Selamat datang di website E-PAPER PERPUSTAKAAN DPRRI.

Koleksi Perpustakaan DPR RI

Judul Kecelakaan akibat Rem Bus Blong di Kota Batu, Bukti Rendahnya Keselamatan Bertransportasi
Tanggal 11 Januari 2025
Surat Kabar Kompas
Halaman -
Kata Kunci Pengangkutan jalan raya,Keselamatan kerja
AKD - Komisi V
Isi Artikel

Oleh Yohanes Advent Krisdamarjati

Pada 2020, setidaknya 1 dari 10 bus berisiko mengalami kecelakaan. Operator transportasi dan pihak penanggung jawab penyelenggara perhubungan wajib membenahi.

Kecelakaan akibat bus rem blong di Kota Batu, Jawa Timur yang menewaskan empat orang menambah daftar panjang laka lantas yang melibatkan angkutan umum. Menurut data tahun 2020, setidaknya 1 dari 10 bus berisiko mengalami laka lantas. Operator transportasi dan pihak penanggung jawab penyelenggara perhubungan dituntut untuk terus meningkatkan aspek ketertiban dan kedisiplinan. Jika tidak, hal serupa akan terus berulang dan menelan banyak korban.

Pada Rabu (8/1/2025) malam lalu, sebuah bus bernomor polisi DK 7942 GB yang mengangkut rombongan pelajar SMK asal Bali mengalami rem blong. Sopir bus tidak dapat mengendalikan laju bus sehingga mengalami tabrakan sebanyak tujuh kali. Bus tersebut menabrak 6 mobil dan 6 sepeda motor, di mana semuanya mengalami kerusakan berat. Kasus ini menimbulkan korban sebanyak 14 orang. Rinciannya, 4 korban meninggal dunia, 2 orang luka berat, dan 8 orang mengalami luka ringan. Kecelakaan akibat rusaknya sistem mekanik bus ini menambah daftar rapor merah dalam penyelenggaraan transportasi di Indonesia.

Sebelumnya, juga terjadi peristiwa kecelakaan antara bus pariwisata yang menabrak truk di Kilometer 80 Tol Cipularang di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat. Kecelakaan yang melibatkan bus PO Qonita Wisata dengan truk terjadi pukul 01.35 WIB pada Kamis (26/12/2024). Menurut Keterangan petugas di lapangan, pengemudi bus diduga mengantuk sehingga menyebabkan bus menabrak bagian belakang truk. Akibatnya, dua penumpang tewas dan 62 orang lainnya mengalami luka-luka.

Mencermati angka kecelakaan bus

Dua peristiwa tersebut hanya sebagian contoh dari sekian banyak laka lantas yang melibatkan bus. Merujuk data dari Korlantas Polri, pada rentang 1 Januari -  30 September 2024, laka lantas yang melibatkan bus mencapai sekitar 8 persen dari seluruh kecelakaan yang terjadi di Indonesia. Angka ini lebih besar dibandingkan kasus kecelakaan yang melibatkan mobil penumpang yang sebesar 3 persen. Namun, angka kecelakaan bus ini lebih kecil dibanding dengan kendaraan angkutan barang yang mencapai 10 persen. Kontribusi kecelakaan tertinggi berasal dari moda sepeda motor yang mencapai 79 persen.

Deskripsi data itu menunjukkan bahwa sepeda motor adalah kendaraan yang memiliki frekuensi tertinggi angka kecelakaan lalu lintasnya. Sepeda motor dianggap sebagai moda transportasi yang paling tinggi tingkat kerawanan di jalan raya. Hanya saja, data ini masih menggambarkan satu dimensi saja. Masih ada dimensi lainnya yang belum tergambarkan. Misalnya saja, dimensi tentang seberapa banyak unit kendaraan yang mengalami kecelakaan dibanding dengan populasi kendaraan jenis tersebut. Dengan data ini maka bisa diperoleh gambaran moda transportasi apa yang paling tidak aman dari proporsi kecelakannya.

Merujuk data dari buku laporan Polantas dalam Angka, jumlah bus yang mengalami lakalantas pada tahun 2019 mencapai lebih dari 13 ribu unit. Sementara itu, di tahun 2020 meningkat menjadi lebih dari 20 ribu unit.

Menurut data dari BPS yang diperoleh dari Polri, pada tahun 2020 itu terdapat 233.261 unit bus di Indonesia. Artinya, sepanjang tahun 2020 setidaknya satu dari sepuluh bus atau 8,90 persen bus mengalami laka lantas. Proporsi ini lalu dibandingkan dengan proporsi laka lantas kendaraan jenis lainnya untuk melihat seberapa tinggi tingkat kecelakaan yang melibatkan bus di Indonesia.

 

 

Infografik Proporsi Kecelakaan Dibanding Populasi Kendaraan (2020)
 

Pada tahun 2020, proporsi kecelakaan yang melibatkan sepeda motor sebesar 0,23 persen dengan jumlah populasi kendaraan saat itu mencapai 115 unit sepeda motor. Sementara itu, untuk mobil penumpang proporsi kecelakaannya sebesar 0,05 persen dari jumlah mobil sebanyak 15,8 juta unit. Terakhir, untuk angkutan barang yang sebanyak 5 juta unit kendaraan, proporsi tingkat kecelakaannya mencapai 0,50 persen.

Dari kalkulasi tersebut menunjukkan bahwa bus merupakan kendaraan yang paling riskan mengalami laka lantas ditinjau dari proporsinya kecelakaanya.

Bertaruh nyawa di atas bus

Kelayakan operasional bus khususnya bus pariwisata masih menjadi salah satu persoalan yang serius. Berdasarkan pemeriksaan Badan Pengelola Transportasi Darat (BPTD) Jawa Barat, sebanyak 1.090 bus dari 3.651 bus pariwisata yang diperiksa di wilayah Jabar dinyatakan tidak laik jalan.

Temuan itu merupakan hasil pemeriksaan petugas BPTD Jabar pada periode Juni hingga November 2024 di sejumlah destinasi wisata di Jabar, seperti di Subang, Bandung, Bandung Barat, dan Garut (Kompas, 26/12/2024). Artinya, dari temuan BPTD Jabar ini menujukkan hanya sekitar sepertiga bus pariwisata saja yang laik jalan. Temuan tersebut bisa jadi gambaran nyata bahwa aspek keamanan masih jadi aspek yang digadaikan.

Memperhitungkan kecelakaan bus tidak hanya sekedar hitungan berapa unit bus yang terlibat laka lantas, tetapi juga perlu menyoroti aspek daya angkut penumpangnya. Bus berukuran besar dapat mengangkut sekitar 45 hingga 60 penumpang, tergantung pada penataan interior dan konfigurasi kursi penumpangnya. Artinya, kecelakaan satu unit bus berpotensi mengancam keselamatan puluhan penumpang yang ada di dalamnya.

 

 

Infografik Persentase Kecelakaan Berdasar Jenis Kendaraan
 

Djoko Setijowarno, Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat menyoroti kecelakaan bus di Kota Batu dalam artikelnya yang berjudul Keselamatan Transportasi Belum Menjadi Prioritas Negara.

Djoko memaparkan akar persoalan pengawasan terhadap keselamatan transportasi di Indonesia salah satunya ada pada minimnya anggaran keselamatan transportasi di Kementerian Perhubungan. Kebutuhan anggaran Kemenhub untuk tahun 2025 sebesar Rp 80,63 triliun, tetapi dana yang diperoleh hanya Rp 24,76 triliun. Kemudian pihak Kemenhub meminta tambahan dana Rp 7,68 triliun dan dikabulkan dengan nilai Rp 6,69 triliun.  Meskipun memperoleh dana tambahan, tetap saja masih jauh dari kebutuhan ideal yang diajukan oleh Kemenhub.

Kekurangan dana artinya ada potensi risiko yang semakin besar dan rawan menimbulkan korban. Menurut Djoko, Kemenhub adalah kementerian yang mengerjakan bidang keselamatan dan pelayanan transportasi. Dengan demikian sepak terjang Kemenhub dalam menjalankan tugas dan fungsinya pada 2025 tidak akan seoptimal apabila diberi pembiayaan penuh sesuai dengan besaran dana yang diajukan. (LITBANG KOMPAS)

  Kembali ke sebelumnya