Judul | KINERJA DPR Aturan Pembatasan ke Luar Negeri Dicabut |
Tanggal | 02 Desember 2016 |
Surat Kabar | Kompas |
Halaman | 2 |
Kata Kunci | |
AKD |
- Pimpinan - Mahkamah Kehormatan Dewan |
Isi Artikel | JAKARTA, KOMPAS — Ketua Dewan Perwakilan Rakyat yang baru dilantik, Setya Novanto, akan mencabut kebijakan pembatasan ke luar negeri bagi anggota DPR. Tidak hanya itu, pemotongan masa reses anggota DPR, dari semula satu bulan menjadi paling lama dua minggu, juga akan dievaluasi. Dua kebijakan itu lahir saat jabatan Ketua DPR diampu Ade Komarudin dari Januari sampai Desember 2016. Kebijakan itu untuk mendorong kinerja legislasi DPR karena banyaknya rancangan undang-undang yang harus diselesaikan. Dengan pembatasan itu, anggota DPR yang masih bisa ke luar negeri hanya alat kelengkapan DPR yang tugas pokok dan fungsinya mengharuskan ke luar negeri. Ini seperti Badan Kerja Sama Antar-Parlemen DPR, Komisi I DPR, dan Tim Pengawasan Pelaksanaan Haji DPR. Selain itu, pembatasan kunjungan ke luar negeri juga mendorong penghematan anggaran. Saat menjabat, Ade menyebutkan, penghematan anggaran akibat kebijakan tersebut pada tahun ini mencapai Rp 139 miliar. (Kompas, 9/11) Novanto, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (1/12), mengatakan, kunjungan ke luar negeri merupakan hak anggota DPR seperti diatur di Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2015 tentang Tata Tertib. Oleh karena itu, tidak perlu ada pembatasan. Hanya, dia mengingatkan agar kunjungan dilaksanakan sebaik-baiknya. Selain itu, kunjungan ke luar negeri dinilai penting karena anggota DPR bisa mempelajari kerja parlemen di luar negeri dan produk undang-undang yang mereka hasilkan. Sementara untuk pemotongan masa reses, Novanto akan mengevaluasinya. "Kami akan mengevaluasi kebijakan itu dengan pimpinan DPR lainnya dan fraksi-fraksi di DPR secepatnya. Nanti kami akan lihat mana yang terbaik untuk rakyat, itu yang kami ikuti," ujarnya. Terkait kebijakan pencabutan pembatasan kunjungan, anggota DPR dari Fraksi Partai Hanura, Sarifuddin Sudding, menilai kunjungan ke luar negeri dibutuhkan dalam proses membahas rancangan undang-undang (RUU). Meski demikian, pemberlakuannya perlu diterapkan secara selektif. "Jangan serta-merta dilarang, tetapi dipilah berdasarkan tingkat urgensinya," kata Wakil Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan ini. Sebaliknya, peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Ronald Rofiandri menilai, kebijakan pembatasan ke luar negeri sebetulnya sudah tepat. Pasalnya, kunjungan ke luar negeri DPR sering kali tak efisien, tak efektif, dan tak akuntabel. (AGE/APA) Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 2 Desember 2016, di halaman 2 dengan judul "Aturan Pembatasan ke Luar Negeri Dicabut". |
Kembali ke sebelumnya |