Judul | Penegakan Aturan, Kunci Keselamatan Lalu Lintas Angkutan Umum |
Tanggal | 13 Mei 2024 |
Surat Kabar | Kompas |
Halaman | - |
Kata Kunci | Keselamatan kerja |
AKD |
- Komisi V |
Isi Artikel |
Penegakan aturan dan sanksi yang tegas menjadi kunci penting dalam menjaga keselamatan lalu lintas angkutan umum di Indonesia. Lemahnya disiplin sejumlah pelaku industri transportasi dalam memenuhi aspek keselamatan yang disyaratkan regulasi menjadi celah hadirnya risiko kecelakaan hingga saat ini. Sayangnya, pemangku kebijakan yang berkompeten menindaknya terkesan lemah. Minimnya kedua aspek tersebut terlihat dari laporan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) terkait hasil investigasi kecelakaan lalu lintas angkutan jalan (LLAJ) di Indonesia. Pada kurun 2018-2022, hasil investigasi kecelakaan LLAJ menunjukkan bahwa pihak operator dan juga regulator menjadi rujukan rekomendasi dari peristiwa kecelakaan yang terjadi di Indonesia. Dari rata-rata sekitar 151 kecelakaan per tahun yang diinvestigasi KNKT, sebesar 64 persen rekomendasi ditujukan kepada pihak operator dan regulator di Indonesia. Artinya, kecelakaan yang terjadi pada angkutan berbasis jalan di negeri ini, ”sumber” muasal penyebabnya bermuara dari industri transportasi itu sendiri dan juga pihak regulator yang mengatur tata kelola operasi angkutan tersebut. Ironisnya, saran rekomendasi itu juga kembali berulang pada hasil investigasi kecelakaan LLAJ pada tahun 2023. Sekitar 66 persen saran rekomendasi investasi dari kecelakaan tahun 2023 juga tertuju pada pihak operator dan regulator. Hasil rekomendasi ini menyiratkan bahwa sepertinya tidak ada perubahan signifikan dari para pelaku bisnis transportasi dan juga pihak pemerintah selaku regulator untuk membenahi sejumlah kelemahan yang berpotensi menimbulkan kecelakaan. Hal tersebut tentu saja sangat merugikan bagi seluruh konsumen dan pengguna jalan umum karena risiko kecelakaan berpeluang terus terjadi setiap saat. Masyarakat dihadapkan pada potensi bahaya eksternal yang kemungkinan dapat menimpa dirinya saat berkendara di jalanan ataupun saat menumpang transportasi umum. Tingginya risiko ini salah satunya dipicu pengabaian rekomendasi dari KNKT terhadap hasil investigasi pada sejumlah kecelakaan. Baca juga: Kecelakaan Subang, Duka Terus Berulang Pisahkan Orang Tersayang Padahal, investigasi KNKT pada kecelakaan LLAJ itu sangatlah krusial karena membutuhkan sejumlah prasyarat bagi KNKT untuk melakukan kegiatan investigasi itu. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2013 tentang Investigasi Kecelakaan Transportasi, disebutkan ada sejumlah kategori kecelakaan LLAJ yang wajib diinvestigasi KNKT. Di antaranya, terdapat korban jiwa paling sedikit delapan orang; mengundang perhatian publik secara luas; menimbulkan kontroversi; dan menimbulkan prasarana rusak berat. Selain itu, dapat pula disebabkan oleh tingginya frekuensi kecelakaan pada merek atau tipe kendaraan tertentu; lokasi kecelakaan yang terus berulang; serta menyebabkan pencemaran lingkungan akibat bahan berbahaya beracun yang diangkut kendaraan yang terlibat kecelakaan. Mengacu pada regulasi tersebut, setidaknya ada empat jenis kecelakaan yang diinvestigasi KNKT. Terdiri dari tabrakan antarkendaraan bermotor umum, antara kendaraan bermotor umum dan kereta api, atau antara kendaraan bermotor umum dan fasilitas atau dengan benda-benda lainnya; kendaraan bermotor umum terguling; kendaraan bermotor umum jatuh ke jurang atau sungai; serta kendaraan bermotor umum terbakar. Kecelakaan busKecelakaan bus Trans Putera Fajar yang mengangkut rombongan SMK Lingga Kencana, Kota Depok, pada Sabtu (11/5/2024) lalu menambah daftar panjang kecelakaan LLAJ yang kemungkinan besar disebabkan kelalaian pihak operator. Setali tiga uang, kelalaian itu juga kemungkinan besar berkaitan dengan keteledoran pihak pemerintah selaku pemangku kebijakan dan regulator. Kecelakaan yang terjadi di Subang, Jabar, dan menelan korban jiwa hingga 11 orang tersebut menunjukkan betapa lemahnya faktor keselamatan yang ditawarkan pihak operator. Bus Trans Putera Fajar AD 7524 OG itu secara resmi merupakan bus angkutan umum AKDP (antarkota dalam provinsi) yang beroperasi di wilayah Wonogiri. Selain bukan diperuntukkan bagi pariwisata, bus AKDP itu juga telah kedaluwarsa surat kelaikan jalannya sejak Desember 2023. Dari sisi legalitas, bus tersebut telah melanggar aturan sehingga rentan merugikan pihak konsumen. Tanpa adanya surat kelaikan jalan dari pemerintah membuat risiko terjadi kecelakaan sangat besar karena pemerintah sebagai pihak regulator tidak dapat melihat kemampuan teknis operasional kendaraan saat di lapangan. Dengan demikian, pihak operator bisa saja tidak memenuhi sejumlah aspek standar minimal operasional kendaraan yang dipersyaratkan. Akibatnya, konsumen menjadi sangat dirugikan dari aspek keselamatan. Terbukti, dari hasil oleh tempat kejadian perkara yang dilakukan pihak kepolisian tidak ditemukan jejak rem di lokasi kecelakaan. Polisi mengungkap bus yang mengangkut 61 penumpang itu hilang kendali saat melewati jalanan menurun sehingga terguling dan tergelincir 80 meter dengan sebelumnya menabrak sebuah mobil dan tiga sepeda motor sebelum terhenti (Kompas.id, 12/4/2024). Baca juga: Perpisahan SMK Lingga Kencana yang Berakhir Nestapa Kecelakaan bus Trans Putera Fajar itu kian menambah daftar panjang investigasi KNKT terkait kecelakaan yang melibatkan bus angkutan umum. Pada kurun 2022-2023 setidaknya ada dua peristiwa kecelakaan bus yang diinvestigasi KNKT. Pertama, Kecelakaan tunggal mobil bus sedang AD 1684 BG di Jalan Yudhistiro III, Desa Bumiarjo, Nguntoro Nadi, Wonogiri, Jawa Tengah, pada 21 November 2022. Bus sedang yang membawa 43 penumpang itu gagal menanjak sehingga bus terbalik dan masuk kolam. Kecelakaan itu menimbulkan korban tewas 8 orang dan 29 orang terluka. Hasil investigasi KNKT menemukan bahwa kemungkinan penyebab kecelakaan itu adalah bus kehilangan traksi saat melewati tanjakan dengan kemiringan 36,2 derajat serta terdapat perbedaan permukaan jalan antara tapak ban sebelah kiri dan tapak ban sebelah kanan. Kedua adalah Kecelakaan tunggal mobil bus pariwisata B 7260 CGA yang jatuh ke jurang di kawasan wisata Guci, Pekandangan, Bojong, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, pada 7 Mei 2023. Kecelakaan ini mengakibatkan korban meninggal 2 orang, luka berat 2 orang, dan luka ringan 31 orang. Hasil investigasi KNKT menemukan sejumlah faktor penyebab kecelakaan bus di Guci itu. Di antaranya, bus parkir di tempat dengan posisi kemiringan kritis dan tanah yang tidak stabil. Bus hanya mengandalkan sistem rem parkir dan dua buah ganjal roda di roda depan dan belakang untuk mempertahankan posisi. Selain itu, adanya penambahan jumlah barang dan penumpang di atas bus sekitar 2,8 ton sehingga menyebabkan ketahanan rem parkir mobil bus berubah dari statis menjadi dinamis. Faktor lainnya yang turut memicu terjadinya kecelakaan itu adalah ketiadaan pengemudi saat peristiwa terjadi. Saat itu mesin bus tengah menyala dan pengemudi seharusnya ada di posisinya. Manajemen keselamatanUntuk mencegah kasus kecelakaan tersebut kembali berulang, sistem manajemen keselamatan wajib dilakukan oleh setiap pengusaha angkutan. Kewajiban ini tertuang dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 85 Tahun 2018 tentang Sistem Manajemen Keselamatan Perusahaan angkutan Umum. Sistem manajemen itu di antaranya meliputi komitmen dan kebijakan pengorganisasian, manajemen bahaya dan risiko, fasilitas pemeliharaan dan perbaikan kendaraan, dokumentasi dan data, peningkatan kompetensi dan pelatihan, pelaporan kecelakaan internal, serta monitoring dan evaluasi. Sistem manajemen tersebut harus linier juga dengan tata kelola pemangku kebijakan yang akuntabel dan tegas. Pemerintah melalui Badan Pengelola Transportasi Daerah (BPTD) dan dinas perhubungan daerah harus tegas dan disiplin menerapkan aturan serta melakukan monitoring terhadap operator angkutan umum secara berkala dan menyeluruh. Tindak secara tegas dan berikan sanksi apabila ditemukan pelanggaran terhadap regulasi keselamatan. Baca juga: Organda: Fisik Bus Kecelakaan di Subang Berbeda dengan Hasil Uji Kendaraan ANTARA/RAISAN AL FARISI Mobil derek berusaha mengevakuasi bus yang terlibat kecelakaan di Desa Palasari, Kecamatan Ciater, Kabupaten Subang, Jawa Barat, Sabtu (11/5/2024). Hingga Sabtu (11/5/2024) malam, petugas gabungan dari BPBD, Polri, TNI, dan Damkar masih mendata jumlah korban meninggal dan korban luka-luka pada kecelakaan tersebut. Guna mengoptimalkan upaya keselamatan tersebut diperlukan dukungan berbagai pihak untuk merealisasikannya. Djoko Setijowarno, akademisi Program Studi Teknik Sipil Unika Soegijapranata yang juga Wakil ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), menyebutkan sejumlah cara untuk meminimalkan kecelakaan. Di antaranya, Kementerian Tenaga Kerja mengatur kebijakan terkait standar upah sopir truk dan bus; Ditjen Perhubungan Darat membuat pengumuman secara periodik terkait bus yang layak untuk pariwisata; BPTD dan dishub melakukan rampcheck bus wisata di destinasi piknik; dan naikkan tunjangan petugas uji kir kendaraan agar antisuap. Selain itu, perlu adanya kampanye yang masif terkait penggunaan sabuk keselamatan di kendaraan umum serta menyediakan tempat istirahat yang layak bagi pengemudi angkutan umum di tempat wisata. Diharapkan, dengan langkah tersebut risiko kecelakaan dapat diminimalkan. Pihak operator, pemerintah, dan masyarakat (konsumen) kian sadar untuk memprioritaskan keselamatan kendaraan tanpa harus mengorbankannya hanya demi efisiensi ongkos yang justru berpotensi fatal di jalanan. (LITBANG KOMPAS) Editor: ANDREAS YOGA PRASETYO
|
Kembali ke sebelumnya |