Isi Artikel |
JAKARTA – Asumsi laju produk domestik bruto tahun ini
disepakati menjadi 5,2% dari usulan awal 5,3%, sebagai akumulasi lemahnya konsumsi masyarakat, masih terta
hanya investasi swasta, dan belum pulihnya kinerja ekspor.
Dalam rapat panitia kerja (Panja) A di Badan Anggaran (Banggar) DPR, Rabu (8/6), pemerintah dan anggota dewan menyepakati asumsi pertumbuhan ekonomi 5,2%. Padahal,
pada Selasa (7/6) asumsi diturunkan menjadi 5,1% sejalan dengan usulan pemerintah ter-
anyar di depan Komisi XI DPR. Wakil Ketua Banggar DPR Said Abdullah mengatakan target pertumbuhan ekonomi 2016 yang awalnya ditetapkan pemerintah sebesar 5,3% menjadi 5,1% merupakan target yang pesimistis. Target itu dinilainya bisa tercapai tanpa pemerintah harus menggenjot berbagai potensi kebijakan. “Kalau 5,1%, pemerintah tidur saja juga
bisa tercapai. Pertumbuhan ekonomi disepakati 5,2% dengan inflasi 4% dan nilai tukar
Rp13.500 per dolar AS,” katanya dalam Rapat Panja APBN-P 2016, Rabu (8/6/2016).
Defisit anggaran tetap dipertahankan di 2,48% sehingga beban utang pemerintah
tidak semakin membesar. Selanjutnya, asumsi harga minyak diharapkan bisa dipatok US$40
per barel, dari sebelumnya US$35 per barel. Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan
Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Suahasil Nazara mengatakan pemerintah siap bekerja
keras untuk menggapai target Produk Domestik Bruto (PDB) yang telah disepakati. Potensi
PDB ke 5,2% bisa dicapai dengan penyerapan anggaran pemerintah yang lebih cepat.
“Kami yakin anggaran pemerintah harus berada di depan, menggiring investasi swasta
dan meyakinkan konsumsi rumah tangga untuk direalisasikan tahun ini, tidak bersifat
wait and see,” ucapnya.
AKSELERASI BELANJA
Deputi Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan perubahan asumsi 5,1%
ke 5,2% bisa tercapai dengan catatan pemerintah menggenjot akselerasi belanja modal
di kuartal-kuartal selanjutnya. Belanja modal pemerintah dan penurunan suku bunga BI
telah berhasil menggenjot PDB kuartal I/2016 sebesar 4,92%.
Selain itu, pemerintah juga harus mempercepat bantuan program sosial untuk
meningkatkan permintaan konsumsi. Permintaan masyarakat akan mendorong kesempatan kerja sekaligus mengentaskan kemiskinan. “Bantuan desa dan alokasi ke daerah
relaksasinya harus cepat agar permintaan masyarakat tumbuh. Injeksi likuiditas ke perbankan masih lemah karena permintaan kredit melemah.”
Menteri Keuangan Bambang P.S Brodjonegoro mengakui adanya pelemahan daya beli masyarakat. “Target awal di mana konsumsi rumah tangga 5,1% itu mungkin agak berat untuk dicapai. Sehingga, kemungkinan konsumsi rumah tangga cuma 5% paling tinggi,” ujarnya. Dia mengungkapkan memang ada penurunan penjualan ritel konvensional seperti mal dan pasar grosir. Namun, pihaknya menyoroti ada perubahan pola belanja masyarakat melalui gerai online (e-commerce). Dari sisi investasi, pihaknya optimistis investasi pemerintah mampu tumbuh tinggi. Pasalnya, kendati ada pemangkasan belanja, stimulus tetap besar karena tidak menyentuh belanja modal prioritas. Namun, penggenjotan
investasi pemerintah itu diyakini tidak secara simultan diikuti investasi swasta. Dia melihat pertumbuhan realisasi investasi yang tercatat di Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) tidak secepat harapan.
Selain itu, kondisi global yang masih lesu diperkirakan membuat performa ekspor ter-
kontraksi tahun ini. Turunnya permintaan dari China yang diikuti masih rendahnya harga
komoditas diyakini memukul kinerja ekspor Indonesia.“Kami agak khawatir teritori positif ini
sukar dicapai selama 2016,” ujarnya. Kendati ada penurunan asumsi pertumbuhan ekonomi, Bambang mengaku perubahan pada postur, terutama penerimaan pajak tidak banyak berubah. Apalagi, potensi penerimaan dari rencana kebijakan peng-
ampunan pajak atau tax amnesty yang ditaruh Rp165 triliun tidak bergantung pada pertum-
buhan ekonomi. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menjelaskan asumsi pertumbuhan ekonomi tahun ini harus dipangkas salah satunya karena penerimaan yang rendah. Dia memprediksi penerimaan tahun ini tidak akan sebaik tahun-tahun sebelumnya.Alhasil, dampak Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun ini tidak akan sebesar tahun lalu. “Kami perkirakan kalau hanya investasi, sementara ekspor dan APBN tidak mendukung, pertumbuhan ekonomi akan berada sedikit di bawah perkiraan.”
Padahal tahun lalu, tambahnya, penerimaan perpajakan Indonesia tidak jelek sehingga
mampu mendorong pertumbuhan ekonomi, terutama pada kuartal IV/2016. Dia menilai Kementerian Keuangan seharusnya melakukan reformasi perpajakan untuk menggenjot penerimaan. “Tadi sudah dibicarakan. Tapi memang kawan-kawan di Kementerian Keuangan lagi repot urusan tax amnesty [pengampunan pajak],” ujarnya.
Saat ini, ujarnya, pemerintah fokus untuk bertahan dari tekanan pelambatan ekonomi global. Peluang itu datang dari dua komponen, yaitu konsumsi rumah tangga dan pembentukan modal tetap bruto dari investasi swasta dan pengeluaran pemerintah. Darmin menuturkan pemangkasan asumsi pertumbuhan ekonomi dalam RAPBN-P sudah tepat karena sesuai dengan perkembangan perekonomian global yang melambat. Bank dunia pun sudah menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia dari 2,9% menjadi 2,4%. “Kalau masih di atas 5% masih okelah. Kita berusaha untuk tidak terseret perlambatan ekonomi dunia,” tegasnya.
(Fauzul Muna & Arys Aditya)
|