Judul | Program Tapera Dikaji Lagi, Pemerintah Akan Minta Masukan Publik |
Tanggal | 31 Mei 2024 |
Surat Kabar | Kompas |
Halaman | 1 |
Kata Kunci | Perumahan,Bank tabungan |
AKD |
- Komisi V |
Isi Artikel | BP Tapera menyatakan peraturan teknis tentang program kepesertaan Tapera tidak keluar dalam waktu dekat. Oleh AGNES THEODORA JAKARTA, KOMPAS — Program kepesertaan wajib Tabungan Perumahan Rakyat atau Tapera tidak akan diimplementasikan dalam waktu dekat. Setelah menuai protes luas dari kalangan pekerja dan pengusaha, pemerintah akan terlebih dulu mendengarkan masukan dari berbagai pemangku kepentingan dan tidak langsung menerbitkan aturan teknis mengenai Tapera. Komisioner Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) Heru Pudyo Nugroho mengatakan, proses menuju implementasi kepesertaan program Tapera, seperti yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Tapera, masih panjang. Pemerintah tidak akan terburu-buru menerbitkan peraturan teknis sebagai turunan dari PP tersebut karena masih perlu mendengar masukan dari berbagai pemangku kepentingan (stakeholder) yang terdampak oleh program tersebut. Perlu diketahui, program yang paling lambat berlaku pada tahun 2027 itu tidak bisa diterapkan tanpa peraturan teknis oleh Kementerian Keuangan, Kementerian Ketenagakerjaan, dan BP Tapera. Sesuai Pasal 15 PP 21/2024, ketiga kementerian/lembaga teknis itu mesti menyusun aturan tentang dasar perhitungan besaran simpanan peserta. "Untuk (menerbitkan) aturan teknis sepertinya tidak dalam waktu dekat. Kami masih perlu proses mendengarkan masukan dari stakeholder terlebih dahulu agar tujuan mulia program Tapera dapat lebih dipahami masyarakat. Yang jelas implementasinya tidak dalam waktu dekat, dengan memperhatikan harapan masyarakat,” kata Heru saat dihubungi, Kamis (30/5/2024). Sebelumnya, PP Nomor 21 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Tapera yang dikeluarkan pemerintah pada 20 Mei 2024 menuai protes keras dari berbagai kalangan. Tidak lagi hanya menyasar pegawai negeri sipil (PNS) seperti dulu, kini kepesertaan Tapera diperluas ke pegawai swasta, BUMN, BUMD, BUMDes, TNI-Polri, sampai pekerja mandiri. Kepesertaan wajib di program Tapera itu pun dinilai memberatkan pekerja dan pengusaha karena adanya beban iuran sebesar 3 persen yang mesti ditanggung bersama oleh keduanya. Pekerja merasa dibebani karena penghasilannya akan dipotong 2,5 persen untuk mengiur simpanan di Tapera. Sementara pengusaha juga keberatan jika harus menanggung porsi 0,5 persen dari beban iuran itu. Apalagi, keduanya kini sudah harus menanggung beban iuran yang cukup besar pula untuk jaminan kesehatan, jaminan ketenagakerjaan, dan pajak penghasilan. Telanjur punya rumahHeru mengatakan, selain mendengarkan masukan publik dan menggencarkan sosialisasi, BP Tapera juga masih akan mengkaji ulang sejumlah hal terkait model finansial dan skema manfaat untuk peserta. Terutama, untuk peserta ”penabung mulia” alias pekerja yang sudah telanjur punya rumah. ”Skema benefit yang masih mau dikaji ini terutama untuk para peserta penabung mulia yang tidak memanfaatkan pembiayaan KPR (kredit pemilikan rumah), KBR (kredit pembangunan rumah), maupun KRR (kredit renovasi rumah),” ujarnya. Saat ditanyakan apakah keseluruhan proses itu akan dirampungkan di periode kepemimpinan Joko Widodo yang berakhir Oktober 2024 ini atau dilanjutkan pada pemerintahan Prabowo Subianto, Heru menjawab, jalan menuju implementasi program Tapera masih cukup panjang. ”Selain proses regulasi teknis yang masih perlu hearing (dengan publik), BP Tapera juga masih terus mengembangkan financial model dan skema benefit supaya ini bisa memberi manfaat yang optimal bagi peserta. Jadi, masih cukup panjang (prosesnya),” kata Heru. Serangkaian rapatSinyal ”kehati-hatian” pemerintah untuk menerapkan program Tapera sesuai amanat PP 21/2024 mulai terlihat setelah penerbitan PP tersebut disambut protes keras dari publik. Selama tiga hari terakhir, sejak isu Tapera ramai di media massa dan media sosial pada Senin (27/5/2024), sorotan tajam memang bertubi-tubi datang dari berbagai kalangan. Untuk menanggapi reaksi publik, pada Rabu (29/5/2024) pemerintah pun menggelar rapat koordinasi di Kantor Staf Presiden (KSP). Rapat tersebut dihadiri perwakilan dari masing-masing kementerian/lembaga (K/L) yang terlibat dalam Komite Tapera, yaitu Badan Pengelola (BP) Tapera, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Keuangan, dan Otoritas Jasa Keuangan. Rapat selama kurang lebih 2 jam yang dipimpin Deputi III Bidang Perekonomian KSP Edy Priyono itu digelar untuk membahas narasi komunikasi pemerintah dalam menyikapi respons publik, memperkuat koordinasi antar-K/L, menggencarkan sosialisasi ke publik dan pemangku kepentingan, serta persiapan untuk menggelar konferensi pers bersama. Beberapa agenda yang sebelumnya dijadwalkan pun sontak berubah. Awalnya, BP Tapera merencanakan konferensi pers pada Kamis (30/5/2024) untuk mengklarifikasi duduk persoalan tentang PP 21/2024. Undangan untuk perhelatan konferensi pers itu bahkan sudah disebar ke awak media sejak Rabu siang. Namun, setelah serangkaian rapat koordinasi di internal pemerintah, agenda itu dibatalkan. Surat pemberitahuan pembatalan disebar pada Rabu malam. Sebagai gantinya, pemerintah akan mengadakan konferensi pers gabungan pada Jumat (31/5/2024) siang pukul 14.00. Konferensi pers yang digelar KSP dan Kementerian Komunikasi dan Informatika itu akan dihadiri perwakilan dari masing-masing K/L anggota Komite Tapera serta turut menghadirkan testimoni dari penerima manfaat Tapera. Tidak tepatSecara terpisah, Partai Buruh dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menilai, program Tapera tidak tepat untuk dijalankan saat ini dengan memotong upah buruh dan peserta. Presiden Partai Buruh Said Iqbal mengatakan, belum ada kejelasan terkait program Tapera, khususnya kepastian buruh mendapat rumah setelah bergabung dengan program itu. ”Selain itu, dalam lima tahun terakhir, upah riil buruh (daya beli buruh) turun 30 persen akibat upah yang tidak naik selama hampir tiga tahun berturut-turut. Tahun ini naik, tetapi upahnya murah sekali. Bila dipotong lagi 3 persen untuk Tapera, tentu beban hidup semakin berat,” kata Said. Ia pun meminta pemerintah untuk mengkaji ulang penerapan program Tapera agar tidak langsung diterapkan dalam waktu dekat. Upah buruh juga perlu dinaikkan secara layak agar iuran tidak memberatkan. ”Perlu kajian ulang dan pengawasan agar program ini siap dijalankan tanpa korupsi dan tidak memberatkan buruh, PNS, TNI, Polri, dan peserta Tapera,” katanya. |
Kembali ke sebelumnya |