Judul | Subsidi BTS di Sejumlah Kota Dilanjutkan |
Tanggal | 14 Januari 2025 |
Surat Kabar | Kompas |
Halaman | - |
Kata Kunci | Pengangkutan jalan raya |
AKD |
- Komisi V |
Isi Artikel | Subsidi dari pemerintah pusat masih dibutuhkan untuk keberlanjutan transportasi umum. Oleh Aguido Adri JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Perhubungan kembali memberikan subsidi program pembeli layanan atau buy the service kepada sejumlah kota agar transportasi umum tetap berjalan dan berlanjut. Selain tetap memberikan subsidi, pemerintah daerah harus diberikan kewenangan khusus untuk mengurusi bidang transportasi. Direktur Angkutan Jalan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Ernita Titis Dewi dalam diskusi Penyelenggara Angkutan Umum di Wilayah Perkotaan Indonesia dengan Skema By the Service (BTS), pada Selasa (14/1/2025), mengatakan, kondisi kota-kota di Indonesia menghadapi urgensi transportasi. Pada 2024, program BTS yang dilaksanakan di total 46 koridor di Kota Medan, Kota Palembang, Kota Bandung, Kabupaten Banyumas, Kota Yogyakarta, Kota Surakarta, Kota Surabaya, Kota Denpasar Denpasar, Kota Banjarmasin, Kota Balikpapan, dan Makassar, anggaran subsidi yang diberikan sebesar Rp 437,89 miliar. Berdasarkan nota kesepahaman Kemenhub bersama pemerintah daerah, program BTS tidak lagi disubsidi penuh pemerintah pusat. Pemerintah daerah harus mengambil alih dan mandiri membiayai layanan transportasi perkotaan pada 2025. Meski sudah sepakat, banyak pemerintah daerah tidak siap melanjutkan program BTS berupa BisKita dan Teman Bus karena alasan keterbatasan fiskal. Trans Metro Dewata, misalnya, pelayanannya terpaksa berhenti. Lalu, di di Solo, Jawa Tengah, Trans Batik Solo harus mengurangi operasional layanannya. Begitu pula BisKita Trans Pakuan di Kota Bogor juga berhenti. Menyadari transportasi perkotaan harus tetap berjalan, pada 2025, Kemenhub tetap akan memberikan subsidi demi keberlangsungan layanan. Namun, tak semua kota mendapatkan subsidi. Kota-kota yang mendapat subsidi dari Kemenhub ada enam kota. Pada 2025, Kemenhub memberikan subsidi di tiga koridor di Kota Surakarta. Selanjutnya , masing-masing satu koridor di Kota Surabaya, Kota Makassar, dan Kota Palembang. Lalu, dua koridor di Kota Balikpapan (hingga 2028), dan empat koridor di Kabupaten Banyumas (hingga 2026). Sementara di Kota Bandung, Banjarmasin, dan Kota Medan, sepenuhnya diambil alih oleh pemda setempat. Anggaran subsidi lainnya akan diberikan kepada dua kota yang baru bergabung dengan program BTS. Kemenhub memberikan subsidi sebesar Rp 16 miliar untuk dua koridor di Kota Pontianak dan Rp 15 miliar untuk dua koridor di Kota Manado. Pada 2025, total anggaran yang dikeluarkan oleh Kemenhub untuk program BTS sebesar Rp 177 miliar di 12 koridor. ”Kami tetap membimbing dan saling berkoordinasi agar BTS tetap berlanjut. Komitmen pemda juga dibutuhkan karena ada kewajiban untuk menyisihkan anggaran daerah untuk transportasi publik. Ada pemda bisa dan komitmen. Pemda lainnya harus bisa juga,” kata Ernita. Pemerintah pusat dan daerah harus terus berupaya meningkatkan pelayanan angkutan umum perkotaan di tengah ketergantungan masyarakat untuk menggunakan kendaraan pribadi. Oleh karena itu, intervensi pemerintah diperlukan untuk menghindari kegagalan pasar layanan angkutan perkotaan. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah bertanggung jawab untuk menyelenggarakan angkutan penumpang umum perkotaan sesuk wilayah kewenangannya. ”Salah satu bentuk tanggung jawab adalah subsidi layanan angkutan perkotaan,” ujar Ernita. Jika merujuk pada kota Asia seperti di Singapura, Hong Kong, dan Tokyo, modal share angkutan umum mencapai lebih 50 persen.
Lalu, Kuala Lumpur dan Bangkok modal share angkutan umumnya antara 20 dan 50 persen. Sementara di Indonesia, terutama di kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Medan, modal share angkutan umum kurang dari 20 persen. Selain modal share, urgensi lainnya, yakni dalam lima tahun terakhir terjadi pertumbuhan kendaraan pribadi mencapai rata-rata 8 persen per tahun. Hal ini berdampak terhadap emisi gas rumah kaca dan kemacetan. Dampak turunan akibat kemacetan di Jakarta, Semarang, Surabaya, Bandung, Medan, Makassar mencapai Rp 77 miliar. Dari sejumlah urgensi itu, kata Ernita, pemerintah harus memastikan kehadiran dan keberlanjutan transportasi umum perkotaan, salah satunya melalui program pembelian layanan atau Buy the Service (BTS). Selain komitmen pemda untuk menghadirkan dan memastikan keberlanjutan transportasi umum, lanjut Ernita, Kemenhub telah bersurat kepada Kemendagri terkait tindak lanjut Peraturan Pemerintah (PP) 35 Tahun 2023 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. PP itu untuk menindaklanjuti penerimaan pajak kendaraan bermotor (PKB) dan opsen PKB dialokasikan paling sedikit 10 persen untuk pembangunan dan atau pemeliharaan jalan serta peningkatan moda dan sarana transportasi. Tindak lanjut itu telah diakomodir dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2024 tentang Pedoman Umum APBD Tahun 2025. Peraturan itu menjadi dasar bagi Pemda dalam menetapkan kegiatan di bidang transportasi jalan. Kewenangan lemah Menurut Guru Besar Ilmu Pemerintahan Institut Ilmu Pemerintahan Djohermansyah Djohan, meski ada sejumlah daerah komitmen membiayai mandiri transportasi umum, pemerintah pusat tetap harus memberikan subsidi berupa dana alokasi khusus (DAK). Bukan saja memastikan berkelanjutan, tetapi juga layanan transportasi tetap aman, nyaman, dan murah. Agar program BTS tidak sekadar hadir, tetapi perlu berlanjut dan berkembang atau secara luas transportasi umum lainnya perlu kolaborasi pemerintah pusat, daerah, swasta, dan komunitas. Kolaborasi itu juga perlu dukungan birokrasi agar kepala daerah memiliki kewenangan yang kuat dalam menjalankan kebijakan transportasi umum. ”Kendalanya, tidak memadainya kewenangan pemkot di dalam UU Pemda. Dan, belum ada UU Perkotaan. Perhubungan masuk nonpelayanan dasar,” kata Djohan. Melihat kebutuhan, kata Djohan, transportasi harus menjadi urusan pemerintah wajib pelayanan dasar karena dibutuhkan oleh masyarakat bermobilitas. ”Revisi UU Pemda Nomor 23 Tahun 2014. Sebaliknya dibuat UU Perkotaan. Pemda/kota diberikan kewenangan khusus untuk mengurusi urusan pemerintah bidang perhubungan,” ujarnya. |
Kembali ke sebelumnya |