Selamat datang di website E-PAPER PERPUSTAKAAN DPRRI.

Koleksi Perpustakaan DPR RI

Judul Kecelakaan Maut di Gerbang Tol Ciawi, Sinyal Darurat Tingginya Pelanggaran Truk Angkutan Barang
Tanggal 06 Februari 2025
Surat Kabar Jakarta Post
Halaman -
Kata Kunci Pengangkutan jalan raya
AKD - Komisi V
Isi Artikel

Meski pengawasan terus ditingkatkan, jumlah pelanggaran ukuran volume angkutan juga semakin banyak seturut bertambahnya jumlah truk pengangkut beban.

Oleh Yohanes Advent Krisdamarjati

Kecelakaan maut truk di Gerbang Tol Ciawi yang menewaskan delapan orang menambah rapor merah buruknya keamanan transportasi di Indonesia. Meskipun jumlah pengawasan terus ditingkatkan, nyatanya jumlah pelanggarannya juga semakin banyak seturut dengan bertambahnya jumlah truk angkutan barang. Ironisnya, ada isu tentang rencana pemotongan anggaran oleh pemerintah yang berpotensi akan melemahkan pengawasan dan penertiban di lapangan.

Truk bermuatan galon air mineral meluncur tak terkendali menuju arah Jakarta dan menabrak sejumlah kendaraan yang sedang melakukan pembayaran di Gerbang Tol Ciawi 2, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, pada Selasa (4/2/2025) sekitar pukul 23.30 WIB. Akibat tabrakan beruntun ini, delapan orang tewas dan 11 orang lainnya luka-luka.

Truk bernomor polisi B 9235 PYW yang menjadi penyebab kecelakaan itu diduga remnya tidak berfungsi. Hasil pemeriksaan awal melalui laman Mitra Darat Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan didapati bahwa truk tersebut dinyatakan laik jalan mengacu pada status uji kelaikan yang masih berlaku hingga 11 Mei 2025.

Hanya saja, status laik jalan yang tertera pada surat tanda uji kendaraan itu bukan jaminan bahwa unit kendaraan sepenuhnya prima. Indikasi awal kecelakaan diakibatkan tidak berfungsinya sebagian sistem mekanis kendaraan. Kerusakan sistem kendaraan dapat berpeluang terjadi setiap saat. Saat uji kelaikan semua fungsinya berjalan baik, tetapi tak tertutup kemungkinan setelah usai pengujian barulah terjadi sejumlah kerusakan pada kendaraan.

Berdasarkan aturan, uji kelaikan wajib dilakukan setiap enam bulan sekali. Pada kurun waktu enam bulan tersebut, kerusakan pada kendaraan dapat saja terjadi dan tidak terdeteksi. Oleh karena itu, dugaan paling kuat penyebab kecelakaan maut di Gerbang Tol Ciawi 2 masih tertuju pada kerusakan sistem pengereman sehingga truk mengalami rem blong.

Peristiwa kecelakaan tersebut merupakan sirine bahaya dalam tata kelola dan keamanan transportasi Indonesia. Khususnya yang menyangkut kendaraan angkutan barang atau truk bermuatan berat. Pasalnya, kendaraan niaga bervolume besar ini terus meningkat angka pelanggarannya sehingga berpotensi memicu kecelakaan sewaktu-waktu di berbagai tempat.

Pelanggaran terbanyak: kelebihan daya angkut

Mengacu data dari Direktorat Lalu Lintas Jalan Kementerian Perhubungan sejak tahun 2017-2023, jenis pelanggaran yang paling banyak ditemukan adalah truk mengangkut barang melebihi kapasitas angkutnya. Pihak Unit Pelaksana Penimbangan Kendaraan Bermotor (UPPKB) pada tahun 2023 menemukan sebesar 60,2 persen truk melakukan pelanggaran kelebihan muatan.

Pelanggaran tersebut terus meningkat trennya. Pada tahun 2017, sebesar 40,1 persen truk yang diperiksa mengangkut barang melebihi kapasitas izinnya. Angka ini terus bertambah setiap tahun sehingga pada Juli 2024, jumlah pelanggaran terkait kelebihan daya angkut itu melonjak mencapai 62,7persen.

Infografik Jenis Pelanggaran Kendaraan Angkutan Barang
 

Terkait dengan kecelakaan di Gerbang Tol Ciawi 2, dapat diperkirakan beban muatan air mineral yang diangkut kendaraan maut tersebut. Tipe truk yang mengalami kecelakaan adalah Hino seri 500 dengan gross  vehicle  weight  rating (GVWR) seberat 26 ton dengan konfigurasi ruang muatan berbentuk dek datar (flat deck).

GVWR adalah berat maksimal kendaraan dari penjumlahan berat kosong dan barang yang diangkutnya. Hino seri 500 memiliki berat kosong 7 ton sehingga daya angkut maksimal yang direkomendasikan oleh pabrikan sekitar 19 ton.

Apabila diisi secara maksimal, muatan galon air disusun berjajar melebar sebanyak 8 galon, bertumpuk ke atas sejumlah 4 susun, dan berjajar dari depan hingga belakang truk sejumlah 36 galon. Diperkirakan total sekali angkut mencapai 1.152 galon air. Diasumsikan setiap galon berisi 19 liter air setara dengan bobot 19 kilogram. Jadi, total beban angkut truk diperkirakan sekitar 22 ton.

Berdasar simulasi perhitungan tersebut dapat dikatakan bahwa truk mengalami kelebihan muatan sekitar 3 ton. Dengan asumsi, truk itu mengangkut muatan air dengan jumlah maksimal sekitar 1.152 galon.

Namun, apabila susunan muatan dikurangi satu baris paling belakang, beban muatan truk tersebut kira-kira sekitar 18,3 ton. Jika simulasi perhitungan ini sesuai dengan kondisi truk yang menyebabkan lakalantas, truk tersebut tidak dalam kondisi kelebihan muatan. Beban muatan tidak melampaui batas maksimal 19 ton.

Terkait dengan volume muatan itu baru dalam tahap proyeksi saja sehingga unsur beban muatan masih sebatas dugaan yang potensial memicu rem blong pada truk tersebut. Hal yang pasti, fakta penyebab kecelakaan maut di Gerbang Tol Ciawi 2 sedang diselidiki oleh pihak berwenang.

Upaya pengawasan dengan pemotongan anggaran

Setiap tahun, angka kecelakaan kendaraan angkutan barang berkisar 20 ribuan unit dengan proporsi risiko kecelakaan sekitar 0,4 persen hingga 0,5 persen. Sebagai ilustrasi, jika pada satu ruas jalan melintas truk sebanyak 200 unit, satu di antaranya akan mengalami kecelakaan.

Merujuk dari data Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2023 terdapat sekitar 6 juta unit kendaraan angkutan barang dengan beragam tipe yang aktif berlalu lalang di jalanan.

Demi menekan angka kecelakaan angkutan barang, Kementerian Perhubungan melalui Dinas Perhubungan di sejumlah daerah terus berupaya melakukan pengawasan dan penindakan. Merujuk dari laporan Direktorat Lalu Lintas Jalan Kementerian Perhubungan, pada tahun 2023 didapati sebanyak 637.587 truk yang melakukan pelanggaran. Jika dibandingkan dengan total populasi kendaraan angkutan barang, artinya tingkat pelanggaran truk itu mencapai 10,5 persen.

Infografik Tren Proporsi Kendaraan Angkutan Barang Melakukan Pelanggaran
 

Meskipun tingkat pelanggarannya mengalami fluktuasi, secara umum menunjukkan tren yang cenderung terus meningkat. Proporsi pelanggaran pada tahun 2017 tercatat hanya 3 persen saja, kemudian meningkat menjadi 8,4 persen di tahun 2018. Pelanggaran tertinggi mencapai 16,5 persen terjadi pada 2020.

Fluktuasi data tersebut seiring dengan perubahan intensitas pihak Unit Pelaksana Penimbangan Kendaraan Bermotor (UPPKB) dalam melaksanakan pengawasan dan penindakan. Tampak terjadi lonjakan pada 2020 saat bencana pandemi Covid-19.

Kala itu pengawasan lebih ketat, tidak hanya mengawasi kendaraan kelebihan dimensi dan kelebihan muatan, tetapi juga dalam rangka menegakkan aturan pembatasan mobilitas warga. Saat itu, kendaraan angkutan barang kerap dimanfaatkan oleh sebagian masyarakat untuk menembus barikade pembatasan mobilitas lintas daerah.

Kembali pada persoalan pengawasan dan penindakan, sepanjang tahun 2023, pihak UPPKB baru mampu memeriksa sekitar 37,4 persen kendaraan barang yang melintas. Angka ini perlu terus ditingkatkan demi merapatkan intensitas pengawasan di lapangan. Apalagi, pelanggaran yang ditemukan dalam pemeriksaan kendaraan angkutan barang itu mayoritas berkaitan dengan kelebihan volume muatan.

Infografik Tren Jumlah Kendaraan Angkutan Barang yang Diperiksa oleh UPPKB
 

Sejak tahun 2020 hingga tahun 2023, rata-rata pelanggaran terkait volume angkutan yang melebihi ketentuannya selalu lebih dari 60 persen per tahun. Artinya, sebagian besar truk yang mengangkut barang di jalanan hampir dapat dipastikan selalu membawa beban melampaui ambang batas aman menurut spesifikasi kendaraan.

Hal tersebut sangatlah berbahaya karena meningkatkan risiko kecelakaan di jalan raya sehingga perlu upaya yang intensif untuk menertibkannya. Hanya saja, hal ini membutuhkan biaya operasional yang relatif besar sehingga menjadi kendala bagi pihak terkait, dalam hal ini Kementerian Perhubungan.

Ironisnya, pada tahun anggaran 2025 ini pembiayaan bagi Kemenhub dipangkas sebesar 35 persen. Semula dianggarkan senilai Rp 9 triliun, kemudian dipotong Rp 2,6 triliun sehingga menyisakan anggaran tahun ini sekitar Rp 6,4 triliun.

Upaya efisiensi besar-besaran yang dilakukan pemerintah pusat saat ini berpotensi memicu risiko keselamatan bertransportasi di Indonesia, salah satunya terkait angkutan barang. Bila pengawasan dan penertiban angkutan barang kian lemah, maka risiko kecelakaan akan semakin tinggi. Dengan demikian, keselamatan berkendara menjadi taruhannya. Pemerintah harus menyadari hal ini sebelum munculnya korban lainnya akibat pelanggaran yang dilakukan oleh operator transportasi angkutan barang. (LITBANG KOMPAS)

  Kembali ke sebelumnya