Isi Artikel |
[JAKARTA] Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) disebut akan segera menetapkan tersangka baru kasus dugaan korupsi proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk (KTP) berbasis elektronik atau e-KTP. Hal tersebut setidaknya diungkapkan mantan Bendahara Umum (Bendum) Partai Demokrat, Nazaruddin yang diperiksa penyidik KPK sebagai saksi kasus korupsi e-KTP yang diduga merugikan keuangan negara hingga Rp 2 triliun ini, Rabu (28/9).
Terpidana kasus Wisma Atlet Palembang dan telah mendekam di Lapas Sukamiskin ini tiba di Gedung KPK sekitar pukul 10.15 WIB. Dengan pemeriksaan ini, Nazaruddin setidaknya telah dua hari berturut-turut terkait kasus yang baru menjerat mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemdagri dan pejabat pembuat komitmen proyek e-KTP, Sugiharto.
"Katanya (KPK) mau cepat-cepat ada tersangka baru," kata Nazaruddin di Gedung KPK, Jakarta.
Namun, Nazaruddin enggan membeberkan lebih jauh pernyataannya tersebut. Mantan anggota DPR ini memilih untuk bergegas masuk ke lobi Gedung KPK.
Usai diperiksa pada Selasa (27/9), Nazaruddin menyebut keterlibatan mantan Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Gamawan Fauzi dalam kasus ini. Bahkan, Nazaruddin menyatakan, Gamawan layak ditetapkan sebagai tersangka kasus e-KTP.
"Sekarang yang pasti e-KTP sudah ditangani oleh KPK. Kita harus percaya dengan KPK. Yang pasti Mendagrinya harus tersangka," katanya.
Nazaruddin menyebut Gamawan layak ditetapkan sebagai tersangka lantaran turut menerima gratifikasi terkait proyek e-KTP yang diduga merugikan keuangan negara hingga Rp 2 triliun dari total anggaran sekitar Rp 6 triliun ini. Meski demikian, Nazaruddin enggan mengungkap bentuk dan nilai gratifikasi yang disebut diterima Gamawan.
"KPK sudah punya datanya semua, Gamawan terima uang berapa," katanya.
Nazaruddin mengklaim keterlibatan Gamawan ini tidak mengada-ada. Apalagi Nazaruddin mengklaim sebagai whistleblower yang turut membongkar kasus ini.
"Kan yang laporkan saya. Yang katanya bohong kan soal KTP kan. Sekarang buktinya benar kan ada korupsi di e-KTP senilai Rp 2 triliun kan," katanya.
Diberitakan, selama lebih dari dua tahun menangani kasus proyek pengadaan e-KTP ini, KPK baru menetapkan Sugiharto sebagai tersangka. Sejumlah saksi telah diperiksa. Sugiharto juga telah berulang kali diperiksa sebagai tersangka, tapi belum ditahan hingga kini. KPK menyebut penahanan ini belum dilakukan lantaran ada permintaan dari pihak Sugiharto yang mengaku sedang sakit. Ketua KPK, Agus Rahardjo menyatakan, belum dilimpahkannya kasus ini ke tahap penuntutan lantaran pihaknya tengah mendalami pihak-pihak yang diduga menerima aliran dana dari proyek ini. Agus menyebut dengan kerugian keuangan negara yang mencapai Rp 2 triliun tidak mungkin hanya dinikmati oleh Sugiharto sendiri.
"Itu si penuntut yang di dalam KPK, teman-teman jaksa, (menanyakan) itu uang segini (Rp 2 triliun) itu lari ke mana saja," kata Ketua KPK Agus Rahardjo, Kamis (15/9).
Dalam mengusut kasus ini, salah satu saksi yang berulang kali diperiksa penyidik KPK adalah Direktur Keuangan PT Quadra Solution, Willy Nusantara. PT Quadra Solution merupakan satu dari lima perusahaan yang menjadi konsorsium yang memenangi tender pengadaan e-KTP. Selain PT Quadra Solution, empat perusahaan lainnya adalah PT Len Industri, Perum Percetakan Negara (Peruri), PT Sucofindo (Persero), dan PT Sandipala Arthapura.
Sebelumnya, KPK menilai proyek tersebut tidak memiliki kesesuaian dalam teknologi yang dijanjikan dalam kontrak tender dengan yang ada di lapangan. Akibatnya keuangan negara dirugikan hingga Rp 2 triliun. Salah satu ketidaksesuaian itu menyangkut alat pemindai. Salah satunya mengenai iris technology (pemindai mata) yang dalam pelaksanaannya hanya menggunakan finger print (sidik jari).
KPK menyangka Sugiharto telah melanggar Pasal 2 Ayat (1) subsider Pasal 3 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP. [F-5]
|