Judul | Usulkan Anggaran Rp 20 Triliun, Menteri HAM Diminta Realistis dengan APBN |
Tanggal | 31 Oktober 2024 |
Surat Kabar | Kompas |
Halaman | - |
Kata Kunci | |
AKD |
- Komisi XIII |
Isi Artikel | Usulkan Anggaran Rp 20 Triliun, Menteri HAM Diminta Realistis dengan APBN Oleh Willy Medi Christian Nababan, Hidayat Salam 31 Oct 2024 18:45 WIB · Politik & Hukum
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah anggota DPR mengkritik usulan Menteri Hak Asasi Manusia Natalius Pigai yang meminta anggaran sebesar Rp 20 triliun untuk kementeriannya. Usulan Pigai dianggap tak masuk akal mengingat kondisi anggaran pendapatan dan belanja negara atau APBN yang defisit. Meski diterpa berbagai kritik, Pigai bersikukuh anggaran fantastis tersebut dibutuhkan untuk melahirkan terobosan baru. Hal itu terungkap dalam rapat kerja Komisi XIII DPR dengan Menteri HAM di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (31/10/2024). Hujan kritik muncul dari anggota Komisi XIII dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Yasonna H Laoly; anggota Komisi XIII dari Fraksi Partai Nasdem, Muslim Ayub; dan Wakil Ketua Komisi XIII dari Fraksi Partai Demokrat Rinto Subekti. Menurut Yasonna, Pigai harusnya melihat realita kondisi keuangan negara terkini. Saat pembahasan lalu, APBN diperkirakan mengalami defisit sekitar Rp 600 triliun. Sementara tahun 2025 masih ada utang negara yang jatuh tempo sekitar Rp 800 triliun. Kondisi ekonomi nasional dan global pun tak memungkinkan penggunaan anggaran negara dengan nilai fantastis. ”Maka saya kira, apa sebab teman-teman dan banyak masyarakat kaget dengan lompatan angka itu sangat besar, ideal mungkin saja, tetapi realita seharusnya juga kita lihat,” ujar mantan Menteri Hukum dan HAM itu.
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO (TOK) Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward OS Hiariej (kanan) mendampingi Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR yang membahas peran dan fungsi Kemenkumhan menjelang Pemilu 2024 di Gedung Parlemen, Jakarta, Selasa (21/11/2023). Harus jelas dan terukurSelain itu, Yasonna juga menyinggung pengalamannya saat mengurusi Kemenkumham selama hampir 10 tahun. Anggaran sebesar Rp 18,3 triliun paling banyak digunakan oleh Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen Pas) yang mempekerjakan hampir 35.000 pegawai. Sementara Ditjen Pas—yang berkaitan dengan HAM—hanya mendapatkan sekitar Rp 5 triliun. Oleh karena itu, Yasonna meminta Pigai membuat uraian tajam soal kebutuhan anggaran beserta programnya. Jangan sampai semangat berapi yang dibawa Pigai tak sesuai realita. Apalagi, anggaran tiap kementerian saling beririsan dan sejumlah kondisi bisa berbeda dengan harapan Menteri HAM. Rinto Subekti menambahkan, hasrat Menteri HAM soal anggaran harus jelas dan terukur. Rincian kebutuhan harus sesuai dengan aturan serta tugas dan fungsi kementerian. Ini mengingat Pigai ingin membangun laboratorium dan rumah sakit yang bertentangan dengan tugas pokok Kementerian HAM. ”Karena apa, saya ingin benar-benar tupoksi (tugas pokok dan fungsi) Menteri HAM sesuai dengan aturan dan undang-undang yang berlaku,” katanya. Di sisi lain, Yasonna pun berpesan agar Pigai menyatukan pendapat dengan Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra soal 13 peristiwa pelanggaran HAM berat. Penanganan kasus tersebut jangan sampai ada perbedaan pendapat antara Pigai, Yusril, dan Presiden. Apabila dalam proses penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat membutuhkan dana besar, anggaran tak harus keluar dari Kementerian HAM. Anggaran bisa dipakai lewat kementerian lainnya, seperti Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Kementerian Menteri Perumahan dan Permukiman, dan lainnya. Infografik Linimasa Kasus Pelanggaran HAM Berat yang Sudah Disidangkan ”Kementerian (bidang) pendidikan untuk memberikan beasiswa bagi keluarga korban, menteri perumahan soal pembentukan perumahan, jadi bagian sinergitas antarlembaga dan antarkementerian sehingga anggaran diharapkan Rp 20 triliun, mungkin melalui pendekatan lintas sektoral bisa dilakukan,” jelasnya. Sementara itu, Muslim Ayub berpandangan, era Presiden ke-7 Joko Widodo telah terbentuk tim ad hoc untuk menyelesaikan HAM berat lewat penyelesaian non-yudisial. Pemerintah memiliki kewajiban untuk melakukan ini berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. ”Jadi, ini mohon, tidak perlu saya sampaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat di Aceh. Dulu pada masa Yasonna Laoly sudah beberapa kali ke sana menindaklanjuti persoalan ini. Jadi, kami rakyat Aceh menuntut itu Pak Menteri (Pigai),” terangnya.
Dalam responsnya, Pigai menyinggung soal kekurangan personel karena hanya 188 anggota staf. Sementara kementeriannya butuh 2.544 anggota staf. Apabila mengacu kalkulasi upah 188 pegawai saat ini yang sebesar Rp 14 miliar, maka untuk melengkapi kebutuhan 2.544 anggota staf sedikitnya perlu Rp 1,2 triliun. ”Itu untuk gaji dan tunjangan staf. Belum untuk program atau biaya pembangunan,” terangnya. KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO Aksi Kamisan Ke-837 berlangsung di seberang Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (24/10/2024). Aksi yang berlangsung rutin setiap Kamis sejak 2007 ini menyuarakan tuntutan penuntasan serentetan pelanggaran hak asasi manusia di Indonesia. Salah satu program Pigai adalah membumikan HAM kepada 280 juta penduduk Indonesia. Untuk itu, ia menargetkan ada 83.000 kelompok yang perlu diubah pola pikirnya. Prosesnya akan lebih mudah ketika dibentuk kantor wilayah (kanwil). Tiap kelompok bakal diberikan dana Rp 100 juta sehingga butuh Rp 8,3 triliun untuk menanamkan nilai HAM ke seluruh kelompok. ”Saya punya lebih dari 200 program yang tidak perlu saya sebut, baru satu program saja sudah Rp 8,3 triliun, andaikan dengan gaji dan tunjangan yang saya tadi sebut Rp 1,2 triliun, maka sudah Rp 9,5 triliun. Belum lagi, program-program yang lebih dari 100-200 program yang saya siapkan. Kalau bapak pimpinan berkenan saya bisa buat lebih 1.000 program,” jelasnya.
|
Kembali ke sebelumnya |