Selamat datang di website E-PAPER PERPUSTAKAAN DPRRI.

Koleksi Perpustakaan DPR RI

Judul Sayonara Dana Desa
Tanggal 06 Maret 2025
Surat Kabar Kompas
Halaman 7
Kata Kunci Dana Desa
AKD - Komisi V
Isi Artikel

Alih-alih memanfaatkan regulasi yang telah tersosialisasi ke lapangan guna menguatkan BUMDes, pemerintah justru membentuk lembaga baru Kopdes MP.

Oleh Ivanovich Agusta

Baru saja terpotong (earmark) program ketahanan pangan 20 persen dan bantuan langsung tunai (BLT) maksimal 15 persen, kembali dana desa tergadaikan hingga lima tahun ke depan.

Menko Pangan menerangkan, dibutuhkan Rp 3 miliar-Rp 5 miliar untuk pembentukan Koperasi Desa Merah Putih (Kopdes MP). Ini ditalangi bank pemerintah, kemudian desa mengangsurnya tiga hingga lima tahun berikutnya (Kompas, 4/3/2025).

Informasi awal belum klop dengan regulasi eksisting. Disebutkan gabungan kelompok tani (gapoktan) beralih menjadi koperasi, mengindikasikan Kopdes dibentuk di tingkat kecamatan, sesuai wilayah kerja gapoktan, dan anggotanya bisa lembaga kelompok tani, tidak harus perseorangan petani.

Toh, kini lazim regulasi diubah seturut kebijakan pemerintah sebagaimana dijanjikan Menteri Desa PDT. Clue regulasi dibocorkan Menteri Koperasi: penggunaan dana desa diarahkan pemerintah.

Pada titik inilah telah padam hakikat rekognisi dan subsidiaritas seturut UU No 6/2014 tentang Desa. Pemerintah desa, pegiat, dan warga harus mulai menjalankan strategi kemajuan baru.

Rekognisi dan subsidiaritas

Asas distingtif UU Desa adalah rekognisi negara atas desa, dan subsidiaritas wewenang desa. Secara legal, 75.265 desa direkognisi melalui kode wilayah resmi Kemendagri. Rekognisi material berwujud dana desa mulai awal pemerintahan sebelumnya pada 2015. Bahkan, seharusnya desa hutan ditambah dana konservasi dan rehabilitasi (belum terwujud).

Asas subsidiaritas menegaskan ruang prakarsa dalam wewenang desa, terutama lewat forum musyawarah desa. Keputusan strategis hanya bisa disusun dalam forum ini, seperti rencana kerja jangka menengah, rencana kerja tahunan, serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes).

Di pemerintahan sebelumnya, musyawarah desa didudukkan sebagai forum tertinggi desa karena pengambilan keputusan strategis menyerta- kan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan wakil warga. Prioritas pemanfaatan dana desa yang diputuskan pemerintah tiap tahun tergolong longgar sehingga kegiatan lapangan dan anggarannya tetap diputuskan di musyawarah desa.

Pernyataan Menteri Koperasi mengarah menghapus asas subsidiaritas dalam praktik.

Penyakit earkmark mewajibkan dana desa dibelanjakan untuk kegiatan khusus. Dimulai sejak pandemi Covid-19 pada 2020, sayangnya berlangsung hingga kini. UU APBN 2025 menetapkan earmark maksimal 15 persen dana desa, tetapi ditambah 20 persen lagi pada Peraturan Menteri Desa PDT No 2/2024.

Padahal, fiskal desa yang leluasa digunakan hanya bersumber dari dana desa (53 persen APBDes), Pendapatan Asli Desa/PADes (2,5 persen APBDes), dan hasil kerja sama (0,54 persen APBDes). Sayangnya, kebanyakan desa tidak memiliki PADes dan sumber kerja sama, apalagi di Papua.

Artinya, membelanjakan sepenuhnya dana desa untuk Kopdes MP serupa memberhentikan pembangunan desa, termasuk menghapus fungsi lembaga pembina pembangunan desa. Lebih dalam, di lapangan serasa memupus asas rekognisi negara atas desa.

Infografik Menurut Anda, apakah dana desa bermanfaat untuk kemajuan desa Anda?
 

Infografik Menurut Anda, apakah dana desa bermanfaat untuk kemajuan desa Anda?

Lembaga publik dan privat

Dana desa adalah dana publik. Selama ini pemanfaatannya diarahkan ke entitas publik. Dilarang dibelanjakan untuk lembaga privat, seperti yayasan pengelola PAUD. Yang dibantu harus tergolong lembaga kemasyarakatan desa/LKD yang seharusnya ditetapkan melalui peraturan desa. Sebab tujuan utama dana desa mengurangi kemiskinan, dana bantuan privat hanya dikeluarkan bagi keluarga miskin.

Setelah Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengarahkan agar dicatat di Sistem Keuangan Desa BPKP dan OMSPAN Dana Desa Kemenkeu, dana bantuan ketahanan pangan 2022-2024 juga disalurkan ke kelompok tani.

Pengecualian disebabkan kedua sistem aplikasi tak mengakomodasi penambahan modal Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang masuk bagian pembiayaan (di luar bagian pendapatan dan pengeluaran). Ini terulang menjadi pokok musykilnya implementasi Kepmendesa PDT No 3/2025 agar BUMDes mengelola ketahanan pangan.

Anehnya, Kepmendesa PDT tak dipecahkan agar menjadi kesimpulan rapat terbatas. Padahal, tujuannya sama, memasok bahan pangan Makan Bergizi Gratis. Alih-alih memanfaatkan regulasi yang telah tersosialisasi ke lapangan guna menguatkan BUMDes, pemerintah justru membentuk lembaga baru Kopdes MP.

Sesuai UU No 6/2023 dan turunannya PP No 11/2021, BUMDes tergolong entitas baru badan hukum publik. Sebaliknya, koperasi adalah badan hukum privat. Jika menggunakan tafsir dana desa untuk lembaga publik, seharusnya tertolak peruntukan bagi koperasi sebagai lembaga privat.

Dalam regulasi eksisting, jika koperasi tingkat kecamatan beranggotakan lembaga, maka desa bisa memadati modal BUMDdes. Lalu, BUMDes menjadi salah satu lembaga anggota koperasi. Namun, toh ada BUMDes LKD di tingkat kecamatan, yang juga siap mengelola program MBG.

Mungkin, sudah saatnya ganti Kementerian UMKM membina BUMDes yang telah berkembang. Toh, kala mendaftar Nomor Induk Berusaha ke online submission system BKPM, BUMDes, dan Badan Usaha Milik Desa Bersama langsung masuk golongan UKM.

Ivanovich Agusta, Sosiolog Pedesaan IPB University

 

  Kembali ke sebelumnya