Judul | KETUA DPR Tekanan Ganda pada Ade Komarudin |
Tanggal | 30 Nopember 2016 |
Surat Kabar | Kompas |
Halaman | 2 |
Kata Kunci | |
AKD |
- Pimpinan - Mahkamah Kehormatan Dewan |
Isi Artikel | Beberapa hari terakhir begitu melelahkan bagi Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Ade Komarudin. Tekanan terhadap dirinya untuk meninggalkan jabatannya berembus kencang. Dari Partai Golkar, tempatnya mengabdi sejak 1997 sebagai anggota DPR, juga dari internal DPR melalui Mahkamah Kehormatan Dewan. Menjelang malam, Senin (28/11), keinginan Golkar untuk mengganti Ketua DPR Ade Komarudin dengan Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto semakin mendekati kenyataan. Rapat pimpinan DPR guna membahas penggantian sesuai permintaan dari Golkar digelar untuk pertama kalinya. Keesokan harinya, proses penggantian kian cepat bergulir. Pimpinan DPR kembali rapat membahas penggantian Ade. Ketika rapat pimpinan belum dimulai, Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham hadir di Kompleks Parlemen. Selama 30 menit, ia berbicara empat mata dengan Ade. Dua jam setelah Idrus, Bendahara Umum Golkar Robert Joppy Kardinal dan Kahar Muzakir, juga menemui Ade. Sempat terjadi tarik ulur yang panjang siang itu karena Ade meminta proses penggantian tidak buru-buru dilakukan. Ade meminta rapat Badan Musyawarah (Bamus) antara pimpinan DPR dan pimpinan fraksi digelar, Kamis (1/12). Sebab, ia harus berobat. Namun, Golkar melalui para utusannya tidak setuju. "Saya sudah minta, tetapi kehendak partai berbeda. Partai mau hari ini juga rapat Bamus. Saya tidak tahu alasannya apa. Saya tidak mau ikut campur, saya tidak suka intrik," kata Ade. Selasa malam, pimpinan DPR langsung menggelar rapat Bamus DPR, sebagai syarat utama sebelum penggantian Ketua DPR dibawa ke rapat paripurna untuk disetujui. Tekanan MKD Di tempat lain, di Kompleks Parlemen, ketika Ade disibukkan dengan intensnya rapat pimpinan DPR, Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) juga kian intens menggelar rapat untuk mengusut dua dugaan pelanggaran kode etik DPR oleh Ade Komarudin. Senin lalu, MKD mengadakan sidang maraton sampai malam hari dengan memanggil pelapor dan pihak-pihak terkait. Perkara pertama adalah dugaan pelanggaran kode etik yang dilaporkan 36 anggota Komisi VI DPR. Mereka tidak setuju keputusan Ade mengikutsertakan Komisi XI DPR dalam urusan pencairan dana Penyertaan Modal Negara untuk BUMN. Perkara kedua, laporan Badan Legislasi DPR karena Ade dinilai mengulur waktu pengesahan RUU Pertembakauan. Wakil Ketua MKD Sarifuddin Sudding mengisyaratkan, ada pelanggaran yang dilakukan Ade. Pasalnya, dia bertindak di luar prosedur yang seharusnya. Ini karena keputusan rapat paripurna pada 20 Januari 2015 bahwa mitra komisi BUMN adalah Komisi VI. Namun, Sudding membantah motif politis di balik upaya MKD mempercepat proses pelanggaran Ade. "Kami hanya melaksanakan tugas kami. Urusan penggantian Ketua DPR itu hal lain, bukan domain MKD," kata Sudding. Jika MKD memutuskan Ade bersalah di dua kasus itu, besar kemungkinannya dia akan dijatuhi sanksi sedang. Di Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2015 tentang Kode Etik DPR, sanksi sedang berarti Ade diberhentikan jabatannya dari Ketua DPR. Menanggapi tekanan-tekanan yang ia hadapi, Ade pun menengarai ada dua proses yang sedang berlangsung saat ini untuk mencopot dirinya dari jabatan Ketua DPR. Dari jalur politik melalui Golkar dan dari jalur MKD. Menurut dia, proses pengaduan ke MKD terkait dirinya terlalu dibuat-buat. "Ini kelihatan sekali diada-adakan, biar publik saja yang menilai," kata Ade. Koordinator Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia Sebastian Salang melihat dinamika yang terjadi di DPR itu tidak lepas dari kelihaian Novanto melakukan komunikasi politik di internal Golkar dan tokoh-tokoh penting di fraksi lain di DPR dan partai politik lain. Selain itu, karena kelihaian Novanto memanfaatkan momentum yang ada. Kondisi gonjang-ganjing politik akibat kasus dugaan penistaan agama oleh Basuki Tjahaja Purnama dinilainya ikut memengaruhi lancarnya penggantian Novanto. "Oleh karena kelihaian Novanto itu, akhirnya penilaian negatif dari publik akan kembalinya Novanto menjabat Ketua DPR dengan mudahnya diabaikan oleh Novanto dan Golkar," katanya. (AGE/APA) Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 30 November 2016, di halaman 2 dengan judul "Tekanan Ganda pada Ade Komarudin". |
Kembali ke sebelumnya |