Isi Artikel |
Penggunaan Diperketat
Utang Luar Negeri Indonesia Tumbuh 6,3 Persen
SEMARANG, KOMPAS — Tren pertumbuhan ekonomi rendah di sejumlah negara, termasuk Indonesia, harus disikapi pemerintah daerah dengan pengelolaan anggaran yang inovatif. Pengetatan penggunaan anggaran tidak bisa dihindari, terutama untuk pengeluaran yang tidak produktif.
KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASAGubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo memaparkan pandangannya saat berdiskusi tentang pemangkasan anggaran pemerintah daerah bersama Bupati Batang Yoyok Riyo Sudibyo (kiri) dan Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Jateng Iskandar Simorangkir dengan moderator Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoror FX Sugiyanto di Sam Poo Kong, Kota Semarang, Jateng, Senin (17/10). Diskusi ini diselenggarakan harian Kompas bekerja sama dengan Bank Indonesia Perwakilan Jateng.
Demikian benang merah kegiatan Bincang Kompas kerja sama Bank Indonesia dan harian Kompas Perwakilan Jawa Tengah dan DI Yogyakarta, di Kelenteng Sam Poo Kong, Kota Semarang, Jawa Tengah, Senin (17/10). Hadir sebagai pembicara adalah Gubernur Jateng Ganjar Pranowo, Kepala Kantor Perwakilan BI Jateng Iskandar Simorangkir, dan Bupati Batang Yoyok Riyo Sudibyo. Diskusi tersebut dimoderatori Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro FX Sugiyanto.
"Kondisi makro berpengaruh ke daerah. Walaupun Jateng masih optimistis target pertumbuhan ekonomi mencapai 5,75 persen, alokasi anggaran dari pusat harus terpangkas," ujarnya.
Kementerian Keuangan memutuskan menunda anggaran dana alokasi umum untuk Provinsi Jateng Rp 366 miliar. Ganjar berkomitmen tidak akan mengurangi anggaran produktif.
Di sisi lain, menurut Ganjar, penyerapan anggaran masih rendah sehingga dana di seluruh Jateng yang mengendap di bank mencapai Rp 1,8 triliun. Menurut Yoyok, penyerapan anggaran yang optimal menjadi kunci pembangunan daerah-daerah kecil yang minim investasi, seperti Kabupaten Batang. "Kalau penyerapan anggaran kurang dari 50 persen, tidak akan ada pertumbuhan," katanya.
Iskandar mengingatkan bahwa 60 persen pengeluaran di Jateng ditopang konsumsi rumah tangga. "Konsumsi rumah tangga harus tetap dijaga. Jika tidak, berpotensi menekan pertumbuhan ekonomi," ujarnya.
Utang
Sugiyanto menilai, pemerintah daerah harus memiliki skala prioritas dalam penyaluran anggaran, seperti pada proyek-proyek padat karya. Sementara itu, pemerintah berkomitmen untuk mengurangi utang luar negeri dari pinjaman dana asing.
Direktur Strategi dan Portofolio Pembiayaan Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Pengelolaan Risiko Kementerian Keuangan Scenaider SH Siahaan, di Jakarta, mengatakan, sejak 2010 ada kecenderungan turunnya kontribusi pinjaman luar negeri terhadap total outstanding utang pemerintah. Hal itu seiring meningkatnya penerbitan surat berharga negara.
Kepala Pusat Kebijakan APBN Badan Kebijakan Fiskal Rofyanto Kurniawan mengatakan, tren utang luar negeri Indonesia diperkirakan meningkat karena defisit anggaran masih terjadi.
Bank Indonesia mencatat, utang luar negeri Indonesia pada Agustus 2016 tercatat 323 miliar dollar AS. Utang luar negeri itu tumbuh 6,3 persen selama setahun, lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan Juli 2016 sebesar 6,6 persen. (HEN)
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 18 Oktober 2016, di halaman 19 dengan judul "Penggunaan Diperketat".
|