Judul | Damayanti Ikut Mengungkap Divonis 4,5 Tahun dan Status "Justice Collaborator" Dikabulkan |
Tanggal | 27 September 2016 |
Surat Kabar | Kompas |
Halaman | 3 |
Kata Kunci | |
AKD |
- Komisi V - Mahkamah Kehormatan Dewan |
Isi Artikel | JAKARTA, KOMPAS — Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta mengabulkan status justice collaborator mantan anggota Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat, Damayanti Wisnu Putranti. Damayanti dinilai membantu mengungkap perkara suap yang melibatkan anggota Komisi V DPR. KOMPAS/LASTI KURNIAMantan anggota Komisi V DPR dari Fraksi PDI-P, Damayanti Wisnu Putranti, berpelukan dengan kerabatnya seusai vonis di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (26/9). Damayanti divonis 4 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan. Hukuman itu lebih ringan daripada tuntutan jaksa yang menuntut 6 tahun penjara dan pencabutan hak politik dalam jabatan publik. Majelis hakim menilai Damayanti membantu penegak hukum dalam mengungkap perkara suap yang menjeratnya dengan membeberkan keterlibatan anggota Komisi V DPR yang juga ikut menerima suap. Poin tersebut disebut dalam putusan perkara suap proyek jalan yang dibacakan secara bergantian oleh Ketua Majelis Hakim Sumpeno dan hakim anggota yang terdiri dari Titi Sansiwi, Masud, Baslin Sinaga, dan Sigit Herman Binaji di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (26/9). Dalam pertimbangan putusan, Damayanti disebut telah mengakui perbuatannya dan membuka semua yang diketahuinya di hadapan penyidik dan majelis hakim. Dari keterangan Damayanti juga sejumlah pihak yang menerima aliran dana aspirasi serta kongkalikong dengan anggota DPR dan pejabat di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dalam pengesahan persetujuan perubahan APBN 2016 terungkap. "Untuk itu, majelis sependapat dengan jaksa penuntut umum. Terdakwa patut disematkan status justice collaborator, yaitu pelaku yang bekerja sama untuk mengungkap kejahatan yang dilakukan sendiri dan pihak lain sesuai perundang-undangan yang berlaku sehingga dapat menjadi pertimbangan yang meringankan," ujar Sigit. Hak politik Terkait tuntutan pencabutan hak politik yang diajukan tim jaksa penuntut umum, majelis hakim tidak sependapat. Atas dasar pertimbangan hak asasi manusia, Damayanti tetap berhak mengikuti pemilihan umum dan dipilih sebagai pejabat publik seusai menjalani hukumannya. "Hukuman penjara yang dijatuhkan kepada terdakwa sudah cukup menjadi pelajaran berharga agar terdakwa tidak mengulangi lagi perbuatannya," tutur Sigit. Damayanti divonis pidana penjara selama 4 tahun 6 bulan dengan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan. Vonis ini lebih rendah dibandingkan tuntutan jaksa, yaitu penjara selama 6 tahun dengan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan. Damayanti terbukti menerima suap sebanyak tiga kali dengan besaran 328.000 dollar Singapura, Rp 1 miliar dalam bentuk dollar Amerika Serikat, dan 404.000 dollar Singapura dari Abdul Khoir, Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama. Damayanti tak kuasa menahan tangis setelah hakim membacakan vonis. Seusai persidangan, ia menghampiri kedua anaknya yang menunggu di dekat pintu ruang sidang. Ketiganya pun berpelukan. "Saya harus kooperatif dan bersedia membuka siapa saja yang terlibat," ujarnya. (IAN) Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 27 September 2016, di halaman 3 dengan judul "Damayanti Ikut Mengungkap". |
Kembali ke sebelumnya |