Judul | Pengelolaan Dana REDD+ Harus Lebih Fleksibel untuk Capai Target NDC |
Tanggal | 04 Oktober 2024 |
Surat Kabar | Media Indonesia |
Halaman | - |
Kata Kunci | Industri |
AKD |
- Komisi XI |
Isi Artikel | INDONESIA menunjukkan kepemimpinannya dalam kerja sama Selatan-Selatan dengan menjadi tuan rumah acara South-South Exchange 2024 (SSE 2024), akhir September lalu yang mempertemukan para delegasi dari berbagai negara, yakni Brazil, Ekuador, Indonesia, Kamboja, Kosta Rika, dan Republik Demokratik Kongo untuk menciptakan peluang kemitraan dalam mempercepat aksi iklim global demi mengurangi khususnya dari sektor kehutanan (Forest and Other Land Use/FOLU) di Negara yang berpartisipasi dalam kerja sama Selatan-Selatan.
"Peluang akses dana REDD+ RBP dapat menjadi pendanaan utama untuk mencapai NDC di sektor FOLU. Negara-negara dengan hutan tropis masih memerlukan akses terhadap pendanaan iklim dalam jumlah yang lebih besar untuk mencapai target NDC-nya. Pengelolaan pendanaan REDD+ RBP ini memerlukan instrumen/skema yang lebih fleksibel untuk mengefisienkan dan mengefektifkan pelaksanaan programnya," ujar Joko seperti dikutip dari keterangan tertulis UNDP, yang diterima Jumat (4/10). SSE 2024 memberikan wadah bagi negara-negara peserta untuk bertukar wawasan, berbagi pengalaman dan memperkuat kerja sama dalam pengelolaan program pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation/REDD+) dengan pendanaan Pembayaran Berbasis Hasil (Results-Based Payments/RBP) di bawah skema Green Climate Fund (GCF) serta skema pendanaan iklim lainnya. Penguatan kapasitas arsitektur REDD+ dan pendukungnya dilakukan melalui pematangan elemen arsitektur REDD+ nasional, antara lain, penyesuaian STRANAS REDD+ dengan target NDC, Acuan Tingkat Emisi di Sektor Kehutanan (Forest Reference Emission Level/FREL) yang dijadikan acuan tingkat emisi sub nasional, Kerangka Pengaman REDD+ (Safeguard Information System REDD+), kebijakan pemantauan, pelaporan, dan verifikasi (Monitoring, Reporting, and Verification/MRV), Sistem Registri Nasional (SRN), serta kebijakan carbon pricing. Di samping penguatan nasional, arsitektur REDD+ di tingkat daerah juga didukung penerapannya dengan pengukuran FREL provinsi, dan pembuatan SIS-REDD+ dan MRV provinsi.
Baca juga : Indonesia Perkuat Komitmen Atasi Dampak Perubahan Iklim di Second NDC Joko menyebut sebagai salah satu pelopor dalam inisiatif REDD+, Indonesia telah menunjukkan keseriusannya dalam melakukan pengelolaan hutan berkelanjutan. Pada tahun 2007, Indonesia menjadi tuan rumah dan memfasilitasi negosiasi pada United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) Conference of the Parties ke-13 di Bali. "Melalui pertemuan ini, Indonesia memainkan peran penting karena untuk pertama kalinya konsep REDD+ dikembangkan untuk mencakup pengelolaan hutan berkelanjutan, dan peningkatan karbon stok hutan, serta mendorong adanya insentif pendanaan bagi negara-negara yang berhasil menunjukkan kinerja pengurangan emisinya," terangnya. Manfaat dari insentif yang didapatkan Indonesia diperuntukkan untuk mendukung kembali implementasi REDD+ dengan mengacu pada Strategi Nasional (STRANAS) REDD+. Program REDD+ yang dituangkan dalam STRANAS tersebut akan dihitung kontribusinya terhadap capaian target NDC yang selaras dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2019–2024. Dr. Aretha Aprilia, Kepala Unit Lingkungan, UNDP Indonesia mengatakan pihaknya berkomitmen penuh untuk mendukung visi Indonesia dalam mencapai target NDC dan FOLU Net Sink 2030. "Kemitraan kami dengan pemerintah Indonesia dan pemangku kepentingan internasional lain akan terus fokus pada pemanfaatan pembiayaan inovatif, peningkatan kapasitas dan kebijakan sehingga sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs)," ucapnya. (Ind)
|
Kembali ke sebelumnya |