Selamat datang di website E-PAPER PERPUSTAKAAN DPRRI.

Koleksi Perpustakaan DPR RI

Judul PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN : Gerak Senyap Revisi UU MK
Tanggal 15 Mei 2024
Surat Kabar Kompas
Halaman -
Kata Kunci
AKD - Komisi III
Isi Artikel

Terdengar suara riuh dan tepuk tangan dari ruangan Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat di Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (13/5/2024), sekitar pukul 15.30 WIB. Semua pintu menuju ruangan itu tertutup rapat. Petugas keamanan DPR juga berjaga-jaga di setiap pintu. Selain anggota dewan, tak ada orang lain yang diperbolehkan masuk.

Hanya selang beberapa menit, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Hadi Tjahjanto, serta Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Asep Mulyana, keluar dari ruangan rapat. Mereka sama-sama irit bicara dan berjalan cepat menuju mobilnya masing-masing.

Hadi hanya menegaskan bahwa pemerintah dan DPR baru saja menyepakati revisi keempat Undang-Undang Mahkamah Konstitusi (UU MK) untuk dibawa ke rapat paripurna terdekat guna disahkan menjadi undang-undang.

Ada tiga poin revisi dalam RUU MK kali ini, yakni Pasal 23A, Pasal 27A, dan Pasal 87. Pasal 23A dan 87 mengatur ulang masa jabatan hakim konstitusi, sedangkan Pasal 27A mengatur komposisi Majelis Kehormatan MK.

Menko Polhukam Hadi Tjahjanto bersama perwakilan setiap fraksi partai menandatangani berkas pengambilan keputusan tingkat 1 atas RUU Mahkamah Konstitusi di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (13/5/2024).

KOMPAS/NIKOLAUS HARBOWO

Menko Polhukam Hadi Tjahjanto bersama perwakilan setiap fraksi partai menandatangani berkas pengambilan keputusan tingkat 1 atas RUU Mahkamah Konstitusi di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (13/5/2024).

Rapat pengambilan keputusan itu menjadi janggal karena digelar di luar masa persidangan DPR yang sesungguhnya baru akan dimulai pada Selasa (14/5/2024) ini. Kemarin, seluruh anggota DPR masih dalam masa reses yang seharusnya dimanfaatkan anggota untuk menyerap aspirasi masyarakat di daerah pemilihannya.

Pantauan Kompas, dalam rapat Senin kemarin, hanya perwakilan dari Fraksi PDI-P yang tidak hadir. Sementara perwakilan dari delapan fraksi lain di DPR hadir. Jumlah anggota yang hadir pun hanya sekitar 10 orang dari total 51 anggota Komisi III DPR. Jumlah ini tergolong sangat sedikit untuk sekelas pengambilan keputusan tingkat I atas sebuah RUU kontroversial yang pembahasannya sempat dihentikan semasa Menko Polhukam Mahfud MD.

”Saya masih reses di Bali. Kemarin, kan, hari terakhir (reses). Saya masih fokus reses,” ujar anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDI-P, I Wayan Sudirta, saat ditanya alasan tidak ikut rapat.

Tak hanya Wayan, rekan sefraksinya, yakni Trimedya Pandjaitan, yang juga ditugaskan mengawal RUU MK ini pun mengaku tidak tahu ada rapat persetujuan membawa RUU MK ke paripurna. ”Saya tidak tahu (ada rapat). Tidak ada pemberitahuan,” ungkap Trimedya sambil mengerutkan alis.

Ketua Fraksi PDI-P DPR Utut Adianto dan anggota Komisi III DPR RI Fraksi PDI-P Johan Budi (kanan) memberikan keterangan kepada pers di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Senin (3/10/2022).

KOMPAS/FAKHRI FADLURROHMAN

Ketua Fraksi PDI-P DPR Utut Adianto dan anggota Komisi III DPR RI Fraksi PDI-P Johan Budi (kanan) memberikan keterangan kepada pers di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Senin (3/10/2022).

Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDI-P yang lain, Johan Budi, juga kebingungan mengapa pengambilan keputusan tingkat I itu berlangsung cepat. Bahkan, itu dilakukan di tengah-tengah masa reses. ”Setahu saya, belum ada pandangan mini fraksi juga mengenai RUU MK ini,” tuturnya.

Ketua Kelompok Fraksi PDI-P di Komisi III DPR, Nurdin, mengatakan, memang tidak ada undangan resmi yang masuk ke fraksinya terkait rapat pengambilan keputusan tingkat I atas RUU MK. ”Saya sebagai ketua kelompok fraksi tidak dilapori,” katanya.

Ketua Fraksi PDI-P Utut Adianto menambahkan, seharusnya proses pengambilan keputusan tingkat I dilakukan pada masa sidang. Dalam proses perundingan tingkat I itu, selain dihadirkan menteri-menteri yang ditugaskan oleh Presiden untuk membahas, seluruh fraksi juga diberikan kesempatan menyampaikan pandangannya.

”Ini menjadi periksa buat kita semua,” ucapnya.

Anggota Komisi III DPR, Benny K Harman, saat mengikuti rapat dengan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD di Ruang Rapat Komisi III Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (29/3/2023).

KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO

Anggota Komisi III DPR, Benny K Harman, saat mengikuti rapat dengan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD di Ruang Rapat Komisi III Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (29/3/2023).

Di luar sejumlah anggota Fraksi PDI-P yang telah disebutkan, sebenarnya ada pula beberapa anggota dari fraksi partai lain yang tidak mendapatkan undangan rapat, salah satunya Benny Kabur Harman dari Fraksi Partai Demokrat. Padahal, rekan sefraksinya, Hinca Pandjaitan, hadir dalam rapat. ”Tidak mengerti. Saya tidak dapat undangan dan juga tidak dapat pemberitahuan,” kata Benny.

Memantik kecurigaan

Sementara anggota dari fraksi partai lain ada juga yang menaruh curiga atas rapat tersebut. Sebab, rapat tersebut digelar saat sebagian anggota sedang kunjungan kerja. Hal ini termasuk Ketua Komisi III DPR dari Fraksi PDI-P, Bambang Wuryanto, yang juga ikut kunjungan kerja dan memimpin rombongan.

”Saya curiga jadwal kunjungan kerja ini dibikin supaya sebagian tidak ikutan (rapat) dan tidak terinfo soal RUU MK ini,” beber salah satu anggota yang enggan disebutkan namanya itu.

Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menyampaikan keterangan kepada pers di Jakarta, Senin (23/10/2023).

KOMPAS/ADRYAN YOGA PARAMADWYA

Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menyampaikan keterangan kepada pers di Jakarta, Senin (23/10/2023).

Saya curiga jadwal kunjungan kerja ini dibikin supaya sebagian tidak ikutan dan tidak terinfo soal RUU MK ini.

Secara terpisah, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, pimpinan DPR sudah memberikan izin kepada Komisi III DPR untuk menggelar rapat pengambilan keputusan tingkat I atas RUU MK, Senin kemarin. ”Kalau ada pembahasan (RUU) di masa reses, kan, seharusnya sudah izin pimpinan (DPR). Dan (rapat pengambilan keputusan tingkat I atas RUU MK) itu sudah saya cek, ada izin pimpinannya,” ujarnya.

Proses selanjutnya untuk RUU MK ini, kata Dasco, ialah pengambilan keputusan tingkat II di rapat paripurna. Namun, ia enggan mengungkapkan kapan rapat paripurna itu akan digelar karena masih harus dibahas di rapat Badan Musyawarah (Bamus) DPR.

Melanggar asas transparansi

Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Violla Reininda menilai, pengambilan keputusan tingkat I terhadap RUU MK melanggar asas transparansi dalam pembentukan legislasi. ”Anggota DPR sendiri saja tidak tahu, apalagi masyarakat sipil,” tuturnya.

https://cdn-assetd.kompas.id/NwE6RptQSLgpnIIMpsjr6ekjEIU=/1024x1312/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2024%2F05%2F13%2F9f525263-2adf-4dbe-bb51-9d1681212c9d_png.png

Pengajar hukum tata negara pada Fakultas Hukum Universitas Bengkulu, Beni Kurnia Ilahi, juga berpandangan, pembahasan RUU MK sangat tertutup dan tidak partisipatif sehingga dalam batas penalaran yang wajar, DPR sebagai pembentuk undang-undang telah melanggar empat asas dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, yaitu asas kejelasan tujuan, asas kedayagunaan dan kehasilgunaan, asas kejelasan rumusan, serta asas keterbukaan.

Mengenai pembahasan dan persetujuan yang dilakukan di luar masa sidang, menurut Beni, RUU MK tersebut menjadi cacat formil. Di saat reses, seharusnya DPR menjalankan fungsinya menyerap aspirasi dari konstituen.

Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia Lucius Karus menambahkan, proses pembahasan cepat dan tertutup hanya akan semakin melemahkan kewibawaan MK karena bisa dianggap transaksional lagi. Apalagi, partai di parlemen masih memiliki relasi kepentingan dengan MK terkait sengketa pemilihan kepala daerah nanti.

 
 
Editor:
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
  Kembali ke sebelumnya