Judul | Gerakan Generasi Z Jaga Anak Muda Agar tak Terjerumus Judol |
Tanggal | 07 Oktober 2024 |
Surat Kabar | Media Indonesia |
Halaman | - |
Kata Kunci | |
AKD |
- Komisi I - Komisi VI |
Isi Artikel | SEJUMLAH polisi terlihat berjaga di depan sebuah ruko yang berada di Jl Gelora, Purwokerto Timur, Banyumas, Jawa Tengah (Jateng) pada Rabu (19/6) silam. Di dalam ruko, petugas dari Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polresta Banyumas melakukan penggeledahan. Ada dua lokasi lagi yakni di Jl Kolonel Sugiono, Kelurahan Kranji, Kecamatan Purwokerto Timur dan Jl Kamandaka, Kelurahan Bobosan, Kecamatan Purwokerto Utara. Ketiga lokasi ternyata menjadi markas judi online (judol). Setelah melakukan penggeledahan, Polresta Banyumas menyita di antaranya adalah 502 set komputer, 90 PC, 11 unit HP dan lainnya. Selain itu, polisi juga menangkap belasan tersangka yang usianya masih relatif muda, dominan pada usia 18-22 tahun. Dalam pemeriksaan lanjutannya, polisi mengungkap bahwa omzet judol di tiga lokasi di Purwokerto tersebut mencapai Rp3,4 miliar. Kasat Reskrim Polresta Banyumas Komisaris Andryansyah Rithas Hasibuan mengatakan pihaknya mengungkap judol setelah mendapat informasi dari masyarakat. “Kedok yang dipakai adalah game online. Ketiga lokasi saling terkait. Masing-masing tempat memiliki peran. Ada yang membuat akun sebanyak-banyaknya, kemudian ada pengolahan level dan lainnya,”kata Kasat Reskrim beberapa waktu lalu. Pengungkapan markas judi yang beromzet hingga Rp3,4 miliar per bulan tersebut mengejutkan bagi masyarakat di Purwokerto. Dan jelas-jelas bahwa judol tersebut sangat meresahkan. Apalagi banyak bukti ditemukan bahwa judol benar-benar sangat merusak. Tak hanya menghabiskan uang, tetapi juga sampai berdampak pada rusaknya rumah tangga. Ini dialami oleh Ani, 37, warga Kota Purwokerto. Ia masih trauma saat mendengar judol. Bagaimana tidak, rumah tangganya hancur dan kini dia menjadi single parent untuk mengurus dua anaknya yang masih mengenyam sekolah dasar (SD). “Saya merasakan benar bagaimana judol itu merusak. Rumah tangga saya hancur karena mantan suami saya terjerat judol. Saya tidak pernah mendapatkan nafkah termasuk untuk anak-anak. Bahkan, motor juga dijual. Kira-kira dua tahun saya mengalami situasi yang sama sekali tidak enak. Ya sudah, saya mengambil langkah untuk melakukan perceraian,”ungkap dia saat berbincang dengan Media Indonesia pada Sabtu (5/10). Menurut Ani, dia mengambil sikap tegas karena judol benar-benar telah menjeratnya. Ia mengaku beruntung belum punya rumah. “Kalau sudah punya, barangkali juga dijual,”katanya. Pengalaman Ani menjadi cerita tragis karena judol benar-benar membuat orang terpuruk. Bahkan, tidak pernah ada fakta di mana judol membuat seseorang menjadi kaya. Gerakan Digital Gen Z Di daerah, Dinas Komunikasi dan Informatika (Dinkominfo) Banyumas melakukan upaya preventif dengan melaksanakan sosialisasi kepada masyarakat mengenai bahaya judol. “Biasanya kami melakukan sosialisasi soal literasi digital. Salah satunya adalah memberikan pemahaman kepada masyarakat terkait dengan bahaya judol. Kami mengajak seluruh elemen termasuk tokoh agama dan tokoh masyarakat untuk bersama-sama secara preventif menanggulangi judol,”jelas Kepala Bidang Informasi Komunikasi Publik (IKP) Kominfo Banyumas Heri Purwanto. Ia banyak mendapatkan cerita mengenai dampak buruk adanya judol di masyarakat. Bahkan, dirinya menyaksikan dengan mata kepala sendiri, bagaimana sebuah keluarga akhirnya hancur akibat judol. “Banyak cerita yang terjerat judol, akhirnya utangnya menumpuk melalui pinjol. Inginnya untung, malah jadi buntung. Karena itulah, upaya preventif terus kami lakukan,”katanya. Yang menarik juga, anak-anak muda yang tergabung dalam Forum Anak Banyumas juga merasa prihatin dan terpanggil untuk ikut serta memberantas, karena berdasarkan data ada 80 ribu anak yang terjerumus judol. Apalagi, tidak sedikit remaja baik milenial maupun Generasi Z yang terjerat dalam judol. Forum Anak Banyumas yang diketuai oleh Rizki Dwi Yuliarti berkampanye di media sosial. Mereka membuat film animasi. Ceritanya mengenai remaja yang terjerat dalam judol. Uang habis, motor, bahkan sampai rumahnya juga melayang. Di akhir animasi, ada pesan dengan bahasa Banyumasan. “Budi Ari Setiadi , Menteri Kominfo menyatakan saiki Indonesia darurat judi online. Akeh anak-anak lan remaja sing dadi korban. Mayuh bijak nganggo internet sing apik, kanggo masa depan luwih becik. Skip judi online, mayuh makaryo” Rizki mengatakan komunitasnya memang prihatin dengan fenomena judi online yang menjerat anak-anak dan remaja. “Karena mereka tidak terpisahkan dari dunia digital, maka kami membuat kampanye dengan animasi di dunia maya. Kami juga membuat filter skip judol. Ini semua bagian dari kampanye antisipasi judol khususnya bagi Generasi Z,”jelas mahasiswi Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto tersebut. Kampanye yang dilakukan dikemas dalam bentuk games. Intinya adalah bagaimana membangun kesadaran anak-anak untuk think before you click. “Kami mempunyai program Semarak, yakni sebuah kegiatan turun ke lapangan, misalnya pada saat car free day. Di situ, Forum Anak Banyumas mengadakan acara games disertai dengan menyediakan doorprize. Sehingga banyak anak yang tertarik. Masuklah kami di situ untuk melaksanakan edukasi terkait dengan internet sehat,” kata Rizki. Ada juga kegiatan lain yang dilakukan Forum Anak Banyumas yakni Tilik Desa atau turun ke desa-desa. “Kegiatan Tilik Desa ini untuk menjangkau anak-anak yang berada di pedesaan. Kami mengadakan sosialisasi kepada anak-anak di desa dan meningkatkan literasi media digital yang sehat. Salah satu tagline yang kami ambil adalah Jagoan itu jaga bareng, judi online dilawan. Ini sudah kami lakukan selama dua tahun terakhir. Intinya adalah bagaimana menyadarkan kepada generasi muda untuk tidak terjerumus ke dalam judi online dan menggunakan gawai secacara bijak,” tandasnya. Sementara pegiat Forum Anak Jawa Tengah Muhammad Meizar Brahmantyo mengatakan pihaknya memiliki program kunjungan ke sekitar 200 sekolah. Mereka mensosialisasikan bagaimana bermedia sosial secara bijak.
Brahmantyo mengatakan forum anak mempunyai program yang disebut sebagai 2P yakni pelopor dan pelapor. “Untuk pelopor, kami membuat video, leaflet, pamflet dan bentuk media lainnya untuk mencegah anak-anak tidak bermain judi online. Sedangkan untuk kedua pelapor adalah melaporkan kepada pihak berwenang, ketika dikasih tahu teman sebaya atau orang tua tidak lagi mempan. Bukan berarti kami melaporkan supaya diproses hukum, namun lebih ke pendekatan psikologis mereka agar tidak terjerumus, salah satunya adalah judi online,” ujarnya. Berbagai upaya memang harus dilakukan untuk melawan judi online. Perlu sinergitas antarelemen masyarakat untuk memberangus judi online. “Fakta membuktikan, tak ada cerita orang jadi kaya dan sejahtera karena judi online. Justru ketika bermain judi, kekayaan bakal hilang seketika, bahkan bisa menghancurkan keluarga. Algoritma awal barangkali menang duLu ya, setelah terjerumus kalah terus,” ungkap Brahmantyo. Inilah pentingnya peran serta masyarakat khususnya Generasi Z yang aktif di dunia maya, karena menjadi salah satu garda terdepan untuk memberangus judi online. (H-2)
|
Kembali ke sebelumnya |