Jakarta (ANTARA) - Polisi Khusus (Polsus) Kelautan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menangani sebanyak 108 kasus pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil periode Januari hingga September 2024.
"Saya mengapresiasi jajaran PSDKP khususnya Polsus atas kinerjanya dalam bidang kelautan yang membanggakan dalam empat tahun terakhir ini,” kata Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono saat membuka kegiatan Rapat Koordinasi Nasional Polisi Khusus Kelautan Tahun 2024 di Batam, Kepulauan Riau, Kamis.
Menteri KKP menyampaikan bahwa hal itu berhasil ditangani melalui kegiatan patroli di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, serta menerima pengaduan masyarakat terkait kegiatan yang merusak sumber daya kelautan dan perikanan.
Trenggono menilai bahwa peran Polsus penting untuk menjaga ekologi sumber daya kelautan dan juga terus mengawasi serta berani menertibkan para pelaku usaha yang tidak memiliki izin atau melakukan pelanggaran.
Trenggono juga mengatakan bahwa Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) berani menyegel usaha wisata bahari milik warga negara asing (WNA) asal Jerman di Pulau Maratua, Kalimantan Timur yang sudah beroperasi selama puluhan tahun.
"Tempatnya enak dan bagus namun pada saat itu saya tidak paham. Akhirnya sebulan lalu Polsus memeriksa dan Alhamdulillah hasilnya bagus," tuturnya.
Selain itu, lanjut Trenggono, Polsus Kelautan KKP juga telah berhasil mengenakan sanksi administratif dan penyelesaian sengketa sebesar Rp37,5 miliar.
"Namun ini menjadi salah satu indikator bahwa masih banyak pelanggaran di wilayah pesisir, pulau-pulau kecil dan ruang laut,” katanya.
Trenggono menambahkan, pihaknya akan terus memperkuat pengawasan pulau-pulau terluar Indonesia untuk menjaga keberlanjutan ekosistem laut di sana.
"Selain terkait perizinan, pengawasan juga dilakukan terhadap aksi pencurian sumber daya alam (SDA) perikanan," kata Trenggono.
Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Pung Nugroho Saksono menjelaskan pentingnya peran Polsus dalam mengawal dan menghentikan pelaku usaha pemanfaatan ruang laut yang tidak sesuai perizinan.
Pung mengatakan bahwa Polsus Kelautan menjadi garda terdepan dalam melakukan pengawasan pemanfaatan ruang laut yang dilakukan terhadap pemenuhan dokumen dan/atau pelaksanaan persetujuan/konfirmasi kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang laut (KKPRL).
"Serta melakukan pengawasan pemanfaatan sumber daya di Laut yang dilakukan terhadap pemenuhan standar perizinan berusaha subsektor pengelolaan Ruang Laut,” ujarnya.
KKP pertama kali membentuk Polisi Khusus (Polsus) Pengelolaan Wilayah Pesisir dengan Kewenangan Kepolisian Khusus (PWP3K) pada tahun 2013 sebagai tindak lanjut atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 mengenai Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, khususnya di bidang pengawasan.
“Sebaran Polsus Kelautan sebanyak 233 orang di UPT PSDKP kemudian 70 Orang di Pusat dan di PEMDA mencapai 213 orang. Total terdapat 516 Polsus hingga saat ini,” katanya.
Pung menyebutkan bahwa sampai dengan tahun 2024, Polsus Kelautan telah berhasil melakukan kegiatan penyegelan terhadap pelaku usaha pemanfaatan ruang laut yang tidak sesuai perizinan, kapal dredger/isap pasir, dan sengketa yang menyebabkan kerusakan di bidang kelautan.
Berdasarkan data terdapat total 108 kasus yang berhasil ditangani tahun 2024, yang terdiri dari 90 kasus pelanggaran ruang laut, sembilan kasus destructive fishing, enam kasus ikan dilindungi, dan tiga kasus kerusakan kapal kandas.
“Sesuai UU Nomor 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dan UU Nomor 6/2023 tentang Cipta Kerja, Polsus PWP3K memiliki kewenangan untuk mengawasi Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (K/PKKPRL),” terang Pung Nugroho.
|