Isi Artikel |
Pengangguran Terbuka Susut
Industri Minim Ciptakan Lapangan Kerja
JAKARTA, KOMPAS — Jumlah pengangguran terbuka selama Agustus 2015 hingga Agustus 2016 berkurang sebanyak 530.000, dari 7,56 juta orang menjadi 7,03 juta orang. Adapun penciptaan lapangan kerja terbesar terjadi pada sektor jasa kemasyarakatan, sementara industri masih minim.
"Ada perbaikan sangat signifikan. Tingkat pengangguran terbuka berkurang cukup banyak. Ini belum pernah terjadi dalam beberapa tahun terakhir," kata Deputi Kependudukan dan Ketenagakerjaan Badan Perencanaan Pembangunan (Bappenas) Rahma Iryanti di Jakarta, Senin (7/11).
Pengangguran terbuka adalah tenaga kerja yang betul-betul tidak memiliki pekerjaan. Tingkat pengangguran terbuka adalah rasio antara jumlah pengangguran terbuka dan jumlah angkatan kerja pada periode yang sama.
Pengurangan pengangguran terbuka dalam beberapa tahun terakhir, menurut Rahma Iryanti, rata-rata berkisar 0,3 poin. Namun, dalam periode Agustus 2015 ke Agustus 2016, pengurangannya mencapai 0,57 poin, dari 6,18 persen menjadi 5,61 persen.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang diumumkan kemarin, tingkat pengangguran terbuka di kota lebih tinggi ketimbang di desa. Di kota 6,60 persen dan di desa 4,51 persen. Kondisi ini konsisten terjadi selama ini.
Tingkat pengangguran terbuka tertinggi terjadi di tenaga kerja lulusan sekolah menengah kejuruan (SMK), sementara yang terendah adalah lulusan SD.
Masih mengacu BPS, penduduk bekerja pada Agustus 2015 ke Agustus 2016 bertambah 3,59 juta orang. Hampir semua sektor mengalami kenaikan penyerapan tenaga kerja, kecuali sektor konstruksi yang turun 230.000 atau 2,8 persen.
Jasa kemasyarakatan adalah sektor yang paling banyak peningkatan penciptaan lapangan kerja pada periode tersebut, yakni 1,52 juta orang atau tumbuh 8,47 persen. Berikutnya adalah sektor perdagangan sebanyak 1,01 juta orang atau tumbuh 3,93 persen. Adapun sektor transportasi, pergudangan, dan komunikasi sebanyak 500.000 orang atau tumbuh 9,78 persen.
Sementara industri hanya bertambah sekitar 310.000 orang. Padahal, industri adalah sektor yang paling besar kontribusinya dalam produk domestik bruto.
"Sektor industri besar kontribusinya terhadap perekonomian. Tetapi, penyerapan tenaga kerja masih rendah. Jadi, mestinya sektor industri bisa lebih banyak menyerap tenaga kerja," kata Rahma Iryanti.
Nawacita Presiden Joko Widodo sebagai janji kampanye yang dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019 menargetkan penciptaan lapangan kerja untuk rata-rata 2 juta orang per tahun. Dengan demikian, selama lima tahun diharapkan 10 juta lapangan kerja tercipta.
Sepanjang 2015, mengacu data Bappenas, penciptaan lapangan kerja hanya kurang dari 200.000 orang. Sementara pada 2016, jika pertumbuhan ekonomi mencapai 5,1 persen, lapangan kerja yang tercipta bisa diasumsikan sekitar 1.020.000.
Beberapa waktu lalu, Deputi Bidang Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Azhar Lubis mengatakan, penyerapan tenaga kerja sepanjang Januari-September 2016 sebanyak 960.041 orang. Perinciannya, penyerapan tenaga kerja di proyek penanaman modal dalam negeri sebanyak 318.122 orang dan dari proyek penanaman modal asing sebanyak 641.919 orang.
BKPM mencatat terjadi penurunan penyerapan tenaga kerja dari 354.739 orang pada triwulan II-2016 menjadi 276.023 orang pada triwulan III-2016. "Karena memang kami lihat proyek sekarang ini lebih banyak yang padat modal," kata Azhar.
Informal dominan
Sementara itu, baik sektor informal maupun sektor formal mengalami penambahan tenaga kerja. Namun, porsinya masih sama, yakni sektor informal lebih dominan.
Sektor informal mengalami penambahan tenaga kerja 1,88 juta orang, dari 66,32 juta orang per Agustus 2015 menjadi 68,20 juta orang per Agustus 2016. Adapun sektor formal bertambah 1,71 juta orang, dari 48,50 juta orang per Agustus 2015 menjadi 50,21 juta orang per Agustus 2016.
Direktur Statistik Kependudukan dan Ketenagakerjaan BPS Sukardi menyatakan, survei tenaga kerja tersebut dilakukan dalam sepekan. Ia mengakui masih ada sejumlah kelemahan untuk memotret kondisi ketenagakerjaan.
Salah satunya adalah dalam memotret pekerja di sektor formal. Deskripsi pekerja di sektor formal adalah usaha yang dibantu oleh buruh tetap atau buruh tidak tetap. Artinya, formal atau tidaknya dilihat dari institusi pemberi kerja.
"Kalau pada waktu kami survei orang tersebut sedang bekerja, dia masuk sektor formal. Ini konsepnya. Memang masih punya kelemahan. Belum sempurna. Bagaimana orang yang pekerjaannya hanya minim tersebut dianggap bekerja di sektor formal," katanya. (LAS/CAS)
|