| Judul | Kasus Raja Ampat, Kita Mempermalukan Diri Sendiri |
| Tanggal | 16 Juni 2025 |
| Surat Kabar | Kompas |
| Halaman | 7 |
| Kata Kunci | Tambang dan Pertambangan |
| AKD |
- Komisi VII |
| Isi Artikel | Hasil penelitian para pakar nasional dan internasional menunjukkan kawasan Raja Ampat memiliki keunikan yang tak dimiliki kawasan lain di belahan dunia mana pun. Oleh Alex Retraubun asus penambangan nikel di Raja Ampat ibarat kita menampar muka sendiri. Mengapa demikian? Pada 2006, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan gagasannya terkait komitmen Indonesia terhadap konservasi keanekaragaman hayati dalam pidato di Convention on Biological Diversity (CBD) Ke-8 di Brasil. Prakarsa ini sebagai janji masyarakat Indonesia kepada publik dunia untuk menjaga kekayaan keanekaragaman hayati di wilayahnya, sekaligus sebagai pencitraan tentang pengelolaan potensi keanekaragaman secara rasional. Namun, yang terjadi sekarang, kita justru merusak potensi alamiah kawasan yang diakui oleh dunia. Inilah paradoks, di mana kita yang memulai dengan janji, tapi kita juga yang mengakhirinya. Kita mempermalukan diri kita sendiri di mata dunia. Hasil penelitian para pakar nasional dan internasional menunjukkan kawasan Raja Ampat memiliki keunikan yang tak dimiliki kawasan lain di belahan dunia mana pun. UNESCO menyebut kawasan ini sebagai global geopark dan pakar kelautan menjulukinya sebagai pusat keanekaragaman hayati dunia. Ukuran keunikan ialah adanya 70 persen jenis karang, lebih dari 1.500 jenis ikan, 699 jenis moluska, 5 jenis penyu, 16 jenis mamalia, dan sekitar 100 diving spot dunia di kawasan ini. Tingginya ego sektoral Pada 15 Mei 2009, atau tiga tahun sesudah pidato Presiden SBY di Brasil, dideklarasikan suatu organisasi internasional oleh pemerintah enam negara, Indonesia, Filipina, Malaysia, Papua Niugini, Kepulauan Solomon, dan Timor Leste. Mereka sepakat membentuk Coral Triangle Initiative (CTI) dan fokus pada terumbu karang, perikanan, dan ketahanan pangan (coral reef, fisheries and food security). Mengapa melibatkan enam negara? Karena kawasan perairan ini secara keseluruhan merupakan zona inti kawasan di mana produksi hayati yang berwujud larva dan plankton menyebar di kolom air lintas wilayah perairan negara-negara tersebut. Proses ini difasilitasi oleh arus perairan per musim secara rutin. Wilayah ini berbentuk segitiga jika dipetakan sehingga disebut segitiga terumbu karang. Indonesia sangat dominan dalam inisiatif ini karena kita sebagai pemrakarsa dan karena cakupan wilayah CTI terbesar ada di Indonesia. Kabupaten Raja Ampat merupakan wilayah kepulauan kecil di Provinsi Papua Barat di mana terdapat 1.800 pulau dan 35 di antaranya berpenghuni. Disebut berciri kepulauan karena luas lautnya delapan kali luas daratnya. Penambangan di Raja Ampat yang dilakukan di atas lima pulau kecil menjadi viral di media sosial. Penolakan disuarakan terhadap penambangan di semua pulau di Raja Ampat itu tanpa kecuali. Pulau tersebut adalah Pulau Gak, Kawei, Batang Pele, Manyaifun, dan Manuran. Publik tentu tidak ingin keunikan kawasan ini hilang. Kehilangan berarti ancaman terhadap keberlangsungan hidup masyarakat ke depan dari sisi kelestarian ekosistem, kesejahteraan masyarakat, dan keberlanjutan ekonomi. Penambangan nikel sebaiknya tidak diperbolehkan sama sekali di Raja Ampat karena dua alasan berikut. Pertama, bertentangan dengan Undang-Undang (UU) No 27/2007 juncto UU No 1/2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, khususnya Pasal 23 Ayat 2. UU ini diinisiasi oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sebagai produk kebijakan nasional. Jika ditelusuri, kelima pulau yang ditambang terdefinisi sebagai pulau sangat kecil karena ukurannya di bawah 100 kilometer persegi. Jadi, apabila termasuk dalam penanaman modal asing (PMA), maka wajib memiliki izin dari KKP. Demikian pula jika ia penanaman modal dalam negeri (PMDN), harus memiliki rekomendasi juga dari KKP. Kenyataannya, kegiatan penambangan di pulau-pulau tersebut tidak memiliki izin ataupun rekomendasi dari KKP. Kejadian ini mencerminkan ego sektoral yang bakal menampar muka kita sendiri kalau tidak terselesaikan. Kedua, keunikan Raja Ampat bukanlah kontribusi pulau per pulau, tetapi total kawasan secara keseluruhan. Karena itu, jika pulau tertentu diizinkan ditambang, keseimbangan dan produktivitas akan terganggu. Inilah alasan rasional penolakan. Fakta pulau kecil Fakta berikut menunjukkan bahwa pulau kecil sangat mendominasi struktur geografi wilayah kita. Pulau dimaksud adalah pulau lebih kecil atau sama dengan 2.000 kilometer persegi. Data KKP menunjukkan bahwa pulau berkategori ini berjumlah 16.990 pulau, 50 persennya berukuran 0-1 hektar, diikuti dengan ukuran 100 sampai 1.000 hektar sebanyak 22 persen. Dari total pulau tersebut, yang berpenghuni hanya 10 persen dan didominasi oleh kisaran luasan 100 sampai 1.000 hektar. Sementara itu, pulau yang tak berpenghuni didominasi oleh pulau dengan luasan 0-1 hektar, yakni sebanyak 59 persen. Diikuti oleh luasan 100 sampai 1.000 hektar sebanyak 17 persen. Fakta ini menunjukkan mendesaknya langkah pengelolaan pulau yang ketat. Semoga penambangan ditiadakan sama sekali di Raja Ampat. Alex Retraubun, Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Pattimura |
| Kembali ke sebelumnya |