Judul | Pakar: Novanto Punya Hak Jabat Kembali Sebagai Ketua DPR |
Tanggal | 25 Nopember 2016 |
Surat Kabar | Suara Pembaruan |
Halaman | - |
Kata Kunci | |
AKD |
- Pimpinan - Mahkamah Kehormatan Dewan |
Isi Artikel | [JAKARTA] Pakar Hukum Tata Negara, Margarito Kamis menegaskan, Ketua Umum Partai Golkar, Setya Novanto memiliki hak untuk menduduki kembali jabatan ketua DPR RI. Keinginan Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar untuk mengembalikan Setya Novanto ke posisi yang ditinggalkannya itu sama sekali tidak bertentang dengan hukum yang berlaku. “Tidak ada halangan dari sisi hukum. Setya Novanto anggota DPR RI. Dia sangat mungkin mendatapkan kembali jabatannya sebagai ketua DPR RI. Itu hak dari Partai Golkar,” kata Margarito di Jakarta, Kamis, (24/11). Apalagi, lanjut Margarito, posisi yang diterima Ade Komarudin saat ini hanya untuk mengisi kekosongan jabatan setelah ditinggalkan Setya Novanto karena diduga tersangkut tudingan pencatutan nama Presiden “Tuduhan itu tidak berdasarkan hukum sama sekali, apalagi setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatannya, sehingga Novanto benar-benar berhak mendapatkan kembali apa yang pernah lepas darinya ,” kata dia. Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) berberapa waktu lalu, kata Margarito, menunjukkan bahwa alat yang digunakan untuk memperkarakan Novanto di MKD DPR RI tidak memiliki dasar hukum. “Secara materiil dan substansi tuduhan kepada Novanto itu tidak sah,” jelas Margarito. Pengamat politik dari Formappi, Lucius Karus mengatakan, Partai Golkar harus segera mengeliminasi kasus ini supaya tidak memicu perdebatan panjang. Caranya, meminta semua pihak yang terkait harus duduk bersama dan membicarakan langkah apa yang terbaik untuk partai. “Untuk hindari konflik, DPP Partai Golkar segera memanggil Ade Komarudin, membicarakan bersama soal rencana menggantikan Akom. Jika Akom bersedia mundur, maka langkah untuk Setya Novanto menjadi ketua DPR akan berjalan mulus,” katanya. Lucius mengatakan, reposisi atau pergantian personel yang menempati posisi Ketua DPR RI itu hal biasa dan hak partai pengusung, dalam hal ini hak Partai Golkar. Tetapi, harus ada alasan yang kuat. Karena UU mengatur soal pergantian pimpinan DPR RI bisa dilakukan kalau yang bersangkutan meninggal dunia, diberhentikan atau mengundurkan diri. Terkait itu, Sekjen Partai Golkar, Idrus Marham mengatakan, DPP Partai Golkar sudah menjadwalkan pertemuan dengan Ketua Dewan Pembina Partai Golkar, Aburizal Bakrie (ARB) terkait pergantian Ketua DPR RI. Pendapat Dewan Pembina Partai Golkar diperlukan untuk memberikan saran dan pertimbangan. "Kita akan minta waktu untuk bertemu dengan beliau (Aburizal) untuk minta saran dan pertimbangan," ujar Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (23/11). Idrus menegaskan, pergantian Ketua DPR dari Ade Komarudin kepada Setya Novanto merupakan keputusan hasil rapat pleno DPP Golkar dilakukan secara aklamasi. "Semua sepakat aklamasi setelah sebelumnya melakukan komunikasi-komunikasi terkait argumen dasar terkait keputusan ini," ungkap dia. Secara hukum, kata Idrus, Novanto tidak memiliki masalah terkait kasus papa minta saham. Apalagi kasus tersebut tidak diputuskan MKD dan Mahkamah Konstitusi (MK) juga mengabulkan gugatan Setya Novanto. "Pertimbangan politik juga sudah semuanya kita harmonisasi. Pak Setya Novanto juga dapat kemudian jadi pertimbangan pembangunan demokrasi," terang Idrus. [PR/L-9] |
Kembali ke sebelumnya |