Isi Artikel |
JAKARTA - Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro percaya diri dengan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) 2016 yang diusulkan pemerintah. Karena itu, ia tak memikirkan skema fiskal alternatif pendongkrak penerimaan sebagai antisipasi jika beleid pengampunan pajak urung disahkan.
Bambang optimistis asumsi tambahan penerimaan Rp 165 triliun dari pelaksanaan Undang-Undang Pengampunan Pajak tetap akan masuk. "Enggak usah bermisal-misal, kita realistis," kata dia di Jakarta, kemarin.
Ia pun tak mengoreksi target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3 persen, yang ditopang pendapatan negara Rp 1.734,5 triliun dalam RAPBN-P 2016. Pendapatan itu meliputi penerimaan perpajakan sebesar Rp 1.527,1 triliun, penerimaan negara bukan pajak Rp 205,4 triliun, dan penerimaan dari pengampunan pajak Rp 165 triliun. Total asumsi penerimaan kali ini lebih kecil Rp 88 triliun dibanding pada APBN 2016.
Keyakinan Bambang didasari hasil pertukaran data pajak internasional. Dalam data Kementerian, ada potensi pajak sebesar Rp 1.000 triliun. Bila tarif pengampunan pajak 4 persen, akan ada Rp 20 triliun yang masuk. Ada pula data dari komunitas pajak luar negeri yang menyebut 6.500 warga negara Indonesia memiliki dana Rp 4.000 triliun. "Hitungan kami, ada Rp 160 triliun."
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance, Enny Sri Hartati, mengkritik keyakinan Menteri Bambang yang sangat berisiko. Menurut dia, sikap itu rawan tersandera kesepakatan politik. "Konyol. DPR tahu bahwa pemerintah sangat membutuhkan pengampunan pajak," katanya.
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis, Yustinus Prastowo, mengatakan nafsu mengejar tebusan pengampunan pajak tampak dari minimnya perbaikan sistem perpajakan. Padahal, menurut dia, dalam rangka mengoptimalkan pendapatan negara, RUU Pengampunan Pajak hanya menjadi instrumen pembenahan pajak.
"Pajak sulit berbuat banyak di tengah jeleknya sistem dan pelemahan ekonomi saat ini," kata Prastowo. Begitu juga soal cukai, kata dia, pemerintah harus kreatif memikirkan kebijakan ekstensifikasi. Sebab, sumber penerimaan andalan cukairokok dan minuman beralkoholtelah maksimal.
Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution mengatakan pemerintah akan memitigasi utang jika pendapatan terus menyusut, terutama karena kebijakan pajak yang berubah-ubah. "Kami perhatikan terus bunga dan jatuh temponya, agar tidak mengurangi ruang fiskal."
Bambang sangat berharap Dewan segera mengesahkan RUU Pengampunan Pajak. Sebab, jika rancangan itu gagal, fiskal negara bisa terganggu hingga Rp 250 triliun. "Mau tidak mau harus ada penghematan belanja dan mengganggu target pertumbuhan," ucapnya.
Pemerintah telah memangkas belanja seluruh kementerian dan lembaga negara sebesar Rp 50 triliun. Yang dipangkas adalah biaya operasional, seperti perjalanan dinas, honor kegiatan, dan belanja iklan, yang tak mengganggu belanja prioritas untuk pembangunan infrastruktur. ANGELINA ANJAR SAWITRI
|