Judul | Pengawal Agenda Pemerintah di Dewan |
Tanggal | 23 Nopember 2016 |
Surat Kabar | Koran Tempo |
Halaman | - |
Kata Kunci | |
AKD |
- Pimpinan - Mahkamah Kehormatan Dewan |
Isi Artikel | JAKARTA - Sejumlah pengamat politik menilai keputusan Partai Golkar yang akan mengembalikan posisi ketua umumnya, Setya Novanto, sebagai Ketua Dewan Perwakilan Rakyat menggantikan Ade Komaruddin, seperti menuruti keinginan pemerintah. Direktur Eksekutif Indobarometer, Muhammad Qodari, mengatakan Presiden Joko Widodo terkesan ingin mengontrol DPR melalui Golkar. "Kalau Ketua Umum Golkar sekaligus Ketua DPR, sinkronisasinya akan lebih mudah," ujar dia ketika dihubungi kemarin. Sinkronisasi itu, kata Qodari, seperti keinginan pemerintah terhadap rancangan undang-undang, kebijakan pemerintah, dan pembahasan anggaran. Meskipun Ketua DPR bukan atasan bagi anggota Dewan lainnya, ucap dia, posisi orang nomor satu di legislatif itu punya peran penting, kedudukan, serta tugas pokok dan fungsi yang bisa mempercepat kemauan pemerintah. Peneliti dari Center for Strategic and Internasional Studies, J. Kristiadi, menambahkan bahwa kembalinya Novanto sebagai Ketua DPR nantinya akan menjamin stabilitas politik. Ia mencontohkan, pasca-demonstrasi pada 4 November lalu, Jokowi sangat aktif bertemu dengan ketua umum partai untuk konstelasi politik, di antaranya Ketua Umum NasDem Surya Paloh, Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan Romahurmuziy, dan Setya Novanto. Selain itu, menurut Kristiadi, mata rantai komando dari Jokowi akan lebih lancar. Alasannya, selama ini Novanto dan Ade selalu berkompetisi, dari zaman di DPR hingga perebutan Ketua Umum Golkar pada Mei lalu. "Kalau ada kompromi, dua orang ini enggak akur," ujarnya. Pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia, Zaenal Budiyono, mengatakan kehormatan DPR sebagai lembaga negara akan hancur dengan kejadian ini. Musababnya, DPR akan kehilangan fungsi pengawasan dan kritik terhadap kebijakan pemerintah. "DPR akan jadi lemah," katanya. Jokowi sendiri mengatakan tidak akan ikut campur dalam urusan perebutan Kursi DPR ini karena masalah internal Golkar. "Enggak ada hubungannya dengan kami, apalagi dengan kabinet," ujarnya. HUSSEIN ABRI DONGORAN |
Kembali ke sebelumnya |