| Judul | Kecelakaan Kapal di Selat Bali Kembali Terulang, Mitigasi Keselamatan Dipertanyakan |
| Tanggal | 04 Juli 2025 |
| Surat Kabar | Kompas |
| Halaman | - |
| Kata Kunci | |
| AKD |
- Komisi V |
| Isi Artikel | Belum semua rekomendasi KNKT dalam investigasi kecelakaan pelayaran mendapat tanggapan. Baru 25 persen saja yang melaksanakan rekomendasi itu pada kurun 2020-2024. Oleh Budiawan Sidik A Perairan Selat Bali yang menghubungkan Pulau Jawa dengan Pulau Bali kembali menelan korban jiwa. Kapal Motor Penyeberangan atau KMP Tunu Pratama Jaya tenggelam saat akan menyeberang dari Pelabuhan Ketapang, Banyuwangi, menuju Pelabuhan Gilimanuk di Pulau Bali pada Rabu (2/7/2025). Dari 53 penumpang serta 12 awak yang berada di kapal itu, baru 35 di antaranya berhasil ditemukan terdiri dari 29 korban selamat dan 6 korban meninggal. Peristiwa kecelakaan laut di Selat Bali itu termasuk yang frekuensinya tinggi secara nasional. Setidaknya dalam lima tahun terakhir, telah terjadi lima kali kecelakaan laut di Selat Bali. Semua kecelakaan tersebut berakhir dengan tenggelamnya kapal, kecuali pada 2022 berupa kandasnya kapal akibat surutnya air pelabuhan di Gilimanuk. Ironisnya, kapal yang sekitar tiga tahun silam pernah kandas di pelabuhan itu, kini mengalami peristiwa naas seperti kasus lainnya di Selat Bali, yakni tenggelam. KMP Tunu Pratama Jaya merupakan kapal yang mengalami kasus kecelakaan setidaknya dua kali dalam kurun lima tahun ini. Dahulu karena terjebak pasang-surut dermaga, kini mengalami kebocoran, mati mesin, terseret arus, dan akhirnya tenggelam pada Rabu lalu jelang dini hari. Data Statistik Investigasi Kecelakaan Transportasi 2024 dari Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) menunjukkan, kasus tenggelamnya kapal di Selat Bali memiliki proporsi yang relatif besar secara nasional.
KOMPAS/DIMAS Infografik Dari tahun 2020 hingga 2024, setidaknya terdapat 15 kasus tenggelamnya kapal dalam aktivitas pelayanan nasional. Empat di antaranya berasal dari insiden di Selat Bali dalam kurun waktu tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa Selat Bali merupakan area yang relatif rawan terhadap kasus kecelakaan kapal di Indonesia. Kerawanan itu salah satunya karena Selat Bali memiliki karakteristik perairan yang khas. Menurut jurnal berjudul ”Karakteristik Arus Laut Permukaan dari High Frequency Radar pada Musim Timur di Selat Bali Indonesia” karya Shafira Tsanyfadhila, dkk., yang diterbitkan pada Jurnal Kelautan Tropis, November 2022, menyebutkan bahwa karakteristik arus permukaan di Selat Bali sangat dipengaruhi oleh pasang surut. Dalam jurnal itu menyebutkan bahwa pada musim timur, rata-rata kecepatan arus di lokasi penelitian di Selat Bali berkisar 0,1–1,08 meter/detik. Arah arus permukaan dominan menuju ke arah selatan. Kecepatan arus lebih besar ketika pasang purnama dan ketika menuju surut. Anomali muka air laut (SLA) dan morfologi pantai juga memengaruhi karakteristik arus permukaan di Selat Bali. Wilayah tengah perairan Selat Bali memiliki kecepatan arus yang lebih besar. Dari jurnal tersebut mengindikasikan bahwa arus Selat Bali terkadang menunjukkan kecepatan arus yang relatif membahayakan bagi transportasi laut, terutama bila kecepatannya sudah melebihi satu meter per detik. Sejumlah kapan ukuran tertentu akan kesulitan bermanuver, terbawa arus, dan berisiko kandas. Dengan kecenderungan arah arus permukaan menuju ke selatan, yakni menuju Samudra Hindia, maka setiap insiden kecelakaan kapal di Selat Bali, terutama kapal yang tenggelam ataupun yang terbawa arus kemungkinan akan terhanyut menuju selatan. Dalam kasus KMP Tunu Pratama Jaya pun, saat ini arah pencarian kapal yang terbalik dan tenggelam itu difokuskan ke arah selatan Selat Bali. Kasus kecelakaan kapalBerdasarkan data investigasi KNKT, dalam kurun 2020-2024 telah terjadi sebanyak 57 insiden kecelakaan pelayaran di Indonesia. Terbanyak, yakni hingga 24 peristiwa atau 42 persen kasus berupa kapal terbakar ataupun meledak. Selanjutnya, urutan berikutnya sebanyak 15 insiden atau sekitar 26 persen merupakan kasus kecelakaan berupa kapal tenggelam. Untuk peristiwa kecelakaan lainnya, seperti tabrakan, kandas dan lain sebagainya, relatif minim, yakni masing-masing tak lebih dari 10 kasus. Dari laporan tersebut menujukkan bahwa peristiwa kapal terbakar dan tenggelam merupakan kasus yang mendominasi insiden kecelakaan pelayaran di Indonesia. Hal ini tentu saja sangat mengkhawatirkan karena insiden ini memiliki tingkat fatalitas yang sangat tinggi baik bagi penumpang ataupun awak kapalnya. Di Indonesia, kasus kecelakaan kapal rata-rata hampir selalu terjadi setiap tahun dan sebagian di antaranya harus melibatkan KNKT untuk melakukan investigasi. Hal ini menunjukkan kasus kecelakaan itu memiliki derajat risiko fatalitas yang tinggi karena melibatkan nyawa manusia dalam jumlah banyak; terganggunya sarana-prasarana pendukung transportasi; ataupun efek yang negatif bagi lingkungan. Investigasi KNKT mengindikasikan bahwa kecelakaan yang terjadi merupakan sebuah peristiwa yang serius. Mengacu pada Peraturan Pemerintah No 62/2013 tentang Investigasi Kecelakaan Transportasi, KNKT hanya melakukan investigasi pada kecelakaan pelayan yang melibatkan kapal-kapal ukuran tertentu.
KOMPAS/ANDRI Infografik Kriteria investigasi oleh KNKT dalam regulasi itu adalah kecelakaan yang melibatkan kapal berbobot lebih dari 100 GT (gross tonage) untuk kapal penumpang, kapal penyeberangan, dan kapal ikan. Selain itu, juga untuk kapal berbobot di atas 500 GT untuk jenis kapal barang dan kapal tangki. Kapal-kapal tersebut perlu diinvestigasi oleh KNKT karena menimbulkan korban jiwa; kerusakan atau tidak dapat beroperasinya kapal ataupun fasilitas di perairan; serta menimbulkan pencemaran laut. Dari laporan investigasi KNKT 2024, menunjukkan bahwa korban yang ditimbulkan akibat kecelakaan pelayaran pada kurun 2020-2024 relatif besar, yakni mencapai 678 orang. Rinciannya, sebanyak 584 orang meninggal dan 103 orang lainnya mengalami luka-luka. Deskripsi data ini menunjukkan bahwa kecelakaan pelayaran memiliki derajat fatalitas yang tinggi, yakni sekitar 86 persen korban tewas dalam kurun waktu itu. Tingkat keselamatannya relatif sangat rendah ketika insiden pelayaran itu terjadi. Dari sejumlah kasus yang telah berhasil diinvestigasi pada kurun 2020-2024, ada sejumlah faktor yang menyebabkan terjadinya kecelakaan pelayaran di Indonesia. Terbanyak, hingga 56 persen kasus diakibatkan oleh masalah teknis; selanjutnya disusul 40 persen lainnya akibat human factor. Untuk faktor eksternal, yakni cuaca relatif sangat minim, yakni sekitar 4 persen saja. Hal itu mengindikasikan bahwa kecelakaan pelayaran yang terjadi di Indonesia terkait erat dengan tata kelola dalam manajeman bisnis pelayaran bersangkutan. Pasalnya, sebagian besar penyebabnya akibat urusan teknis dan faktor manusia. Artinya, pihak regulator ataupun fasilitator dari pemerintah serta pihak operator jasa menjadi domain sebagian unsur penyebab kecelakaan tersebut.
KOMPAS/ANDRI Infografik Rekomendasi KNKT minim respons Dari sejumlah investigasi yang berhasil dilakukan KNKT, terdapat sejumlah rekomendasi kepada beberapa pihak agar melakukan pembenahan sebagai langkah mitigasi kecelakaan pelayaran. Pada kurun 2020-2024, KNKT mengeluarkan 113 rekomendasi yang ditujukan setidaknya kepada 11 institusi mulai unsur pemerintah hingga swasta. Dari seluruh rekomendasi itu, terbanyak ditujukan kepada pihak operator kapal hingga sekitar 40 persen atau sebanyak 45 rekomendasi. Rekomendasi terbanyak berikutnya ditempati pihak regulator Indonesia hingga sebanyak 17 rekomendasi. Urutan ketiga, ditempati administrator pelabuhan dengan jumlah rekomendasi hingga sebanyak 13 rekomendasi. Untuk pihak lainnya lagi, rata-rata hanya mendapat surat rekomendasi relatif minim. Bahkan, seperti unsur search and rescue (SAR) mendapat rekomendasi nol atau tak pernah mendapat rekomendasi dari KNKT pada kurun 2020-2025. Hal ini menunjukkan pihak SAR telah bekerja optimal untuk menyelamatkan para korban di setiap kasus kecelakaan pelayaran. Dari surat rekomendasi yang dikeluarkan KNKT dari investigasi kecelakaan pelayaran nasional mengindikasikan bahwa kecelakaan yang terjadi sebagian besar terkait erat dengan pihak operator; pemerintah sebagi regulator dan juga administrator pelabuhan. Oleh karena itu, perlu pembenahan segera terutama bagi para pihak yang mendapat rujukan rekomendasi dari KNKT demi mewujudkan keselamatan bertransportasi.
KOMPAS/ANDRI Infografik Hanya, belum semua rekomendasi yang diberikan KNKT itu sudah mendapat tanggapan dari pihak yang dituju. Dari kurun 2020-2024, baru sekitar 25 persen rekomendasi berstatus close yang artinya rekomendasi telah dilaksanakan dan memberikan konfirmasi atau tanggapan kepada KNKT. Selebihnya, sekitar 75 persen stakeholder masih bersatus open yang berarti pihak bersangkutan belum melaksanakan rekomendasi yang belum memberikan tanggapan. Perlu ketegasan dari pemerintah, agar rekomendasi tersebut segera dibenahi demi mewujudkan keselamatan yang optimal bagi seluruh pengguna jasa pelayaran nasional. Tanpa ketegasan dari pemerintah dan kesadaran yang tinggi dari pelaku usaha pelayaran maka keselamatan penumpang menjadi taruhannya. (LITBANG KOMPAS)
Belum semua rekomendasi KNKT dalam investigasi kecelakaan pelayaran mendapat tanggapan. Baru 25 persen saja yang melaksanakan rekomendasi itu pada kurun 2020-2024. |
| Kembali ke sebelumnya |