Isi Artikel |
JAKARTA - Komisi Pendidikan Dewan Perwakilan Rakyat menilai rencana Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy menghentikan ujian nasional (UN) mulai 2017 belum matang. Para anggota Dewan mempertanyakan tingkat keberhasilan program itu dalam memperbaiki sistem pendidikan di Indonesia.
Menurut anggota dari Fraksi Hanura, Dadang Rusdiana, alasan moratorium UN sebagai salah satu sarana memangkas kecurangan kurang tepat. Ia tidak yakin, jika ujian nanti diserahkan ke daerah, kecurangan akan berkurang. "Sekarang saja banyak kecurangan dan pungutan liar, apalagi nanti," ujarnya. Selain itu, Dadang heran lantaran dalam pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2017 tidak dibahas tentang moratorium UN.
Anggota komisi dari Fraksi Partai Amanat Nasional, Laila Istiana, ikut mempersoalkan rencana penghapusan UN itu. Menurut dia, tes untuk kelulusan itu tidak hilang, melainkan hanya berganti nama menjadi ujian sekolah berstandar nasional (USBN). Ia lantas meminta Menteri Muhadjir menunda kebijakan moratorium hingga 2018.
Politikus Partai Persatuan Pembangunan, Reni Marlinawati, juga mempertanyakan dasar Menteri Muhadjir akan mengeluarkan kebijakan moratorium UN. "Saya lihat ini hanya wacana," katanya. Menurut dia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional tidak mengenal sistem USBN dan menyerahkannya ke daerah. "Ganti menteri ganti kebijakan," ujarnya.
Muhadjir menjelaskan, moratorium UN itu didasari kajian yang dilakukan oleh Kementerian Pendidikan. Kajian itu sesuai dengan amanat dari Nawacita Presiden Joko Widodo bahwa ujian nasional harus dievaluasi. Dari hasil kajian tersebut, Kementerian merasa perlu menghentikan UN.
Tingkat kesiapan USBN, ucap Muhadjir, kini telah mencapai 70 persen. Nantinya, ujian akan dilakukan dalam dua cara, yakni pilihan ganda dan esai. Menurut dia, tes esai akan mendorong munculnya daya kritis murid. "Esai akan diperiksa guru," ujarnya. Saat ini, ujian nasional hanya dilakukan dengan cara pilihan ganda, sehingga dianggap membatasi kreasi murid.
Masalah anggaran, Muhadjir menuturkan, tim sudah memiliki dokumennya. Anggaran akan naik dari Rp 500 miliar menjadi Rp 1 triliun. Saat ini Kementerian Pendidikan sedang menunggu Instruksi Presiden untuk menjalankan moratorium. "Moratorium hanya untuk 2017. Kami akan tinjau jika memang harus dihapuskan," ujarnya.
Menanggapi paparan tersebut, Ketua Komisi Pendidikan DPR, Teuku Riefky Harsya, meminta Muhadjir mengirimkan dokumen kajian moratorium UN untuk selanjutnya dibahas pada rapat 8 Desember nanti. Muhadjir pun menyetujuinya. HUSSEIN ABRI DONGORAN
Dianggap Punya Banyak Cela
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan berencana memoratorium ujian nasional mulai 2017. Kementerian menyatakan ada sejumlah alasan mengapa ujian nasional dianggap tidak perlu dilakukan, di antaranya:
Kurang mendorong berkembangnya kemampuan siswa secara utuh.
Sulit memperoleh ujian nasional yang kredibel dan bebas kecurangan karena cakupan ujian yang terlalu luas.
Cenderung boros. Untuk menggelarnya dibutuhkan pengerahan sumber daya yang sangat besar.
Tidak memiliki implikasi secara langsung terhadap peserta ujian (tidak dikaitkan dengan kelulusan). Hasil ujian hanya mempunyai implikasi ketika dimanfaatkan untuk kepentingan lain, misalnya seleksi.
Orientasi berlebihan pada ujian nasional membuat sekolah cenderung terfokus pada pelajaran ujian nasional saja. Akibatnya, pelajaran lain terabaikan.
Bentuk instrumen ujian yang berupa pilihan ganda menyebabkan siswa terjauh dari budaya berpikir kritis, analitis, dan praktek-praktek penulisan esai sebagai latihan mengekspresikan pikiran dan gagasan anak didik. Sumber: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
|