Isi Artikel |
SUBSIDI LISTRIK
Data Masih Tidak Sinkron
Drama ketidaksinkronan data untuk keperluan subsidi listrik masih terjadi
Drama ketidaksinkronan data untuk keperluan subsidi listrik masih terjadi di Indonesia sehingga membingungkan para pengambil kebijakan untuk menentukan politik anggaran di masa mendatang.
Fakta itu bertolak belakang dengan permintaan Presiden Joko Widodo agar data penerima subsidi listrik bisa disinkronkan sehingga penerapannya bisa tepat sasaran.
Dalam pembahasan untuk menetapkan pemberian subsidi listrik dalam RAPBN 2017 antara Pemerintah dan Badan Anggaran DPR RI di Jakarta, Selasa (20/9), persoalan data sempat menimbulkan pertanyaan dari para wakil rakyat.
Hal itu bermula ketika Pelaksana Harian (Plh) Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ronggo Kuncahyo memaparkan data jumlah penerima subsidi listrik R1 untuk daya terpasang 450 Volt Ampere (VA) pada tahun depan sebesar 23,1 juta.
Angka itu berdasarkan data yang dihimpun pihaknya per Juli 2016. Dibandingkan dengan posisi September 2015 yang mencapai 22,9 juta pelanggan, terjadi penambahan sekitar 300.000 pelanggan baru. Sementara itu, penerima subsidi listrik R1 900 VA mencapai 4,1 juta pelanggan.
“Jadi jumlah penerima subsidi listrik hingga Juli 2016 mencapai 27,237 juta,” ujarnya.
Mengacu data tersebut, Ronggo mengatakan terdapat tiga opsi yang bisa dilakukan. Opsi pertama, paparnya, ada berapa banyak dari 23,1 juta pengguna 450 VA yang bisa disisir melalui verifikasi.
Untuk opsi tersebut, menurutnya, proses verifikasi membutuhkan waktu yang tidak singkat. Opsi kedua, khusus untuk pelanggan listrik bersubsidi sebanyak 4,05 juta, tidak akan mendapatkan subsidi atau dinaikkan menjadi pelanggan nonsubsidi sehingga bisa menghemat Rp4,76 triliun dari Rp48,56 triliun anggaran subsidi listrik dalam RAPBN.
Adapun opsi ketiga, pihaknya akan menggunakan opsi sesuai dengan data yang dimiliki oleh TNP2K. Pimpinan rapat, Wakil Ketua Banggar Said Abdullah mengaku heran jumlah penerima subsidi untuk 450 VA mencapai 23, 1 juta. Pasalnya, berdasarkan data terpadu, jumlah penerima beras sejahtera yang notabene merupakan rumah tangga tidak mampu hanya sebanyak 15,5 juta.
“Padahal data dari TNP2K yang disokong BPS harusnya menjadi acuan karena merupakan data yang telah terintegrasi. Bagaimana kita bisa menentukan politik anggaran jika data saja tidak mengacu pada data yang akurat. Kalau seperti ini lebih baik BPS dan TNP2K bubar saja,” tuturnya.
Data yang dipaparkan oleh Kementerian ESDM memang jauh berbeda dengan data yang telah dipaparkan oleh Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) melalui Sekretaris Eksekutif, Bambang Widiyanto.
Menurut Bambang, saat ini penerima subsidi listrik yang terdaftar di PLN sebesar 22,8 juta untuk 450 VA dan 22,3 juta untuk 900 VA sehingga total penerima subsidi 45,1 juta.
Menurutnya, berdasarkan kajian TNP2K, selama ini pemberian subsidi listrik tidak tepat sasaran karena kelompok kaya justru menerima subsidi yang lebih besar. Pasalnya, ratarata subsidi yang diterima 40% kelompok termiskin justru kurang dari 30% jumlah subsidi.
TIDAK TEPAT SASARAN
Berdasarkan catatan Bisnis, akibat pemberian subsidi yang tidak tepat sasaran, Perusahaan Listrik Negara (PLN) terpaksa menomboki subsidi bagi 18 juta pelanggan 900 VA sejak awal tahun ini. Dari Januari 2016, PLN telah menambal subsidi sebesar Rp2,3 triliun per bulan atau sekitar Rp18 triliun hingga Juni 2016.
Jika pencabutan subsidi bagi 18 juta pelanggan 900 VA belum juga diberlakukan hingga akhir tahun, PLN harus menambal subsidi Rp26 triliun - Rp28 triliun. PLN akan mencari pinjaman dari perbankan untuk menambal subsidi tersebut.
Seharusnya, pencabutan subsidi 900 VA terhadap 18 juta pelanggan dengan mengalihkan menjadi pelanggan 1.300 VA dilakukan per 1 Juli 2016. Hal ini sesuai dengan penetapan subsidi listrik dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun ini, Rp50,67 triliun.
Besaran subsidi tersebut dengan asumsi penghapusan subsidi bagi 18 juta pelanggan 900 VA yang mampu mulai diterapkan pada 1 Juli 2016 dan kenaikan tarif dilakukan secara bertahap selama empat kali.
Sementara itu, pengguna listrik PLN dalam data terpadu penanganan fakir miskin yang dipegang oleh TNP2K sebesar 18,75 juta dengan perincian 450 VA sebanyak 14,70 juta dan 900 VA sebesar 4,05 juta.
Melihat ketidaksesuaian data tersebut, Badan Pusat Statisik (BPS) yang didukung oleh TNP2K mencocokan data pelanggan PLN dengan data terpadu fakir misin sehingga menghasilkan data pelanggan penerima subsidi listrik sebesar 26,85 juta.
“Perinciannya untuk 450 VA sebanyak 22,80 juta dan 900 VA sebesar 4,05 juta. Jadi ada penurunan jumlah penerima subsidi sekitar 18 juta dari data pengguna saat ini. Data ini diperoleh dari BPS melalui pencacahan ke masing-masing rumah tangga tidak mampu dan bukan melalui sampling,” paparnya.
Melihat kesimpangsiuran data tersebut – setelah melalui serangkaian adu argumentasi, Banggar DPR pun memutuskan bahwa tahun depan jumlah penerima subsidi listrik untuk daya 450 VS hanya sebanyak 19,1 juta pelanggan dari total 23,1 juta data yang diajukan Kementerian ESDM.
Sementara itu, pelanggan listrik bersubsidi 900 VA akan tetap sebagaimana data TNP2K yakni 4,05 juta.
|