Isi Artikel |
Transfer Daerah Rp 703 Triliun
Penghematan Anggaran Mutlak Dilakukan
JAKARTA, KOMPAS — Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan memproyeksikan realisasi dana transfer ke daerah dan dana desa hingga akhir tahun 2016 mencapai Rp 703,3 triliun atau 90,6 persen dari pagu. Sementara realisasi sampai dengan 31 Oktober adalah Rp 598,1 triliun atau 77,05 persen.
"Dari sisi persentase, realisasi ini lebih rendah daripada tahun 2015. Namun, nilai nominalnya lebih tinggi tahun ini," kata Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Boediarso Teguh Widodo di Jakarta, Rabu (16/11).
Realisasi penyaluran dana transfer ke daerah dan dana desa per akhir Oktober mencapai Rp 598,1 triliun atau 77,05 persen dari pagu. Sementara realisasi pada periode yang sama tahun lalu adalah Rp 553,9 triliun atau 83,4 persen. Adapun realisasi sampai akhir tahun ini, Boediarso memperkirakan Rp 703,3 triliun atau 90,6 persen dari pagu. Tahun lalu, realisasinya adalah Rp 623 triliun atau 93,7 persen dari pagu. Pada 2014, realisasinya adalah Rp 573,7 atau 96,2 persen dari pagu.
Dengan proyeksi realisasi sampai dengan akhir tahun ini mencapai Rp 703,3 triliun, berarti sisa pagu adalah Rp 72,9 triliun. Hal ini sesuai dengan skenario pengendalian penyaluran transfer ke daerah dan dana desa tahun ini.
Secara terpisah, Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Na Endi Jaweng mengapresiasi peningkatan realisasi penyaluran dana dari pusat ke daerah dan ke desa tersebut. Ini menunjukkan komitmen pemerintah pusat dalam mendorong desentralisasi fiskal.
Kualitas anggaran
Namun, hal yang perlu dicermati, kata Endi, adalah tingkat penyerapan dan kualitas anggaran di daerah serta desa. Untuk tingkat penyerapan dan kualitas anggaran di daerah, masih banyak hal yang bisa diefisienkan dan diefektifkan.
Sampai saat ini, 58 pemerintah daerah masih membelanjakan lebih dari 60 persen Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk gaji pegawai dan belanja operasional birokrasi. Artinya, APBD sebagai stimulus ekonomi tidak maksimal.
Sementara dana desa, lanjut Endi, masih didominasi untuk pembangunan infrastruktur. Porsinya secara rata-rata nasional sekitar 90 persen.
"Pembangunan infrastruktur penting dan ini memang cara paling gampang untuk menyerap anggaran. Namun, di sisi lain, ada agenda penting dan relevan lainnya yang selama tiga tahun penyaluran dana desa kurang mendapatkan perhatian," ujar Endi.
Agenda penting yang dimaksud adalah layanan dasar untuk pembangunan sanitasi dan air minum, pengembangan potensi desa, serta peningkatan kapasitas aparatur desa. Pembangunan sanitasi dan air minum masih menjadi persoalan utama di sebagian desa di Indonesia. Isu ini juga merupakan kebutuhan mendasar bagi rumah tangga miskin di desa.
Menyangkut pengembangan potensi desa, menurut Endi, itu sangat penting. Ini bisa dilakukan melalui penyuntikan dana ke badan usaha milik desa. Sementara peningkatan aparatur desa sebagai pengelola dana desa harus dilakukan. "Sudah tiga tahun otonomi desa, tetapi belanja untuk peningkatan kapasitas aparatur desa masih kurang," kata Endi.
Pelebaran defisit APBN di atas 3 persen harus dihindari karena pendapatan negara diperkirakan meleset Rp 219 triliun di bawah target. Penghematan dana alokasi khusus (DAK) nonfisik untuk tunjangan profesi guru (TPG) yang semula diperkirakan Rp 23,4 triliun bertambah menjadi Rp 30,7 triliun. Penghematan DAK Fisik yang semula diperkirakan Rp 6 triliun bertambah menjadi Rp 8,4 triliun. Penghematan atas realisasi penyaluran dana bagi hasil diperkirakan tetap sebesar Rp 20,9 triliun. (LAS)
|