Isi Artikel |
PEMERIKSAAN BARU
Kewajiban Perpajakan 2016 Dikecualikan
Kurniawan A. Wicaksono Jum'at, 07/10/2016 07:56 WIB
JAKARTA – Pascaimplementasi periode pertama kebijakan pengampunan pajak, pemerintah merevisi ketentuan penghentian pemeriksaan baru yang telah dikeluarkan pada awal Agustus lalu. Ditjen Pajak mempersempit cakupan masa tahun pajak hanya hingga akhir 2015.
Ketentuan ini diatur dalam Instruksi Dirjen Pajak No. INS-12/PJ/2016 tentang Kebijakan Penerbitan Instruksi/Persetujuan/Penugasan dan Pelaksanaan Pemeriksaan Selama Periode Pengampunan Pajak dikeluarkan pada 3 Oktober 2016.
Beleid ini sekaligus membuat Instruksi Dirjen Pajak No. INS-03/PJ/2016 tentang Kebijakan Pemeriksaan Dalam Rangka Mendukung Pelaksanaan Undang-Undang No. 11/016 tentang Pengampunan Pajak, dinyatakan tidak berlaku lagi.
Dalam beleid baru tersebut, instruksi penghentian penerbitan instruksi/ persetujuan/ penugasan pemeriksaan dan/ atau surat perintah pemeriksaan baru untuk masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak 2015 dan sebelumnya. Dalam aturan terdahulu, tidak ada batasan tahun.
Batasan ini sejalan dengan amnesti pajak yang hanya mengampuni atas kewajiban perpajakan sampai dengan akhir tahun pajak terakhir, dalam jangka 1 Januari 2015 sampai dengan 31 Desember 2015.
“Maka atas kewajiban perpajakan untuk tahun berjalan pada tahun pajak 2016 tetap dapat dilakukan pemeriksaan dengan jenis pemeriksaan sesuai ketentuan dalam Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-06/PJ/2016 tentang Kebijakan Pemeriksaan,” bunyi penggalan diktum ketiga beleid itu seperti dikutip Kamis (6/10).
Selain itu, penghentian tidak berlaku untuk lima pemeriksaan bagi Wajib Pajak (WP) yang tidak menggunakan haknya mengikuti tax amnesty. Kelima pemeriksaan itu pertama, pemeriksaan atas surat pemberitahuan lebih bayar restitusi dan/atau kompensasi. Kedua, pemeriksaan untuk tujuan lain sebagai pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Ketiga, pemeriksaan khusus terhadap WP yang telah menerbitkan faktur pajak dan telah dikreditkan oleh lawan transaksi namun belum dilaporkan dalam SPT Masa PPN. Keempat, pemeriksaan khusus terhadap WP yang menerbitkan bukti potong PPh yang tidak dilaporkan dalam SPT Masa PPh.
Kelima, pemeriksaan khusus terhadap WP berdasarkan instruksi Dirjen Pajak yang bersumber dari analisis risiko Direktur Pemeriksaan dan Penagihan dengan prioritas WP badan.
Dimintai keterangan terkait dengan pembatasan waktu penghentian pemeriksaan itu, Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi hanya mengatakan pemeriksaan pajak memang akan tetap jalan meskipun ada program pengampunan pajak. Namun, pihaknya menegaskan tax amnesty merupakan hak bagi WP.
“Tidak ikut tax amnesty enggak apa-apa, pemeriksaan jalan terus. Jadi pemeriksaan ini jangan dikaitkan dengan tax amnesty karena pemeriksaan sudah rutin. Enggak ada tax amnesty pun pemeriksaan tetap jalan, biasa saja,” katanya di kantor Kanwil DJP Wajib Pajak Besar.
Selain itu, sambungnya, penerimaan pajak tahun ini tidak bisa hanya mengandalkan penerimaan dari pengampunan pajak. Penerimaan pajak rutin – termasuk pemeriksaan – juga harus diupayakan untuk mencapai target penerimaan pajak (minus PPh migas) senilai Rp1.318,9 triliun dalam APBNP 2016.
Realisasi penerimaan pajak nonmigas hingga akhir September 2016 tercatat tumbuh melesat hingga 18,47% (year-on-year/yoy) karena tertolong oleh kinerja uang tebusan amnesti pajak. Namun, realisasi itu baru 58,2% dari target dalam APBNP 2016.
Dalam catatan Bisnis, aturan terdahulu muncul setelah Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan ke publik terkait dengan penghentian pemeriksaan baru untuk menciptakan kepastian hukum. Selain itu, pihaknya ingin menutup celah risiko dijadikannya pemeriksaan sebagai instrumen intimidasi, melenceng dari tujuannya yakni pendisplinan WP.
Walaupun demikian, dia mengaku ada risiko berkurangnya porsi pemungutan pajak rutin (nontax amnesty) dengan adanya penghentian pemeriksaan pajak. “Itu buat kami sebetulnya dilema, tapi tidak apa-apa, untuk menciptakan kesuksesan tax amnesty kami setop semua pemeriksaan ,” kata Menkeu. (Bisnis, 5/8)
Jaminan
Anggota Komisi XI DPR M. Misbakhun mengingatkan agar pemerintah tetap fokus pada penerimaan pajak rutin. Oleh karena itu, pemeriksaan dan upaya intensifikasi harus tetap dilakukan pada wajib pajak yang tidak mengikuti amnesti pajak.
“Kalau kita sukses tax amnesty tapi penerimaan pajak rutinnya tidak tercapai, maka penerimaan akan tetap bolong, lubangnya masih besar. Ini nanti tambalannya dari mana, karena target pemerintah dari penerimaan tax amneaty kan hanya Rp165 triliun even tercapai 100%,” ujarnya.
Ketika dimintai tanggapan, Yustinus Prastowo, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) menduga perubahan ketentuan terkait pemeriksaan ini diakibatkan masih banyaknya WP yang tidak memanfaatkan amnesti pajak dalam tiga bulan. Selain itu, lanjutnya, DJP mempunyai data berdasarkan analisis risiko.
“Tapi akan lebih baik kalau ada kepastian yang ikut tax amnesty, 2016 tidak diperiksa. Makanya saya dorong ada perpres jaminan hukum,” katanya.
|