Isi Artikel |
JAKARTA, KOMPAS — Rendahnya kehadiran anggota Dewan Perwakilan Rakyat dalam rapat-rapat paripurna dan alat kelengkapan dewan menjadi perhatian serius Mahkamah Kehormatan Dewan. MKD berjanji mengambil langkah tegas terhadap anggota yang tingkat kehadirannya rendah.
Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) sebenarnya sudah pernah mengirimkan surat kepada seluruh pimpinan fraksi untuk mengingatkan tingkat kehadiran anggotanya dalam rapat-rapat di DPR. Bahkan, MKD meminta pimpinan fraksi menegur anggotanya.
"Namun, surat itu ternyata tidak maksimal dampaknya. Karena itu, langkah lain yang lebih tegas perlu diambil," ujar Wakil Ketua MKD Sarifudin Sudding saat dihubungi, Minggu (13/11).
Tingkat kehadiran anggota DPR di rapat paripurna dan alat kelengkapan dewan (AKD) terus menurun. Ketua DPR Ade Komarudin mengatakan, persoalan itu juga menjadi keprihatinan pimpinan DPR. (Kompas, 11/11)
Langkah lebih tegas yang bisa ditempuh MKD, tambah Sudding, berupa penjatuhan sanksi sesuai Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2015 tentang Kode Etik.
Pasal 20 peraturan itu menyebutkan, ketidakhadiran anggota dalam rapat sebanyak 40 persen dari jumlah rapat paripurna dalam satu masa sidang atau 40 persen dari jumlah rapat AKD dalam satu masa sidang, tanpa keterangan yang sah dari pimpinan fraksi atau ketua kelompok fraksi, masuk kategori pelanggaran ringan. Sanksinya berupa sanksi ringan, yaitu teguran lisan atau tertulis.
Dipanggil
Jika setelah dikenai sanksi ringan dan perbuatan itu diulangi, anggota DPR bisa dijatuhi sanksi sedang. Bentuknya, pemindahan keanggotaan pada AKD atau pemberhentian dari jabatan pimpinan DPR atau AKD.
Selanjutnya, jika anggota mengulangi kembali, sanksi berat bisa dijatuhkan, yaitu pemberhentian sementara paling singkat tiga bulan atau pemberhentian sebagai anggota DPR.
"Setiap daftar absen rapat di DPR selalu masuk ke MKD. Jadi akan segera kami petakan anggota yang tingkat ketidakhadirannya melebihi angka 40 persen. Mereka akan kami panggil. Jika mereka tidak bisa membuktikan bahwa alasan ketidakhadirannya masuk akal, akan ada sanksi," tuturnya.
Sekretaris Fraksi Partai Gerindra DPR Fary Djemy Francis mendukung rencana itu. Fraksinya, tambahnya, sudah sering mengingatkan anggotanya untuk hadir dalam rapat-rapat di DPR. Bagi yang tidak hadir tanpa keterangan dan alasan yang masuk akal, peringatan telah dikeluarkan.
Namun, selain upaya itu, dia meminta agar manajemen rapat-rapat di DPR diatur lebih baik. Pasalnya sering kali anggota DPR tak bisa menghadiri rapat tertentu karena jadwal rapat berbenturan dengan rapat lain di DPR atau harus kunjungan kerja bersama komisi ke daerah.
Sementara peneliti di Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, meragukan rencana MKD. Persoalan rendahnya tingkat kehadiran anggota DPR dalam rapat sudah berulang kali terjadi. "Namun, tidak pernah ada yang dijatuhi sanksi dari MKD. Aturan di kode etik DPR itu hanya sebatas aksesori," ujarnya.
Tak hanya MKD, ia pun meragukan komitmen fraksi-fraksi di DPR. Menurut dia, fraksi justru kerap melindungi anggotanya.
Sosiolog Universitas Gadjah Mada, Arie Sudjito, menilai, DPR sekarang telah mengalami disorientasi. Mereka tidak lagi peka terhadap mandat dan tanggung jawabnya kepada rakyat.
"Ini bisa terjadi karena DPR merasa tidak pernah diawasi. Kritik publik akan rendahnya disiplin anggota DPR menghadiri rapat, misalnya, dengan mudahnya diabaikan, sementara sanksi etik atau sanksi lainnya tidak pernah ada," paparnya.
(APA)
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 14 November 2016, di halaman 2 dengan judul "Sanksi Siap Dijatuhkan".
|