Selamat datang di website E-PAPER PERPUSTAKAAN DPRRI.

Koleksi Perpustakaan DPR RI

Judul Opsi Kelembagaan Baru Percepatan Perumahan Rakyat
Tanggal 16 Juli 2024
Surat Kabar Kompas
Halaman -
Kata Kunci
AKD - Komisi V
Isi Artikel

Dua opsi pembentukan kelembagaan, berupa kementerian dan badan menuai diskursus.

Oleh BM LUKITA GRAHADYARINI

 

Wacana perlunya kelembagaan negara yang fokus dalam percepatan pembangunan perumahan rakyat menguat. Hal itu terkait dengan Calon Presiden terpilih Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka yang menargetkan program pembangunan 3 juta rumah per tahun.

Saat ini, urusan perumahan rakyat dikelola oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Pelaksanaan program sejuta rumah yang diusung pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin dinilai belum optimal mengatasi persoalan kekurangan (backlog)rumah di Indonesia. Per tahun 2023, angka kekurangan rumah di Indonesia menembus 9,9 juta unit dengan laju kekurangan rumah per tahun bertambah 600.000-700.000 unit seiring penambahan keluarga baru.

Persoalan dasar perumahan dinilai tidak cukup diselesaikan dari aspek pembiayaan, tetapi juga percepatan penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman dengan harga terjangkau. Wacana berkembang dengan munculnya opsi pembentukan Kementerian Perumahan dan Kawasan Perkotaan, serta pembentukan Badan Percepatan Penyelenggaraan Perumahan (BP3).

Sebelumnya, Indonesia sudah pernah memiliki Kementerian Perumahan Rakyat selama beberapa periode. Nomenklatur terakhir Kementerian Perumahan Rakyat berlangsung pada tahun 2004-2010, sebelum akhirnya dilebur menjadi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

Sementara itu, Undang-Undang Cipta Kerja mengamanatkan pembentukan Badan Percepatan Penyelenggaraan Perumahan (BP3) untuk mempercepat penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman. Beleid itu kemudian dituangkan lagi lewat Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2021 tentang BP3.

Dua opsi pembentukan kelembagaan, berupa kementerian dan badan itu menuai diskursus. Pandangan publik terbelah terkait opsi yang lebih cocok diterapkan pemerintah mendatang. Hal itu berkaitan pula dengan kebijakan anggaran dan penyusunan nomenklatur.

Ketua Umum The Housing dan Urban Development (HUD) Institute, Zulfi Syarif Koto, berpandangan, pihaknya telah melakukan kajian terkait BP3. Dari hasil kajian itu, pembentukan BP3 dinilai menjadi solusi untuk mempercepat pemenuhan tempat tinggal yang layak, aman dan terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan rendah, serta pembangunan perkotaan yang berkelanjutan.

Ia menilai, pembentukan kementerian baru di bidang perumahan dan kawasan perkotaan akan memakan waktu operasional hingga 2-3 tahun, antara lain penyiapan sumber daya manusia, nomenklatur, regulasi, dan prosedur standar operasional. Sementara laju kekurangan rumah terus bertambah. Pembentukan BP3 yang merupakan amanat UU Cipta Kerja dinilai menjembatani kebutuhan percepatan pembangunan perumahan, hingga kementerian baru dapat berfungsi.

”Tidak perlu ada tarik menarik opsi BP3 dan kementerian. Kementerian baru di bidang perumahan tetap perlu dibentuk untuk kebijakan strategis dan program, sedangkan BP3 untuk eksekutor percepatan. BP3 dapat berada di bawah Kementerian PUPR hingga pada saat yang tepat bergabung ke Kementerian Perumahan,” ujar Zulfi, saat dihubungi, Senin (15/7/2024).

BP3 yang berfungsi untuk percepatan penyediaan rumah hingga kini belum beroperasi. Realisasi BP3 perlu didorong untuk memacu pemenuhan hunian layak bagi masyarakat berpenghasilan rendah di kawasan perkotaan dan perdesaan.

Selain itu, perlu sinergi dengan pemangku kepentingan ekosistem perumahan, seperti Perum Perumnas, Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera), PT Sarana Multigriya Finansial (Persero), Badan Bank Tanah, Asosiasi Pengembang, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan, koperasi, dan lembaga swadaya masyarakat.

Ketua Majelis Tinggi The HUD Institute, Andrinof A Chaniago, mengemukakan, kelembagaan BP3 harus segera dieksekusi. BP3 menjadi dasar hukum bagi calon pasangan presiden terpilih Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dalam transformasi kelembagaan pembangunan perumahan kawasan perkotaan dan perdesaan, serta program penyediaan 3 juta rumah.

”Kebijakan perumahan harus berangkat dari persoalan dasar. Hal itu guna menjawab masalah besar kekurangan rumah yang masih tinggi, rumah tidak layak huni, kawasan kumuh kota, dan kesulitan akses yang dialami kelompok masyarakat berpenghasilan rendah,” ujar Andrinof, yang juga Mantan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) 2014-2015, dalam konferensi pers, beberapa waktu lalu.

Muhamad Joni, Ketua The HUD Institute, menambahkan, BP3 berperan menyediakan tanah untuk perumahan, dan bersinergi dengan Badan Bank Tanah untuk mengatasi backlog rumah. BP3 dinilai menjadi motor percepatan untuk harmonisasi dan menjembatani ekosistem pembiayaan dan penyediaan rumah. ”BP3 harus satu kesatuan dengan ekosistem perumahan dan kementerian yang mengatur perumahan,” katanya.

Anggota Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Panangian Simanungkalit, secara terpisah, Senin, mengemukakan, ekosistem pembiayaan serta ekosistem penyediaan rumah selama ini kerap tidak sesuai (mismatch) akibat egosektoral lintas kelembagaan. Pembentukan Kementerian Perumahan dan Kawasan Perkotaan dinilai sebagai solusi untuk memperkuat koordinasi lintas kelembagaan.

Secara esensial, BP3 dinilai memiliki tugas dan kewenangan operasional untuk menagih kewajiban pengembang atas hunian berimbang, yakni setiap pembangunan 1 rumah mewah wajib membangun 1 rumah menengah dan 1 rumah sederhana sehingga menambah kepastian pasokan rumah. Selain itu, off taker terhadap proyek perumahan yang mangkrak. ”Pembentukan BP3 merupakan tambahan yang melengkapi dan tidak akan berbenturan dengan kementerian perumahan dan kawasan perkotaan,” ujarnya.

Ia menambahkan, program 3 juta rumah merupakan terbesar dalam sejarah perumahan di Indonesia yang bertujuan mempercepat penyelesaian kekurangan rumah. Terobosan dibutuhkan untuk menyelesaikan kekurangan rumah 10 juta unit dalam kurun 20 tahun. Oleh karena itu, perlu didukung adanya kementerian guna pembuatan regulasi hingga fungsi koordinasi.

Di sisi lain, kementerian memiliki kewenangan dalam pembenahan data kekurangan rumah, untuk memastikan program pembiayaan yang tepat, serta identifikasi pola pendirian rumah bagi masyarakat berbasis riset.

  Kembali ke sebelumnya