Isi Artikel |
Ekonomi Tahun 2017 Berpotensi Membaik
Stimulus Fiskal Dijaga
JAKARTA, KOMPAS — Sepanjang tahun 2016, pemerintah melakukan sejumlah reformasi struktural. Apabila eksekusinya terus dilanjutkan dengan baik, hal itu akan menjadi fondasi yang baik untuk pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi pada tahun 2017.
KOMPAS/ALIF ICHWANMenteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (tengah) didampingi Gubernur Bank Indonesia Agus DW Martowardojo (kiri) dan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Muliaman D Hadad mengadakan konferensi pers bersama di Aula Djuanda Gedung Djuanda I Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis (10/11). Isi konferensi pers membahas masalah terkini yang berkaitan dengan keuangan.
”Dengan kombinasi pembangunan infrastruktur, deregulasi, peningkatan kualitas sumber daya manusia, reformasi fiskal, dan kebijakan sektoral, kita masih bisa di atas pertumbuhan yang secara konservatif dibuat dalam APBN 2017,” kata Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution dalam pidato kunci pada diskusi panel tentang proyeksi ekonomi Indonesia 2017 di Jakarta, Kamis (10/11).
Panelis dalam kesempatan itu adalah Kepala Ekonom Bank Mandiri Anton Gunawan, Kepala Ekonom CIMB Niaga Adrian Panggabean, dan CEO PT Astra International Tbk Prijono Sugiarto. Acara digelar Kementerian Koordinator Perekonomian.
Asumsi pertumbuhan ekonomi pada APBN 2017 adalah 5,1 persen. Menurut Darmin, target itu tergolong konservatif. Jika agenda reformasi struktural perekonomian berjalan baik, pertumbuhan ekonomi pada 2017 bisa berkisar 5,2 persen hingga 5,4 persen.
Konsumsi sebagai basis pertumbuhan ekonomi, menurut Darmin, mesti dipertahankan. Namun, agar pertumbuhan ekonomi nasional bisa di atas 5 persen, investasi swasta harus terus ditingkatkan. Investasi yang dimaksud tidak sekadar pada taraf pendaftaran, tetapi sudah harus masuk tahap realisasi sehingga menimbulkan efek ekonomi berantai di masyarakat.
Pertumbuhan investasi selama ini berkisar 5 persen hingga 6 persen. Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi, ia berharap investasi bisa tumbuh 7 persen hingga 8 persen. Investasi tersebut terdiri dari investasi pemerintah dan swasta. Namun, porsi terbesar berasal dari swasta.
Mengutip data Kementerian Koordinator Perekonomian, pertumbuhan ekonomi 5,1 persen pada 2017 dibangun dengan skenario sebagai berikut. Konsumsi rumah tangga tumbuh 5,01 persen. Konsumsi lembaga non- profit yang melayani rumah tangga (LNPRT) tumbuh 10,17 persen. Konsumsi pemerintah tumbuh 5,09 persen. Investasi tumbuh 6,05 persen. Sementara ekspor dan impor masing-masing tumbuh 0,09 persen dan 0,02 persen.
Simulasi 5,3 persen
Simulasi pertumbuhan ekonomi 5,3 persen mengandaikan konsumsi rumah tangga tumbuh 5,05 persen. Konsumsi LNPRT tumbuh 10,29 persen. Konsumsi pemerintah tumbuh 6,13 persen. Investasi tumbuh 6,14 persen. Ekspor dan impor masing-masing tumbuh 0,10 persen dan 0,04 persen.
Anton Gunawan menyatakan, perdagangan internasional pada 2017 masih belum bisa diandalkan. Dengan demikian, perekonomian dalam negeri harus menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi. Hal ini terutama merujuk pada konsumsi domestik.
Anton mengatakan, tantangannya adalah perbankan cenderung akan mengetatkan manajemen risiko. Dengan demikian, pertumbuhan kredit belum akan meningkat secara signifikan. ”Kuncinya di investasi swasta. Mudah-mudahan bisa mendorong pertumbuhan ekonomi,” kata Anton.
Ia memperkirakan, Bank Indonesia masih berpeluang menurunkan suku bunga acuan satu kali lagi. Namun, hal itu bergantung pada situasi perekonomian yang berkembang. Salah satunya adalah proyeksi inflasi 2017. ”Tetapi, kalau terlalu cepat diturunkan, saya khawatir ekonomi makro agak terganggu,” kata Anton.
KOMPAS/ALIF ICHWANMenteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (tengah) didampingi Gubernur Bank Indonesia Agus DW Martowardojo (kiri) dan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Muliaman D Hadad mengadakan konferensi pers bersama di Aula Djuanda Gedung Djuanda I Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis (10/11). Isi konferensi pers membahas masalah terkini yang berkaitan dengan keuangan.
Sementara Adrian menyatakan, pendorong pertumbuhan ekonomi domestik adalah manufaktur, grosir-ritel, infrastruktur, telekomunikasi, dan finansial-asuransi. Dari aspek sektoral, porsinya 65 persen-75 persen dari produk domestik bruto (PDB).
Ia berpendapat, katalisator pertumbuhan ekonomi 2016 adalah pengampunan pajak. Pada 2017, katalisatornya adalah di sektor keuangan.
”Pertumbuhan ekonomi semester I-2017 sama dengan 2016. Baru semester II-2016, pertumbuhannya akan lebih baik sehingga pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun saya perkirakan 5,1 persen. Sama dengan target pemerintah,” kata Adrian.
Dari perekonomian global, menurut Adrian, akan ada aliran modal ke negara berkembang. Indonesia dalam hal ini berpotensi menjadi salah satu negara tujuannya. Namun, pada saat yang sama, kondisi tersebut akan menyebabkan turbulensi di pasar keuangan dunia.
Stimulus Rp 600 Triliun
Di forum berbeda, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus DW Martowardojo, dan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman D Hadad menggelar jumpa pers bersama. Secara umum, mereka menyatakan, ekonomi makro nasional dalam kondisi baik.
Sri Mulyani menyatakan, pemerintah berkomitmen menjaga stimulus fiskal pada triwulan IV-2016 guna menjaga momentum pertumbuhan ekonomi. Hal ini ditunjukkan dengan rencana realisasi belanja negara yang sekitar Rp 600,6 triliun. Sementara realisasi pendapatan negara diproyeksikan Rp 486,1 triliun.
Dengan demikian, defisit pada triwulan IV-2016 adalah Rp 114,5 triliun. Ini akan dibiayai dari penerbitan Surat Berharga Negara dan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran.
”Proyeksi pertumbuhan ekonomi triwulan IV-2016 berkisar 5,0 persen-5,1 persen. Fiskal akan lebih ekspansif. Saya cukup optimistis bahwa pertumbuhan ekonomi di atas 5,0 persen. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun 2016 adalah 5,0 persen-5,1 persen,” kata Sri Mulyani.
Pada triwulan IV-2016, pemerintah juga akan menarik utang untuk kebutuhan anggaran Januari 2016. Di samping untuk kebutuhan belanja pegawai dan kewajiban lain, hal itu dibutuhkan untuk membiayai kegiatan pembangunan infrastruktur yang ditargetkan bisa dimulai sejak awal tahun.
Untuk itu, Sri Mulyani berkomitmen terus memantau pasar keuangan global dan domestik sekaligus berkoordinasi dengan BI dan OJK. Tujuan koordinasi itu adalah agar langkah penarikan utang oleh pemerintah tidak sampai menimbulkan gangguan.
Agus menyatakan, stabilitas perekonomian terjaga. Inflasi, misalnya, berada di tingkat rendah dan stabil sehingga sampai dengan akhir tahun akan mengarah pada batas bawah dari target 3 persen-5 persen. Sementara defisit transaksi berjalan semakin rendah. Pada triwulan III-2016 diperkirakan di bawah 2 persen terhadap PDB. (LAS)
|