Isi Artikel |
Pariwisata, Lokomotif Ekonomi Baru
Pariwisata kini sudah menjadi gaya hidup sebagian besar penduduk dunia. Bahkan, di sebagian kalangan berpenghasilan menengah ke atas, berwisata sudah menjadi kebutuhan pokok. Tidak salah jika sejumlah negara mengembangkan industri pariwisata sebagai salah satu industri unggulan.
TOK
Kementerian Pariwisata (2016) merinci, pada 2015, sektor pariwisata menyumbang sekitar 4,23 persen terhadap produk domestik bruto dan menghasilkan devisa hingga 11,9 miliar dollar AS. Sebanyak 12,16 juta orang bekerja pada sektor pariwisata. Peringkat daya saing pariwisata Indonesia, menurut Forum Ekonomi Dunia (WEF), juga membaik, dari peringkat ke-70 menjadi peringkat ke-20 dari 141 negara.
Indonesia harus bersyukur karena dikaruniai keindahan alam dan budaya yang begitu beragam. Tidak ada alasan bagi Indonesia untuk melepaskan peluang dari sektor pariwisata. Setiap daerah memiliki potensi unggulan berbeda-beda, mulai dari wisata berbasis budaya, alam, bahari, agro, religi, sejarah, pendidikan, belanja, sampai kuliner. Para pencinta selam dapat datang ke Raja Ampat, Labuan Bajo, atau lokasi di sejumlah provinsi. Keajaiban alam Gunung Bromo- Tengger-Semeru menawarkan obyek wisata aktivitas vulkanik gunung berapi dan lautan pasir yang menawan. Para wisatawan religi dapat menikmati Candi Borobudur dan Sendratari Ramayana di Candi Prambanan. Pendek kata, apa pun jenis tujuan wisata yang dicari wisatawan tersedia di Indonesia.
Sektor pariwisata memiliki dampak berganda yang luas, mampu menjamah semua sendi perekonomian. Tak hanya menggerakkan sirkulasi ekonomi usaha bermodal besar, pariwisata juga dapat mengalir pada sektor ekonomi rakyat paling mikro. Usaha mikro pun dapat menyerap peluang usaha industri pariwisata. Dalam skala lebih luas, industri pariwisata akan mendorong industri perhotelan, transportasi, perdagangan, dan biro perjalanan yang cukup padat modal. Berbagai aktivitas tersebut semakin menegaskan peranan industri pariwisata bagi perekonomian nasional yang cukup penting, terutama di regional.
Oleh karena itu, sudah sangat tepat menjadikan sektor pariwisata sebagai leading sector atau lokomotif perekonomian. Dalam definisi tersebut, sektor pariwisata memiliki daya dorong yang menggerakkan berbagai potensi daerah. Sektor wisata dapat mengembangkan potensi unggulan dan memajukan berbagai sektor jasa lain.
Kota Batu di Jawa Timur adalah salah satu daerah yang berhasil mengemas potensi wisatanya menjadi beragam seperti Bali. Wisatawan yang datang disuguhi banyak alternatif destinasi wisata. Keberhasilan Kota Batu mengembangkan wisata tak lepas dari pencitraan yang disematkan pada Kota Batu sebagai kota wisata dengan slogan "Shining Batu".
Faktor yang tidak kalah penting, tentu membangun budaya atau kesadaran masyarakat di sekitar kawasan pariwisata untuk terlibat dalam pengembangan pariwisata. Budaya disiplin serta menjaga kebersihan dan ketertiban obyek wisata merupakan dukungan masyarakat terhadap keberhasilan promosi wisata.
Pariwisata berkelanjutan
Inisiatif pemerintah daerah menggelar berbagai acara dan festival budaya merupakan bentuk promosi wisata yang efektif. Festival Crossborder di Atambua, yang wilayahnya berbatasan langsung dengan Timor-Leste, mampu menjadi daya tarik wisatawan dari Timor-Leste. Festival Pesona Bahari Tanjung Lesung di Banten dengan peluncuran "7 Wonderful Banten" mampu menarik banyak wisatawan. Bahkan, ada juga Sumatera Barat Expo 2016 bertema "West Sumatera" yang diadakan di Bandung pada 24-27 November 2016. Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas juga menginiasi Banyuwangi Night Carnaval Festival Kuwung yang berhasil menyedot wisatawan.
Namun, upaya yang lebih utama dan penting adalah program promosi wisata di beberapa daerah itu dapat berkelanjutan. Artinya, dapat menjadi program yang terstruktur dalam perencanaan pembangunan di setiap daerah, tidak sekadar bergantung pada inisiatif kepala daerah yang sedang memimpin.
Hal utama lainnya, tentu mengembangkan infrastruktur pendukung kepariwisataan. Pelabuhan dan bandara internasional dikembangkan agar ada kemudahan akses menuju obyek wisata. Pelabuhan yang berstandar internasional juga berpotensi disandari kapal-kapal pesiar dari luar negeri yang memiliki anggaran wisata sangat besar. Dukungan sektor telekomunikasi, terutama fasilitas Wi-Fi, diperlukan untuk memenuhi kebutuhan wisatawan.
Pendek kata, untuk menarik wisatawan datang ke Indonesia tak mungkin hanya berbekal kebijakan bebas visa. Perbaikan tujuan wisata, infrastruktur yang memadai, dan kreativitas mengemas berbagai potensi pariwisata merupakan cara yang paling ampuh. Tak lupa, menggarap wisatawan nusantara juga penting, tidak sekadar terfokus pada wisatawan asing.
Secara perlahan kita harus memperbaiki daya saing pariwisata nasional. Beberapa hal yang dicatat WEF adalah masalah kesehatan dan higienitas (peringkat ke-109), keberlanjutan lingkungan (peringkat ke-134), dan infrastruktur jasa bagi wisatawan (peringkat ke-101).
ENNY SRI HARTATIDirektur Institute for Development of Economics and Finance
|