Selamat datang di website E-PAPER PERPUSTAKAAN DPRRI.

Koleksi Perpustakaan DPR RI

Judul SUAP DANA ASPIRASI Budi Tuding Damayanti Bermain Proyek Lain
Tanggal 04 Nopember 2016
Surat Kabar Kompas
Halaman 3
Kata Kunci
AKD - Mahkamah Kehormatan Dewan
Isi Artikel JAKARTA, KOMPAS — Mantan anggota Komisi V DPR, Damayanti Wisnu Putranti, dituding bermain dalam proyek dana aspirasi lain. Jatah proyek milik Damayanti tidak hanya berada di Maluku dan Maluku Utara, tetapi juga ada di Papua dengan nilai Rp 19 miliar. KOMPAS/YUNIADHI AGUNGTerpidana suap proyek pembangunan infrastruktur di Provinsi Maluku, Damayanti Wisnu Putranti, diperiksa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis (3/11). Damayanti dimintai keterangan sebagai justice collaborator (pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum untuk membongkar kejahatan) dalam kasus tersebut. Kasus suap proyek pembangunan infrastruktur di Provinsi Maluku melibatkan sejumlah anggota Komisi V DPR dan beberapa di antaranya sudah menjalani persidangan. Hal ini diungkap bekas rekan Damayanti di Komisi V DPR, Budi Supriyanto, saat membacakan nota pembelaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (3/11). "Di BAP (berita acara pemeriksaan) dan persidangan, hanya disebut dana aspirasinya Rp 41 miliar, padahal faktanya ada Rp 60 miliar. Itu diungkap staf Damayanti, Ferry Anggrianto," kata Budi. Menurut dia, fakta ini tidak pernah disinggung oleh jaksa penuntut umum ataupun hakim yang menangani berkas Damayanti. Bahkan, Damayanti memperoleh keringanan karena status justice collaborator (pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum untuk membongkar kejahatan) dan kemudian dikabulkan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi dan hakim. Padahal, sepengetahuannya, Damayanti merupakan pelaku utama dalam perkara proyek dana aspirasi yang menyeret dirinya. Damayanti ditangkap tangan karena menerima suap sebanyak tiga kali dengan nominal 328.000 dollar Singapura, Rp 1 miliar dalam bentuk dollar AS, dan 404.000 dollar Singapura dari Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir. Setelah penangkapan tersebut, Damayanti bersedia bekerja sama dan mengungkap sejumlah nama anggota legislatif yang kini berstatus tersangka, yaitu Budi dan Andi Taufan Tiro, politisi Partai Amanat Nasional. "Sesuai bukti jaksa, Damayanti paling aktif menginisiasi pertemuan di Hotel Ambhara dan tempat lainnya. Damayanti juga yang memberitahukan agar meletakkan program aspirasi ke Amran. Komunikasi dengan Abdul Khoir yang melakukan juga Damayanti," ungkap Budi. Atas dasar itu, Budi menilai tuntutan 9 tahun penjara yang diajukan jaksa untuknya tidak adil. Sementara Damayanti hanya dituntut 6 tahun penjara dan divonis hakim dengan hukuman 4 tahun 6 bulan penjara karena menyandang status justice collaborator. "Peran dan kontribusi saya sebagai pelaku sangat kecil, jika tidak ingin dibilang nihil," ujar Budi. Bukan pelaku utama Berdasarkan temuan lembaga anti rasuah, Budi menerima suap 305.000 dollar Singapura melalui Dessy Arianti Edwin dan Julia Prasetyarini. Akibat perbuatannya, Budi dijerat melanggar Pasal 12 Huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Terkait Damayanti, jaksa Iskandar Marwanto pernah mengungkapkan, peran mantan politisi PDI-P itu bukan merupakan pelaku utama dalam perkara suap proyek dana aspirasi. Hal itu disampaikan Iskandar saat menyampaikan tuntutan Damayanti di hadapan majelis hakim. Dalam sejumlah persidangan, Damayanti selalu terbuka dan tidak ragu menyebut nama orang yang ikut dalam pembahasan proyek tersebut. Ia juga tak segan mengungkap sistem kerja Komisi V DPR agar mendapat jatah proyek dari kementerian yang menjadi mitra kerjanya. (IAN) Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 4 November 2016, di halaman 3 dengan judul "Budi Tuding Damayanti Bermain Proyek Lain".
  Kembali ke sebelumnya