Isi Artikel |
Kontribusi Ekonomi Timpang
Kawasan Industri di Luar Jawa Bisa Tekan Kesenjangan
JAKARTA, KOMPAS — Kontribusi ekonomi antarwilayah di Indonesia masih timpang. Permasalahan itu bisa diatasi dengan membenahi biaya logistik dan meratakan pertumbuhan ekonomi ke luar Jawa. Langkah itu bisa dilakukan bersama oleh pemerintah dan pelaku usaha.
Porsi biaya logistik di Indonesia terhadap total biaya produksi cukup tinggi. Bahkan, biaya pengiriman barang antarwilayah di Indonesia bisa lebih mahal daripada pengiriman barang dari Tiongkok ke Indonesia.
"Soal pertumbuhan ekonomi, kontribusi wilayah barat Indonesia terhadap produk domestik regional bruto mencapai 85 persen, sedangkan wilayah timur 15 persen," kata Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan Perkasa Roeslani dalam rapat koordinasi nasional Kadin Indonesia bidang perhubungan, di Jakarta, Rabu (16/11).
Kondisi tersebut, menurut Rosan, membuat Indonesia kurang berdaya saing.
Secara terpisah, Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia Fajar Budiono mengatakan, pelaku industri akan memilih berinvestasi ke luar Jawa apabila ada dukungan infrastruktur dan penekanan biaya logistik. Saat ini, sebagian besar industri hulu dan hilir di sektor plastik berlokasi di Jawa.
"Kalau biaya logistik bisa ditekan sehingga pengiriman bahan baku ataupun produk antarpulau jadi efisien, pengusaha tentu akan berpikir untuk berinvestasi di luar Jawa," katanya.
Terkait dengan fasilitas fiskal, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Suahasil Nazara mengatakan, dalam struktur lama, pembebasan pajak (tax holiday) diberikan dalam bentuk pengurangan Pajak Penghasilan badan sebesar 100 persen selama periode waktu yang ditetapkan Menteri Keuangan.
Mulai 2016, mekanisme diubah sehingga bentuk pengurangan pajak boleh disesuaikan dengan intensitas perusahaannya, yakni berkisar 10-100 persen. Jangka waktu pengurangan pajak 5-20 tahun dan bisa diperpanjang hingga 25 tahun dengan diskresi Menkeu.
"Terutama kalau perusahaan tersebut berlokasi di kawasan ekonomi khusus (KEK) karena kami memang ingin mendorong mereka masuk ke KEK. Kami kini sedang mencari padanan fasilitasnya untuk kawasan industri," ujar Suahasil.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Pengembangan Perwilayahan Industri Kementerian Perindustrian Imam Haryono mengatakan, program pengembangan kawasan industri ke luar Jawa bertujuan menggerakkan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru di Indonesia.
Menurut Imam, pengembangan kawasan industri di luar Jawa tersebut diharapkan dapat menekan kesenjangan antarwilayah di Indonesia.
Keunggulan
Daya dukung infrastruktur energi merupakan salah satu keunggulan kawasan industri. Dengan keunggulan tersebut, kawasan industri bisa menarik minat investor. Akan tetapi, hingga kini, pengusaha masih mengeluhkan ketersediaan infrastruktur tersebut.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Tengah Frans Kongi mengatakan, pengusaha melirik kawasan industri sebagai tempat berinvestasi karena sejumlah keunggulan. Keunggulan itu antara lain penyediaan instalasi pengolahan limbah terpadu, kelengkapan izin operasional, kemudahan akses transportasi, serta penyediaan energi, seperti gas dan listrik.
"Akan tetapi, di sejumlah kawasan belum seperti yang diharapkan, terutama penyediaan gas dan listriknya. Padahal, dua komponen energi itu menjadi kunci keberlangsungan usaha," ujar Frans.
Ketua Himpunan Kawasan Industri (HKI) Jateng Mohammad Djajadi menyatakan, pelaku usaha yang mau berinvestasi di kawasan industri semakin sedikit. "Pengusaha memilih daerah yang belum ada kawasan industrinya, yang dari biaya produksi lebih murah," katanya.
Selain dukungan infrastruktur yang terbatas, pengembangan kawasan industri juga sering terhambat makelar tanah atau spekulan yang mematok harga terlalu tinggi.
Presiden Direktur PT Jababeka, sebagai pengembang Kawasan Industri Kendal (KIK), Budianto Liman mengatakan, penyediaan infrastruktur gas di KIK dalam tiga tahun ke depan bakal semakin ideal dengan pembangunan jalur pipa gas.
"Sebagai daya tarik lain, saya melihat, kawasan industri masa depan tidak hanya dikhususkan untuk pendirian pabrik ataupun usaha, tetapi juga areal residensial dan komersial," ucapnya.
Gubernur Jateng Ganjar Pranowo menegaskan, Jateng menarik untuk investasi. Hal itu ditilik dari kesiapan tenaga kerja, ketersediaan lahan industri, dan infrastruktur pendukung yang semakin baik.
"Pola kawasan industri merupakan cara yang bisa membantu mengakselerasi investasi karena banyak kemudahan," kata Ganjar.
Sementara itu, sepuluh perusahaan segera membangun pabrik di Kawasan Ekonomi Khusus Palu, Sulawesi Tengah. Otoritas kawasan industri mendorong investor untuk membangun usaha, menyiapkan infrastruktur pendukung, dan menyediakan insentif usaha.
Direktur Utama PT Bangun Palu Sulteng Mulhanan Tombolotutu menyebutkan, 10 perusahaan membangun pabrik pada Desember 2016 hingga Februari 2017. "Perusahaan itu bergerak di bidang pengolahan karet, kopra, kakao, produk kelautan, serta pemurnian bijih besi dan nikel," katanya.
Sepuluh perusahaan tersebut ada yang bergerak di lokal dan nasional. Adapun tenaga kerja lokal yang diserap sedikitnya 1.000 orang. (CAS/GRE/VDL)
|