Judul | Anggaran Minim, Kementerian Perumahan Gandeng Pengembang |
Tanggal | 28 Oktober 2024 |
Surat Kabar | Kompas |
Halaman | - |
Kata Kunci | |
AKD |
- Komisi V |
Isi Artikel | Target besar pembangunan 3 juta rumah per tahun dinilai membutuhkan gotong royong pemangku kepentingan. Oleh BM LUKITA GRAHADYARINI JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman mendapat pagu anggaran sebanyak Rp 5,078 triliun pada tahun 2025. Dengan anggaran terbatas itu, program pembangunan 3 juta rumah tahun depan didorong agar efisien dengan melibatkan pengembang dan pemanfaatan lahan-lahan sitaan. Pada 2024, anggaran pembangunan perumahan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat tercatat Rp 14,68 triliun. Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman Maruarar Sirait mengemukakan, keterbatasan pagu anggaran tahun depan mendorong pemerintah harus lebih kreatif mencapai target prioritas, yakni pembangunan 3 juta rumah per tahun. Pihaknya akan menggandeng seluruh pemangku kepentingan, baik lintas kementerian/lembaga, pemerintah daerah, pengembang, kontraktor, maupun produsen material bangunan. Upaya efisiensi akan dilakukan pemerintah, antara lain meniru mekanisme pembelian terpusat (central purchasing) yang biasa dilakukan pengembang perumahan dalam pemberian material perumahan. Dengan demikian, biaya produksi bisa lebih rendah sehingga harga rumah bisa ditekan.
”Hal-hal yang bisa ditiru dari swasta akan kami kerjakan, seperti pembelian material yang disentralisasi langsung dari produsen untuk pengadaan proyek,” ujar Maruarar dalam diskusi bertajuk ”Program Tiga Juta Rumah” dengan para pemangku kepentingan, Senin (28/10/2024), di Jakarta.
Di sisi lain, proyek pembangunan rumah rakyat harus efisien dengan cara mencegah praktik pungutan liar, korupsi, hingga birokrasi perizinan yang berbelit. Terkait itu, pihaknya akan membangun call center untuk menerima pengaduan publik terkait praktik pungutan liar dan hambatan-hambatan perizinan. ”Kalau tidak ada korupsi, program rumah bisa efisien sehingga harga rumah terjangkau. Kita kawal bersama. Jangan ada korupsi supaya bangun rumah bisa efisien, termasuk pakai tanah sitaan dari koruptor,” kata Maruarar. Ia menambahkan, terdapat potensi lahan sitaan hasil korupsi yang bisa dimanfaatkan untuk menyokong program 3 juta rumah per tahun. Dari penjajakan awal dengan Kejaksaan Agung, terdapat sekitar 1.000 hektar lahan di Banten hasil sitaan dari kasus korupsi. Proses legalisasi dan status hukum pemanfaatan lahan tersebut akan diurus untuk bisa dialihfungsikan menjadi perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Pembangunan 3 juta rumah dinilai akan bisa terwujud melaui skema gotong royong pemerintah dan pelaku usaha dalam hal penyediaan lahan ataupun proyek pembangunan rumah. Untuk tahap awal, lanjut Maruarar, ia berencana menghibahkan lahannya seluas 2,5 hektar di Kabupatan Tangerang untuk pembangunan perumahan rakyat. Pembangunan rumah di lahan tersebut akan dilakukan Agung Sedayu Group, dan rumah itu selanjutnya diberikan ke masyarakat, di antaranya untuk anggota TNI, aparatur sipil negara, dan masyarakat yang memenuhi kriteria berpenghasilan rendah. ”Saat ini, sinergi penyediaan rumah gratis untuk masyarakat dilakukan oleh swasta dengan swasta. Ke depan, tidak tertutup kemungkinan sinergi dilakukan pemerintah dengan swasta ataupun BUMN,” ungkapnya. Pemilik Pakuwon Group, Alexander Tedja, mengemukakan, agar efisien, lahan untuk perumahan rakyat harus bisa dibeli dengan harga tidak terlalu mahal. Selain itu, bangunan didesain agar efisien. ”Bangunan dan tanah harus dicari di lokasi yang tidak terlalu mahal harganya,” ujarnya. |
Kembali ke sebelumnya |