Selamat datang di website E-PAPER PERPUSTAKAAN DPRRI.

Koleksi Perpustakaan DPR RI

Judul Dua Dekade Kilas Balik Tabrakan Pesawat di Udara
Tanggal 01 Februari 2025
Surat Kabar Kompas
Halaman -
Kata Kunci Pengangkutan udara
AKD - Komisi V
Isi Artikel

Sejarah mencatat, tabrakan antarpesawat di udara setidaknya pernah terjadi lima kali dalam dua dekade terakhir.

Oleh Yohanes Advent Krisdamarjati

Pesawat maskapai American Airlines bertabrakan di udara dengan helikopter Black Hawk ketika hendak mendarat di Bandara Nasional Ronald Reagan di dekat Washington DC pada Rabu (29/1/2025) malam waktu setempat. Sejarah mencatat, tabrakan antarpesawat di udara pernah terjadi beberapa kali dalam dua dekade terakhir.

International Air Transport Association (IATA) mencatat, pada periode 2005 hingga 2024 setidaknya terjadi empat tabrakan pesawat di udara. Kecelakaan terakhir yang melibatkan pesawat maskapai American Airlines jenis Bombardier CRJ-701 dengan helikopter Black Hawk militer AS menjadi insiden yang kelima.

Kecelakaan antara Bombardier dan Black Hawk yang terjadi sekitar pukul 21.00 waktu setempat itu menimbulkan korban jiwa relatif banyak. Pesawat American Airlines berpenumpang 60 orang dengan empat orang awak pesawat, sedangkan helikoper militer AS membawa tiga personel tentara. Kemungkinan korban selamat dari peristiwa naas itu sangatlah kecil sehingga kemungkinan besar korban tewas mencapai 67 orang. Upaya pencarian korban masih dilanjutkan dengan kondisi alam yang ekstrem. Sungai Potomac yang membeku dan suhu udara rendah di musim dingin kian menyulitkan pencarian korban kecelakaan pesawat.

Tabrakan antarpesawat itu menarik perhatian khalayak luas karena teknologi navigasi tercanggih yang tersemat pada transportasi udara itu nyatanya tak menjamin keselamatan penerbangan. Kecanggihan teknologi dan ketatnya prosedur penerbangan tidak sepenuhnya dapat menihilkan kecelakaan transportasi udara. Dari jutaan penerbangan yang ada di dunia, nyatanya sudah ada lima kali tabrakan antarpesawat di udara yang sejatinya kemungkinan kejadiannya sangatlah kecil. 

Tabrakan pesawat di atas Taman Nasional Nairobi

Pada tahun lalu terjadi kecelakaan antarpesawat di udara di wilayah Taman Nasional Nairobi, Kenya. Kecelakaan pada 5 Maret 2024 tersebut melibatkan pesawat De Havilland Canada DHC-8-315 yang dioperasikan oleh maskapai Safarilink Aviation dengan pesawat latih jenis Cessna 172M milik 99 Flying School.

Dash 8 mengalami kerusakan cukup parah pada sayap kanan dan penstabil horizontal yang berada di bagian belakang pesawat. Sementara itu, pesawat Cessna langsung menukik dan menghantam tanah di area Taman Nasional Nairobi.

Kecelakaan tersebut menewaskan dua orang di dalam pesawat Cessna, yakni satu instruktur penerbangan dan satu peserta didik 99 Flying School. Sementara itu, 44 penumpang dan awak pesawat Dash 8 milik Safarilink Aviation mendarat darurat di Bandara Wilson dengan selamat.

Hasil dari investigasi oleh pihak The Aircraft Accident Investigation Department (AAID) Kenya mengungkap bahwa pesawat Cessna tidak dilengkapi oleh perekam suara pada kokpit maupun perekam data penerbangan. Hal ini membuat upaya investigasi menjadi buntu dan tidak menemukan penyebab sesungguhnya dari kecelakaan tersebut.

Tabrakan pesawat di udara Slowakia

Sembilan tahun sebelumnya, pada 2015 terjadi kecelakaan yang melibatkan dua pesawat tipe Let L-410 Turbolet. Kedua pesawat tersebut terbang dalam formasi dengan ketinggian sejajar. Pada ketinggian 4.200 meter, salah satu pesawat tiba-tiba hilang kendali dan bertabrakan dengan pesawat lain. Kedua pesawat terbakar hebat sehingga membentuk bola api di udara.

Kedua pesawat itu mengangkut rombongan pegiat terjun payung (skydiver) sebanyak 38 orang. Saat kejadian, 31 orang berhasil melompat dari pesawat dan mendarat secara aman dengan parasut yang mereka kenakan. Sementara itu, ada 7 orang lainnya yang terdiri dari awak pesawat dan peserta rombongan meninggal dalam insiden tersebut.

Menurut hasil penyelidikan, insiden disebabkan oleh kelalaian pilot pada pesawat yang hilang kendali. Kedua pesawat terbang dengan formasi depan-belakang dengan perbedaan ketinggian beberapa meter.

Kelalaian pilot bermula ketika ia memosisikan pesawatnya sejajar ketinggian dan mendekati pesawat di depannya. Pilot melakukan hal tersebut dengan maksud memotret pesawat di depannya. Naas tak terhindarkan, jarak antarkedua pesawat terlalu dekat sehingga tabrakan pun terjadi.

Tabrakan pesawat di udara Olsberg

Kejadian tabrakan antarpesawat lainnya terjadi pada tahun 2012 di wilayah udara Olsberg, Jerman. Kecelakaan tersebut melibatkan pesawat kecil, yakni Piper PA-28 Cherokee dengan sebuah pesawat glider atau pesawat tanpa mesin dengan tipe Duo Discus Glider.

Tabrakan terjadi ketika pesawat Piper terbang rendah, sedangkan pesawat glider tengah proses menanjak di udara. Kedua pesawat tersebut bertabrakan dan mengakibatkan keduanya rusak. Pesawat Piper mengalami kerusakan di bagian ekor yang membuatnya jatuh menukik dan menghujam area hutan.

Dua penerbang pesawat Piper meninggal, sedangkan pilot pesawat glider selamat dengan terjun menggunakan parasut yang ia kenakan. Kecelakaan tersebut disebabkan oleh penerbang kedua pesawat yang tidak saling melihat posisi pesawat di dekatnya.

Kecelakaan penerbangan tidak hanya mengintai pesawat terbang berukuran besar dengan situasi lalu lintas yang padat. Risiko kecelakaan senantiasa juga mengintai para penerbang rekreasional seperti yang terjadi di Olsberg.

Tabrakan pesawat di udara Hutan Amazon

Merujuk pada data IATA, tabrakan dua pesawat di udara dengan fatalitas paling tinggi terjadi pada tahun 2006 di atas Hutan Amazon, Brasil. Kecelakaan tersebut melibatkan Boeing 737-800 yang dioperasikan maskapai Gol Transportes Aéreos dengan pesawat jet pribadi Embraer Legacy 600 yang dioperasikan oleh perusahaan Amerika Serikat, ExcelAire.

Pesawat Gol Transportes Aéreos melakukan rute penerbangan dari Manaus menuju Brasília pada 29 September 2006. Sementara itu, pesawat jet pribadi terbang dengan rute dari Brasil menuju Amerika Serikat. Tabrakan terjadi di ketinggian 37.000 kaki atau sekitar 11,3 kilometer di atas permukaan laut.

Hasil investigasi menunjukkan adanya tiga faktor penyebab kecelakaan udara itu. Pertama, pihak pengendali lalulintas udara (air traffic control/ATC) tidak menginstruksikan Embraer Legacy 600 untuk menurunkan ketinggian terbangnya guna menghindari tabrakan dengan Boeing 737-800. Penyebab kedua, tidak diaktifkannya sistem peringatan tabrakan di pesawat Embraer sehingga tabrakan tidak terhindarkan. Hal tersebut memicul munculnya faktor ketiga, yakni menyebabkan pilot di kedua pesawat sama-sama tidak mengetahui keberadaan pesawat lain di dekatnya.

Akibat tabrakan itu, 154 orang yang berada di pesawat Gol Transportes Aéreos tewas. Tidak ada yang selamat dari pesawat Boeing 737-800. Sementara itu, pesawat Legacy 600 dengan kerusakan parah pada bagian sayap berhasil mendarat dengan selamat di pangkalan militer terdekat. Sekitar tujuh orang yang berada di dalam pesawat tersebut semuanya selamat.

Apabila dibandingkan dengan jumlah korban tabrakan antara pesawat American Airline dan Black Hawk di Washington, jumlah korban pesawat Gol Transportes Aéreos di langit Hutan Amazon jauh lebih besar.

Tabrakan antarpesawat itu menunjukkan risiko kecelakaan tetap saja mengintai meskipun teknologi navigasi berkembang sangat canggih dan mutakhir. Peran manusia, baik itu pilot maupun menara kontrol penerbangan, juga sangat krusial untuk menjaga keselamatan lalu lintas penerbangan. Pun peran para teknisi pesawat yang melakukan pengecekan mesin pesawat beserta fungsi mekanis lainnya sebelum pesawat mengudara.

Bahkan, kondisi eksternal seperti hujan, kabut, kawanan burung, drone, layang-layang, balon, dan obyek lain yang melayang di udara berisiko bagi keselamatan penerbangan. Belum lagi adanya potensi membahayakan lainnya ketika terbang di sekitar daerah konflik yang rawan menjadi sasaran serangan udara.

Jadi, prosedur keselamatan teknis penerbangan, kesehatan kru pesawat, keandalan mesin, serta lingkungan eksternal yang aman menjadi kunci penting dalam menjaga lalu lintas penerbangan yang aman.

Berkaca pada kasus kecelakaan antara American Airlines dan helikopter militer Black Hawk di Bandara Nasional Ronald Reagan mengindikasikan adanya kesalahan yang membutuhkan investigasi mendalam. Pasalnya, kedua alat angkut udara ini memiliki prosedur yang berbeda, yakni mengacu pada aturan penerbangan sipil untuk American Airlines dan aturan penerbangan militer untuk helikopter Black Hawk. Jadi, perlu penyidikan lebih intensif lagi guna mencegah terjadinya kecelakaan serupa, terutama pada landasan udara yang fungsinya berdampingan antara angkutan sipil dan kepentingan militer. (LITBANG KOMPAS)

  Kembali ke sebelumnya