Judul | Jabatan Hakim Seumur Hidup Rawan Penyimpangan |
Tanggal | 28 Nopember 2016 |
Surat Kabar | Koran Tempo |
Halaman | - |
Kata Kunci | |
AKD |
- Komisi III - Badan Legislasi |
Isi Artikel | JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai permohonan untuk memperpanjang masa jabatan seorang hakim Mahkamah Konstitusi seumur hidup berpotensi koruptif. Peneliti hukum ICW, Ardila Caesar, mengatakan masa jabatan yang panjang akan memiliki risiko penyalahgunaan wewenang. "Ini bentuk absolutisme, dan tidak ada kontrol," kata dia, kemarin. Ardila mengatakan ide untuk memperpanjang masa jabatan hakim konstitusi boleh-boleh saja, tapi sebaiknya ada waktu tertentu, bukan hingga akhir hayat. "Masa seumur hidup itu tidak masuk akal," katanya. Sebelumnya, batas masa jabatan hakim MK digugat oleh Center for Strategic Studies University of Indonesia (CSSUI) atau Pusat Kajian Masalah Strategis Universitas Indonesia dengan Nomor 73/PUU-XIV/2016 pada 15 September lalu. Mereka meminta Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Mahkamah Konstitusi diuji secara materiil. Dalam pokok permohonannya, mereka menilai hak konstitusionalnya dilanggar dalam Pasal 22 UU MK, yang menyatakan masa jabatan hakim konstitusi adalah lima tahun dan boleh diperpanjang satu periode. CSSUI, yang diwakili Dian Puji N. Simatupang, menilai ketentuan yang mengatur masa jabatan hakim konstitusi tersebut bersifat diskriminatif. Sebab, kedudukan hakim dalam peradilan mana pun tidak pernah mengenal masa jabatan dan periodisasi jabatan. "Pembatasan akan menghalangi terciptanya hakim MK yang memiliki integritas dan kepribadian tidak tercela," ujar Dian, seperti dikutip di laman resmi MK. Sejak permohonan itu diajukan pada pertengahan September lalu, kata Ardila, sudah ada beberapa kali sidang untuk membahas perkara ini. Dari informasi yang didapatnya, persidangan perkara itu selesai pada pertengahan November lalu dan saat ini dalam tahap rapat musyawarah hakim. Ardila menyarankan agar sebaiknya MK menunggu pembahasan Revisi UU MK di DPR sebelum menangani perkara masa jabatan hakim MK ini. "Akan ada konflik kepentingan bila isu ini dibahas di MK karena aturan itu menyangkut MK sendiri," katanya. Anggota Komisi Hukum DPR, Arsul Sani, juga tidak sependapat dengan masa jabatan seumur hidup untuk hakim MK. Menurut dia, sebaiknya ada jangka waktu tertentu seseorang menjabat hakim. Kata dia, ada waktu seseorang perlu pensiun bila sudah tidak produktif. "Di Amerika saja, walaupun boleh menjadi hakim seumur hidup, mereka mau mengundurkan diri dari jabatannya bila sudah merasa tidak produktif atau memasuki usia 70 tahun," katanya. Politikus dari Partai Persatuan Pembangunan itu mengatakan masa jabatan hakim akan dibahas pada revisi UU MK yang rencananya masuk Prolegnas 2017 atas usul pemerintah. "Saat ini DPR masih menunggu draf usul perubahan itu." Menurut juru bicara MK, Fajar Laksono, berdasarkan informasi dari tim kepaniteraan pada Jumat lalu, perkara yang diajukan CSSUI ini masih dalam tahap keterangan ahli. Ia membantah jika dikatakan sudah ada keputusan untuk menyetujui gugatan itu. "Masih belum ada informasi kapan persidangan masuk tahap akhir," katanya. MITRA TARIGAN |
Kembali ke sebelumnya |