Judul | Kinerja Legislasi DPR Dinilai Memburuk |
Tanggal | 18 Nopember 2016 |
Surat Kabar | Koran Tempo |
Halaman | - |
Kata Kunci | |
AKD |
- Badan Kehormatan - Mahkamah Kehormatan Dewan |
Isi Artikel | JAKARTA - Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) menilai kinerja legislasi Dewan Perwakilan Rakyat sangat tak memuaskan. Undang-undang yang rampung dibahas di Senayan jauh di bawah target tahun ini. "Ini darurat legislasi," kata peneliti dari Formappi, Lucius Karus, di kantornya kemarin. Masa sidang pertama 2016-2017 berlangsung pada 16 Agustus-28 Oktober lalu. Dua aturan yang disahkan itu adalah Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik serta Undang-Undang Merek dan Indikasi Geografis. Keduanya merupakan sisa dari Program Legislasi Nasional 2016, yang berisi 50 RUU. Tujuh RUU telah disahkan sebelum Agustus lalu. Artinya, DPR masih punya utang pembahasan 41 RUU sebelum masa reses pada 16 Desember mendatang. Lucius pesimistis parlemen bisa menghasilkan undang-undang pada akhir tahun ini. Selain karena tingkat kehadiran anggota DPR yang rendah, parlemen diperkirakan tak akan fokus bekerja pada akhir tahun, terlebih menjelang pemilihan kepala daerah serentak pada Februari 2017. "Mereka juga akan fokus pada UU kepentingan partai politik, RUU Penyelenggaraan Pemilu," ujarnya. Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Yenny Sucipto mencurigai banyaknya target RUU, padahal setiap tahun tak pernah tercapai. Dia menduga banyaknya RUU hanya untuk menghambur-hamburkan anggaran. Sebab, dengan anggaran satu pembahasan undang-undang sebesar Rp 6 miliar, negara harus mengalokasikan dana Rp 300 miliar untuk 50 target legislasi. Lebih parah lagi, pembahasan RUU yang tak rampung akan dilanjutkan ke Prolegnas tahun berikutnya. Anggaran pembahasan pun, kata dia, kembali dikucurkan. "Mereka tidak pernah menentukan prioritas legislasinya," tuturnya. Anggota Badan Legislasi dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Arif Wibowo, menampik jika kinerja DPR dianggap buruk akibat rendahnya jumlah produk legislasi. "Banyak pasal yang harus dibahas dengan tidak terburu-buru," ujarnya. Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan meminta masyarakat tidak menyalahkan parlemen jika hasil legislasinya dinilai kurang. Dia mengingatkan, undang-undang merupakan keputusan bersama antara pemerintah dan DPR. "Sangat keliru kalau membebankan ke satu pihak," ucapnya. Selain itu, kata politikus Partai Amanat Nasional ini, Prolegnas selanjutnya akan mengutamakan kualitas. Bukan tidak mungkin, kata dia, jumlah RUU dalam Prolegnas akan dipangkas agar tak sebanyak tahun ini. Ketua DPR Ade Komaruddin mengaku telah bertemu dengan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, Rabu lalu, untuk membahas sejumlah topik, termasuk peningkatan kualitas undang-undang. "Agar tidak di-judicial review begitu diundangkan," ujarnya. "Nanti kami akan bahas bersama Baleg dan pimpinan fraksi." AHMAD FAIZ Bolos Pangkal Minim Legislasi Tingkat prestasi Dewan Perwakilan Rakyat rupanya berbanding lurus dengan fase kehadiran para anggota Dewan. Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), I Made Leo Wiratma, menuturkan hasil survei pada Rapat Paripurna periode 16 Agustus-28 Oktober lalu menunjukkan rendahnya tingkat kehadiran legislator. "Apalagi kalau di rapat komisi," kata Leo, kemarin. Rendahnya kehadiran anggota Dewan ditengarai menjadi biang sedikitnya produk undang-undang dari Senayan. Program Legislasi Nasional 2015-2019 yang mencapai 170 rancangan undang-undang terancam tak tercapai. HUSSEIN ABRI DONGORAN |
Kembali ke sebelumnya |