Isi Artikel |
Konsumsi Lemah, Inflasi Rendah
Kemendag Jaga Harga Pangan
JAKARTA, KOMPAS — Laju inflasi yang cenderung landai sejak awal tahun berlanjut sampai dengan Oktober. Namun, hal ini dianggap lebih mencerminkan tingkat konsumsi masyarakat yang rendah ketimbang peningkatan kemampuan pemerintah mengendalikan harga barang bergejolak.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik yang dirilis Selasa (1/11), inflasi Oktober 0,14 persen. Inflasi Januari-Oktober 2,11 persen. Pemerintah menargetkan inflasi hingga akhir tahun 4 persen.
Selama Oktober, kelompok bahan makanan mengalami deflasi 0,21 persen. Sementara barang yang harganya diatur pemerintah, yakni elpiji 3 kilogram dan listrik, mengalami inflasi. Harga eceran elpiji 3 kilogram naik karena langka di sejumlah daerah.
Tarif listrik untuk daya 1.300 volt ampere ke atas naik. Kenaikan untuk tarif listrik prabayar 0,14 persen, sedangkan tarif listrik pasca bayar naik 3,38 persen.
"Ini masih melanjutkan tren sebelumnya, yakni akhir-akhir ini konsumen cenderung mengerem konsumsi. Mereka menyadari dan mengantisipasi kondisi perekonomian yang belum membaik sehingga berhati-hati dalam membelanjakan uang," kata Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, A Tony Prasetiantono, yang saat dihubungi ada di Bandung.
Akibatnya, lanjut Tony, permintaan masyarakat lemah. Merespons situasi ini, produsen tidak berani menaikkan harga jual produk. Produsen memilih menurunkan margin atau laba.
"Jadi, inflasi rendah ini lebih disebabkan penurunan permintaan masyarakat," kata Tony.
Tony menambahkan, ada faktor kemampuan pemerintah mengendalikan harga barang bergejolak. Namun, permintaan masyarakat yang lemah merupakan faktor yang lebih dominan. Hal ini terbukti dengan pertumbuhan kredit bank yang melambat.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman D Hadad, pekan lalu, menyatakan, pertumbuhan kredit perbankan sampai dengan akhir tahun ini mengarah ke 7 persen. Pada tahun sebelumnya, kredit perbankan tumbuh 10,1 persen, yang lebih lambat dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Pada 2011, saat pertumbuhan ekonomi Indonesia 6,5 persen, pertumbuhan kredit perbankan 24,4 persen.
Berdasarkan informasi di laman Bank Indonesia, kredit perbankan tumbuh 6,4 persen dalam setahun, per September 2016. Angka ini lebih rendah dibandingkan dengan Agustus 2016 sebesar 6,8 persen.
Tony memperkirakan, inflasi November 2016 masih tetap rendah. Namun, inflasi Desember diperkirakan naik karena ada liburan Natal dan Tahun Baru.
"Akan tetapi, saya duga inflasi Desember tidak sebesar tahun-tahun sebelumnya yang biasanya 1 persen. Jadi, Desember akan kurang dari 1 persen. Mungkin 0,6-0,7 persen," kata Tony.
Konsumsi rumah tangga sebagai basis pertumbuhan ekonomi nasional cenderung melambat pertumbuhannya sejak 2015. Pada 2015, konsumsi rumah tangga tumbuh 4,96 persen. Pada 2013, pertumbuhan konsumsi rumah tangga 5,43 persen, sedangkan pada 2014 sebesar 5,16 persen. Namun, pada semester I-2016, hanya tumbuh 4,99 persen.
Stok pangan
Kementerian Perdagangan (Kemendag) berupaya menjaga agar harga makanan tidak naik hingga akhir tahun ini.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan, Kemendag telah meminta Perum Bulog untuk menjaga stok pangan, terutama beras. Harga beras masih perlu dicermati karena masih berpotensi naik akibat musim panen sudah berakhir.
"Bulog masih memiliki stok beras. Di samping itu, stok beras juga masih dimiliki pedagang dan masyarakat," ujarnya.
Terkait bawang merah, Enggar mengemukakan, stok di Bulog terbatas karena bawang merah merupakan barang yang mudah rusak. Namun, saat ini masih ada stok bawang yang tidak hanya berasal dari Brebes, Jawa Tengah, tetapi juga dari Bima, Nusa Tenggara Barat.
Berdasarkan data Kemendag, stok beras Bulog saat ini 1,98 juta ton. Stok tersebut cukup untuk 7-8 bulan ke depan. Sementara itu, stok bawang merah di Pasar Induk Kramatjati, Jakarta, dalam seminggu terakhir ini normal.
(LAS/HEN)
|