Judul | Undang-Undang MD3 Akan Dirombak |
Tanggal | 01 Desember 2016 |
Surat Kabar | Koran Tempo |
Halaman | - |
Kata Kunci | |
AKD |
- Pimpinan - Mahkamah Kehormatan Dewan |
Isi Artikel | JAKARTA - Sejumlah fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat mensyaratkan perombakan Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) sebagai salah satu syarat dukungan terhadap kembalinya Ketua Umum Golkar Setya Novanto menjadi Ketua DPR. Kemarin, rapat paripurna DPR melantik Setya sebagai Ketua DPR menggantikan Ade Komaruddin, rekan satu partai Setya. "Kami ingin dapat kursi pimpinan di DPR," ujar juru bicara Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Aria Bima. PDI Perjuangan, ujar Aria, meminta perubahan UU MD3 dilakukan sebelum Pemilihan Umum 2019. Ia tidak ingin seperti yang terjadi pada 2014, karena ada perubahan aturan menyebabkan PDI Perjuangan, selaku partai yang memperoleh suara terbanyak, justru tidak memperoleh kursi pimpinan DPR. "Itu jangan terulang kembali," ujarnya. Seorang politikus Golkar menuturkan revisi UU MD3 adalah syarat yang diajukan PDI Perjuangan untuk mendukung Setya menggantikan Ade. "Golkar menjanjikan tambahan kursi Wakil Pimpinan DPR. PDI Perjuangan, yang awalnya kurang setuju, akhirnya mendukung Setya," ujarnya. Sejumlah politikus Golkar lainnya juga membenarkan informasi tersebut. Saat dimintai konfirmasi, Ketua DPP PDI Perjuangan Trimedya Panjaitan belum mau berkomentar tentang hal itu. Wakil Ketua DPR dari Fraksi PAN, Taufik Kurniawan, setuju perombakan UU MD3. "Harus ditindaklanjuti dalam daftar inventaris masalah," ujarnya. Begitu pula dengan Ketua Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Reni Marlinawati. "Agar penempatan pimpinan sesuai proporsionalitas," ujarnya. Kemarin, rapat paripurna dan pelantikan Setya berjalan mulus. Setya mengatakan akan mengumpulkan pimpinan DPR dan fraksi untuk membahas usul perombakan UU MD3 itu. "Kami akan pelajari dan pertimbangkan sebaik-baiknya," ujarnya. Namun, Ade Komaruddin tidak tampak hadir. Dalam suratnya ke Mahkamah Kehormatan DPR, Ade mengatakan bahwa dia mesti menjalani pemeriksaan kesehatan di Singapura. Kemarin Mahkamah Kehormatan DPR juga menjatuhkan sanksi berupa pemecatan Ade sebagai Ketua DPR. Alasannya, Ade melanggar etik karena memindahkan sejumlah badan usaha milik negara menjadi mitra kerja Komisi Keuangan. Ade juga dianggap memperlambat proses pembahasan Rancangan Undang-Undang Pertembakauan. "Diberhentikan dari posisinya sebagai Ketua DPR," ujar Ketua Mahkamah Kehormatan DPR, Sufmi Dasco Ahmad. AHMAD FAIZ |
Kembali ke sebelumnya |