Judul | Bohong Soal Status Mantan Napi, MK Diskualifikasi Calon Wakil Bupati Pasaman Nomor Urut 01 |
Tanggal | 24 Februari 2025 |
Surat Kabar | Kompas |
Halaman | - |
Kata Kunci | |
AKD |
- Komisi II |
Isi Artikel | JAKARTA, KOMPAS — Mahkamah Konstitusi mendiskualifikasi calon wakil bupati Pasaman pasangan nomor urut 1, Anggit Kurniawan Nasution, karena dinilai tidak jujur terkait statusnya sebagai mantan terpidana. MK pun memerintahkan Komisi Pemilihan Umum menggelar pemungutan suara ulang dengan memberi kesempatan kepada partai pengusung mengganti Anggit, tanpa mengganti calon bupati nomor urut 1 Welly Suhery, paling lambat 60 hari sejak putusan dibacakan. Dalam pertimbangannya, MK menilai, Anggit tidak memenuhi ketentuan Pasal 7 Ayat (2) huruf g Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota. Pasal tersebut mengatur tentang keterangan tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap atau bagi mantan terpidana telah secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana. ”Oleh karenanya, hal tersebut telah melanggar atau mencederai prinsip penyelenggaraan pemilihan kepala daerah yang berkeadilan, demokratis, dan berintegritas. Dengan demikian, dalam rangka memastikan dan menjamin legitimasi hasil pemilihan umum Bupati dan Wakil Bupati Pasaman Tahun 2024 yang berkeadilan, demokratis, dan berintegritas tersebut, tidak ada keraguan bagi Mahkamah untuk melakukan diskualifikasi terhadap calon wakil bupati Anggit Kurniawan Nasution sebagai calon Wakil Bupati Kabupaten Pasaman Tahun 2024,” ujar Mahkamah. MK mengabulkan sebagian permohonan yang diajukan pasangan calon nomor urut 3, Sabar AS dan Sukardi, yang mempersoalkan tentang Anggit yang pernah dipidana dan memberikan keterangan tidak sesuai fakta dalam dokumen pencalonan. Anggit pernah dipidana dengan putusan 293/Pid.B/2022/PN JKT.SEL, tetapi yang bersangkutan menyerahkan surat keterangan catatan kepolisian yang menegaskan bahwa tidak terdapat catatan atau keterlibatan dalam kegiatan kriminal apa pun.
![]() KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN Petugas memasukkan surat suara ke dalam kotak suara seusai pembuktian alat bukti dalam sidang lanjutan sengketa pilkada di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (17/2/2025). Dalam pertimbangannya, MK menyatakan, Anggit seharusnya menolak surat keterangan catatan kepolisian yang dikeluarkan 12 Agustus 2024 tersebut, jauh sebelum ditetapkan penetapan pasangan calon pada 22 September 2024. ”Anggit Kurniawan Nasution seharusnya telah menolak dan secara jujur menyatakan bahwa surat keterangan catatan kepolisian dimaksud adalah tidak benar dan tidak sesuai dengan data pribadi sebenarnya,” kata Mahkamah. Begitu pula ketika Anggit mendapatkan surat keterangan dari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang menerangkan tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan berkekuatan hukum tertanggal 16 Agustus 2024. Ia seharusnya juga keberatan karena hal tersebut tidak sesuai dengan keadaan yang sesungguhnya. Iklan - Gulir ke Bawah untuk melajutkan
Iklan
”Dengan kata lain, Anggit Kurniawan Nasution sesungguhnya sejak awal sudah bisa menyampaikan kepada termohon bahwa pernah dijatuhi pidana karena melakukan tindak pidana penipuan di PN Jakarta Selatan. Namun, yang terjadi hal tersebut tidak dilakukan oleh Anggit Kurniawan Nasution dan lebih memilih ’disembunyikan’,” ujar MK. Padahal, sebagai mantan terpidana, Anggit seharusnya terbuka dan jujur kepada lembaga/instansi terkait yang mengeluarkan dokumen syarat pencalonan. ![]() KOMPAS Infografik Pilkada yang Hasilnya Masih Proses Sengketa di MK MK pun membatalkan dan menyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat beberapa keputusan KPU Kabupaten Pasaman, di antaranya penetapan hasil pilkada serta penetapan pasangan calon kepala daerah sepanjang Anggit Kurniawan Nasution. Penggantian Anggit diserahkan sepenuhnya kepada partai politik atau gabungan partai politik pengusung untuk mengikuti pemungutan suara ulang berpasangan dengan Welly Suhery tanpa mengubah nomor urut yang bersangkutan. ”Memerintahkan kepada termohon untuk menyelenggarakan satu kali kampanye/debat terbuka pasangan calon guna menyampaikan visi misi dan program masing-masing pasangan calon sebelum pelaksanaan pemungutan suara ulang dimaksud,” kata Mahkamah. MK pun meminta penyelenggara pemilihan untuk berkoordinasi dengan pemerintah pusat dan pemerintah daerah berkenaan dengan pentingnya memprioritaskan ketersediaan anggaran. Hal tersebut untuk mendukung pelaksanaan pemungutan suara ulang. Untuk menjamin terselenggaranya pemungutan suara ulang dengan benar, pemilihan harus dilaksanakan dengan supervisi Bawaslu RI, Bawaslu Provinsi Sumatera Barat, dan Bawaslu Kabupaten Pasaman. |
Kembali ke sebelumnya |