Selamat datang di website E-PAPER PERPUSTAKAAN DPRRI.

Koleksi Perpustakaan DPR RI

Judul Energi dari Nyala Gas Si ”Julang Emas”
Tanggal 01 April 2024
Surat Kabar Kompas
Halaman -
Kata Kunci
AKD - Komisi VII
Isi Artikel

Sumur Julang Emas di Banggai menjadi temuan baru Pertamina. Tambahan cadangan gas di tengah berbagai tantangan.

Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS

 

Di sebuah sumur yang berbatas bukit, api menyembur tinggi. Uji nyala gas di sumur Julang Emas yang baru ditemukan itu menunjukkan hasil yang akan berdampak pada produksi hingga proses transisi energi. Namun, arah pengembangan harus disinkronkan pada hilirisasi yang holistik.

 

Puluhan pekerja bersiaga. Di sumur yang telah tuntas digali, api menyala setinggi kisaran 12 meter. Mereka sigap mengawasi proses uji nyala (firing test) sumur Julang Emas (JLE)-001 di Desa Benteng, Banggai, Sulawesi Tengah. Lokasi sumur berjarak lebih dari 70 kilometer dari Luwuk, ibu kota Banggai.

Terik matahari pada Minggu (31/3/2024) jelang siang, di bulan Ramadhan, tidak menyurutkan langkah mengawal tahapan dalam uji produksi ini. Dalam kabin dari kontainer, Adib Wahyu Hidayat (29), salah seorang operator, memantau layar di depannya. Kurva yang terbentuk menunjukkan hasil yang cukup menggembirakan. Eksplorasi sumur baru Julang Emas (JLE)-001 menuai hasil.

”Kami monitor semua parameter yang akan diuji kembali nantinya,” kata Adib. Menurut dia, ”Kalau lihat api yang konsisten itu bikin bahagia.”

Uji nyala untuk pertama kali dilakukan di sumur Julang Emas tersebut. Setelah penggalian sejak akhir Januari, uji produksi dimulai. Salah satu tahapan adalah dengan uji nyala untuk melihat potensi dan kemampuan produksi sumur tersebut. Pengujian nyala gas akan dilakukan selama tiga hari. Sementara itu, total waktu uji produksi akan memakan waktu selama tujuh hari. Hasil uji akan menunjukkan kemampuan produksi dan potensi di sumur tersebut.

Sumur Julang Emas (JLE)-001 yang menjadi temuan sumur gas baru Pertamina EP di Desa Benteng, Moilong, Banggai, Sulawesi Tengah, Minggu (31/3/2024). Temuan gas berada di kedalaman 2.395 meter hingga 2.406 meter.

KOMPAS/SAIFUL RIJAL YUNUS

Sumur Julang Emas (JLE)-001 yang menjadi temuan sumur gas baru Pertamina EP di Desa Benteng, Moilong, Banggai, Sulawesi Tengah, Minggu (31/3/2024). Temuan gas berada di kedalaman 2.395 meter hingga 2.406 meter.

Sumur Julang Emas adalah salah satu sumur yang dieksplorasi oleh Pertamina EP di wilayah Kabupaten Banggai. Nama Julang Emas diambil dari nama keluarga burung endemik di wilayah ini, yaitu julang sulawesi dan kangkareng sulawesi. Burung ini masuk dalam keluarga rangkong yang semakin terancam.

Adapun proses pengeboran dilakukan hingga kedalaman 2.550 meter. Temuan gas berada di dua lapisan, yaitu lapisan 2.421 meter hingga 2.425 meter dan lapisan 2.395 meter hingga 2.406 meter. Pengeboran dilakukan dengan teknik diagonal berarah, dengan formasi batuan karbonat.

Baca juga: Julang Emas, Sumur Gas Baru Temuan Pertamina di Banggai

”Kami bersyukur dengan temuan ini karena terlihat hasil yang baik. Ini temuan pertama di tahun ini di mana waktu pengeboran juga lebih cepat dari target yang ditentukan,” jelas Henry Prasetya, drilling specialist di sumur Julang Emas. Total waktu pengeboran rencananya berlangsung 80 hari. Akan tetapi, hingga uji produksi saat ini, tim telah mempersingkat hingga enam hari dari rencana sebelumnya.

Sumur Julang Emas berada di area kerja Donggi Matindok Field. Perusahaan di bawah Pertamina EP tersebut saat ini mengelola 15 sumur. Field Manager Donggi Matindok Field (DMF) Ridwan Kiay Demak menuturkan, temuan ini bisa menambah produksi gas ke depan. Saat ini, DMF mampu memproduksi gas rerata 95 standar kaki kubik per hari (MMSCFD), di mana sebanyak 85 MMSCFD untuk pasar ekspor. Hasil produksi gas ini diperoleh dari 15 sumur yang saat ini dikelola. Selain itu, juga ada hasil kondensat di kisaran 800 barel per hari.

Karyawan memantau operasi pengolahan gas Central Processing Plant (CPP) milik Pertamina EP Donggi Matindok Field di Banggai, Sulawesi Tengah, Senin (1/4/2024). Dua CPP yang diolah Donggi Matindok Field bisa memproduksi 95 standar kaki kubik per hari (MMSCFD).

KOMPAS/SAIFUL RIJAL YUNUS

Karyawan memantau operasi pengolahan gas Central Processing Plant (CPP) milik Pertamina EP Donggi Matindok Field di Banggai, Sulawesi Tengah, Senin (1/4/2024). Dua CPP yang diolah Donggi Matindok Field bisa memproduksi 95 standar kaki kubik per hari (MMSCFD).

Menurut Ridwan, kapasitas produksi fasilitas pengolahan DMF masih bisa mencapai 115 MMSCFD per hari. ”Tentu jika Julang Emas beroperasi akan menambah produksi kita yang saat ini masih stabil,” katanya.

Eksplorasi dan hilirisasi

Selain Julang Emas, eksplorasi telah dilakukan di sejumlah titik sumur lainnya. Sebelumnya, ada East Wolai (EWO)-001 dan West Wolai (WWO)-001 yang juga berada di Kabupaten Banggai. Akan tetapi, temuan di kedua sumur ini kurang menggembirakan.

Baca juga: Mengolah Gas Bumi dari Donggi Matindok Field

Ke depan, sejumlah sumur juga akan dieksplorasi. Pengeboran eksplorasi ini dimaksudkan untuk menguji dan mengevaluasi potensi kandungan migas dengan jumlah sumber daya yang akan dibuktikan lebih kurang 40 MMBOE (million barrels of oil equivalent) dari dua formasi target.

Tentu menjadi kabar bahagia di tengah upaya menggenjot produksi dan ketergantungan impor gas. Di sisi lain, juga mempercepat transisi energi, di mana gas menjadi sumber fosil yang minim emisi.

Dalam keterangan resminya, Direktur Regional Indonesia Timur Subholding Upstream Pertamina Muhamad Arifin mengatakan, potensi migas, khususnya gas bumi, di wilayah Sulawesi cukup besar. Hal itu membuat SKK Migas mendorong dilaksanakan kegiatan eksplorasi di wilayah ini untuk mendukung target produksi nasional minyak satu juta barel per hari (bph) dan gas sebesar 12 miliar standar kaki kubik per hari (BSCFD) pada tahun 2030.

”Pengeboran eksplorasi yang kami lakukan merupakan rangkaian Drilling Campaign untuk menggenjot temuan cadangan di wilayah Indonesia bagian timur. Setelah tahun 2022 kami melakukan pengeboran eksplorasi di Papua, tahun 2023 hingga 2025 kami akan mengeksplorasi area Sulawesi,” ujarnya.

https://cdn-assetd.kompas.id/gogrdsaPWesJHv9XE4o_9rKheuY=/1024x506/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2024%2F02%2F19%2F628ff721-12b5-430d-85ab-75769184abc4_png.png

Arifin menambahkan, perusahaan berharap mendapatkan temuan cadangan dengan pengeboran di area JLE sehingga dapat menambah kemampuan pasok dengan jangka waktu minimal 15-20 tahun untuk mendukung kebutuhan industri di wilayah tersebut.

”Dengan kegiatan ini, kami berharap bisa memberikan kontribusi yang signifikan untuk ketahanan energi di kawasan Sulawesi,” tambahnya.

Tahun 2023, performa sektor gas bumi ditandai dengan penemuan dua sumber gas besar. Pertama adalah temuan di laut lepas Kalimantan Timur oleh perusahaan minyak dan gas bumi asal Italia, Eni, dengan potensi 5 triliun kaki kubik (TCF) gas. Kedua, temuan di sumur eksplorasi Layaran-1, South Andaman, di lepas pantai Sumatera bagian utara, dengan potensi 6 TCF gas.

Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mencatat, dua temuan itu menjadi yang terbesar di Indonesia sejak 2000 atau ketika ditemukannya sumber gas di lapangan Abadi, Blok Masela, Maluku (Kompas, 22/1/2024).

Komaidi Notonegoro dari Refominer Institute menjelaskan, temuan sumur gas baru seperti Julang Emas tentu membawa angin segar untuk produksi gas di Indonesia. Hal ini menambah ”nyala” gas dalam negeri dan mempercepat peta jalan pengembangan gas.

Foto aerial area pengolahan gas Central Processing Plant (CPP) milik Pertamina EP Donggi Matindok Field di Banggai, Sulawesi Tengah, Sabtu (30/3/2024). Dua CPP yang diolah Donggi Matindok Field bisa memproduksi 95 standar kaki kubik per hari (MMSCFD).

KOMPAS/SAIFUL RIJAL YUNUS

Foto aerial area pengolahan gas Central Processing Plant (CPP) milik Pertamina EP Donggi Matindok Field di Banggai, Sulawesi Tengah, Sabtu (30/3/2024). Dua CPP yang diolah Donggi Matindok Field bisa memproduksi 95 standar kaki kubik per hari (MMSCFD).

”Tentu menjadi kabar bahagia di tengah upaya menggenjot produksi dan ketergantungan impor gas. Di sisi lain, juga mempercepat transisi energi, di mana gas menjadi sumber fosil yang minim emisi,” jelasnya.

Hanya saja, ia melanjutkan, pengembangan gas selama ini menghadapi sejumlah tantangan, mulai dari minimnya fasilitas hingga tidak sinkronnya produksi dan permintaan. Akibatnya, pengembangan tidak bisa optimal.

Baca juga: Punya Gas Alam Banyak, Kenapa Indonesia Impor Elpiji Besar-besaran?

Di sisi lain, tambah Komaidi, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Selatan adalah daerah kaya nikel dengan industri yang meningkat pesat. Kawasan tersebut tentu membutuhkan energi besar untuk produksi. Sayangnya, selama ini energi smelter nikel sebagian besar bergantung pada batubara.

Temuan sumur gas dan pengembangan industri hilirisasi nikel bisa menjadi jalan tengah yang menggabungkan keduanya. Dengan begitu, produksi memiliki arah untuk pengembangan, khususnya di area Sulawesi.

Asap tebal keluar dari cerobong di kawasan Indonesia Morowali Industrial Park di Bahodopi, Morowali, Sulawesi Tengah, Rabu (7/2/2024). Warga mengeluhkan polusi dan debu yang semakin tebal.

KOMPAS/SAIFUL RIJAL YUNUS

Asap tebal keluar dari cerobong di kawasan Indonesia Morowali Industrial Park di Bahodopi, Morowali, Sulawesi Tengah, Rabu (7/2/2024). Warga mengeluhkan polusi dan debu yang semakin tebal.

 
  Kembali ke sebelumnya