunakan hak pilihnya atau menggunakan hak pilih lebih dari satu kali.

Sehubungan dengan netralitas, laporan yang masuk adalah dugaan pelanggaran berupa tindakan yang mengindikasikan keberpihakan aparatur penyelenggara negara kepada pasangan calon presiden (capres) atau calon wakil presiden (cawapres), calon anggota legislatif (caleg), atau partai politik tertentu.

Baca juga: Jaga Demokrasi, Aparatur Negara Dituntut Buktikan Netralitas di Pemilu

Temuan, antara lain, mengarahkan preferensi pilihan politik, turut berkampanye, memberikan dukungan dan mobilisasi terbuka dengan atau tanpa memanfaatkan fasilitas negara atau melalui media sosial resmi.

Pelanggaran pemilu lainnya yang paling banyak dilaporkan adalah modus pembelian suara (vote buying), kampanye yang tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, hingga upaya transfer suara setelah pencoblosan.

Pengunjuk rasa yang terdiri atas beberapa kelompok berkumpul membawa poster dan menggunakan ikat kepala di kawasan Kantor KPU, Jakarta, Rabu (20/3/2024).

KOMPAS/RIZA FATHONI

Pengunjuk rasa yang terdiri atas beberapa kelompok berkumpul membawa poster dan menggunakan ikat kepala di kawasan Kantor KPU, Jakarta, Rabu (20/3/2024).

Pelaku pelanggaran

Pelaku pelanggaran yang paling banyak dilaporkan adalah penyelenggara pemilu, yakni 55 persen. Disusul kemudian caleg 16 persen, aparat negara 10 persen, kepala daerah 8 persen, dan pasangan calon nomor urut 2 sebesar 5 persen. Sisanya adalah warga sipil, pasangan calon nomor urut 3, partai politik, TNI/Polri, kementerian, pasangan calon nomor urut 1, dan presiden serta keluarga presiden.

”Hal itu tentu akan berdampak pada kualitas penyelenggaraan dan integritas Pemilu 2024. Ada banyak penyimpangan atas kode etik dan kode perilaku, kelalaian atau salah prosedur akibat inkompetensi, dan malapraktik yang disengaja,” kata Luky.

Baca juga: Atasi Pelanggaran, Jaga Keadilan Pemilu

Jika dilihat dari lini masa tahapan pemilu, tahapan paling banyak dilaporkan adanya dugaan pelanggaran dan kecurangan adalah saat hari pemungutan suara 14 Februari 2024. Pada hari pencoblosan itu, penyelenggara pemilu paling banyak dilaporkan dengan total 222 kasus, yang terdiri dari pelanggaran prosedural, Sirekap, anomali perhitungan suara, DPT bermasalah, dan intimidasi.

”Jika dilihat dari modus pelanggaran, sebagian besar merupakan kelemahan pemahaman tata cara kepemiluan hingga kelalaian pelaksanaan. Pada 14 Februari 2024, laporan publik mengenai kejanggalan Sirekap juga mulai ditemukan dalam jumlah kasus yang hampir setengahnya dari total laporan dan temuan,” tutur Luky.

Poster-poster dibawa massa Masyarakat Penegak Konstitusi ketika berunjuk rasa di kompleks Tugu Proklamasi, Jakarta, Rabu (6/3/2024). Sejumlah masyarakat dari berbagai latar belakang ini menyuarakan mosi tidak percaya terhadap Presiden Joko Widodo karena sikap ketidaknetralannya sebagai pemimpin negara dalam Pemilu 2024.

KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO

Poster-poster dibawa massa Masyarakat Penegak Konstitusi ketika berunjuk rasa di kompleks Tugu Proklamasi, Jakarta, Rabu (6/3/2024). Sejumlah masyarakat dari berbagai latar belakang ini menyuarakan mosi tidak percaya terhadap Presiden Joko Widodo karena sikap ketidaknetralannya sebagai pemimpin negara dalam Pemilu 2024.

Di masa kampanye, ada 112 kasus terkait ketidaknetralan aparatur penyelenggara negara dan kepala daerah. Selain itu, juga 52 kasus terkait politik uang yang dilakukan caleg, tim sukses pasangan calon nomor urut 2, kepala daerah, partai politik, dan pasangan calon nomor urut 3.

”Pelanggaran kampanye juga cukup banyak, sekitar 53 kasus, yang dilakukan beragam aktor, baik dari caleg maupun timses pasangan calon nomor urut 2,” lanjut Luky.

Pada masa tenang, kegiatan kampanye dan upaya untuk memperoleh suara ternyata tetap berlangsung. Di masa itu ditemukan 18 kasus dugaan pelanggaran politik uang oleh caleg dan 11 kasus pelanggaran prosedural oleh penyelenggara pemilu.

Baca juga: Tidak Tenang di Masa Tenang Pemilu

Adapun di masa rekapitulasi penghitungan, aktor yang paling dominan dilaporkan adalah penyelenggara pemilu dengan temuan 93 kasus Sirekap dan anomali rekapitulasi suara. Aktor kedua adalah para caleg dengan 13 laporan kasus terkait upaya mengubah rekapitulasi suara ataupun upaya jual-beli suara antarsesama caleg maupun penyelenggara pemilu.

Ada banyak penyimpangan atas kode etik dan kode perilaku, kelalaian atau salah prosedur akibat inkompetensi, dan malapraktik yang disengaja.

Ketua Bawaslu periode 2017-2022 Abhan pada diskusi “Menilai Kinerja KPU dalam Kasus Partai Prima” di Kebon Sirih, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (7/3/2023).

AYU NURFAIZAH UNTUK KOMPAS

Ketua Bawaslu periode 2017-2022 Abhan pada diskusi “Menilai Kinerja KPU dalam Kasus Partai Prima” di Kebon Sirih, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (7/3/2023).

Ketua Bawaslu periode 2017-2022 Abhan berpendapat, sangat disayangkan ketika laporan-laporan yang banyak ditemukan pemantau pemilu itu tidak terlalu ditanggapi oleh Bawaslu. Hal itu menjadi catatan krusial soal komitmen penegakan hukum Bawaslu.

Sebab, Bawaslu adalah satu-satunya lembaga yang diberikan kewenangan untuk memproses hukum administrasi dan proses pemilu. ”Jaga Pemilu adalah pemantau yang diakreditasi oleh Bawaslu. Namun, laporan-laporan yang disampaikan belum mendapatkan respons yang memuaskan,” ucap Abhan.

Jika temuan dari Jaga Pemilu menunjukkan subyek pelaku pelanggaran adalah penyelenggara pemilu, hal itu harus menjadi catatan penting. Penyelenggara pemilu harus bersifat independen atau mandiri, profesional, dan kompeten.

Baca juga: Pengawasan Proses Pemilu secara Digital Bisa Melibatkan Masyarakat Luas

Menurut Abhan, temuan 55 persen penyelenggara pemilu diduga melanggar aturan itu cukup tinggi. Pemilu 2024 mesti dievaluasi komprehensif sebab KPU masih akan menghadapi tahapan Pilkada 2024. Penyelenggara pemilu ataupun ASN harus netral dan independen dalam pilkada nanti.

”Kami semua juga menyaksikan rapat dengar pendapat di Komisi II DPR RI di mana ada ratusan laporan pelanggaran netralitas ASN dan ada kasus yang bahkan terbukti. Ini harus menjadi warning (peringatan keras) untuk pilkada nanti. Jangan sampai terulang kembali,” tutur Abhan.

 
  Kembali ke sebelumnya