Isi Artikel |
Memperkuat Fondasi
Di tengah ketidakpastian pasar keuangan global, Indonesia perlu terus memperkuat fondasi ekonominya. Ketidakpastian adalah ciri khas kondisi new normal atau normal baru. Dalam kondisi yang serba tidak pasti, badai krisis bisa datang kapan pun.
didie sw
Hanya dengan memperkuat fondasi ekonomi, Indonesia akan tahan terhadap gejolak di pasar keuangan dunia. Gejolak paling baru terjadi beberapa pekan lalu setelah Donald Trump terpilih menjadi Presiden Amerika Serikat.
Saat kampanye, Trump menyatakan akan menganut kebijakan fiskal yang ekspansif dan menurunkan tarif pajak untuk mendorong perekonomian. Kebijakan fiskal yang ekspansif dan penurunan tarif pajak itu akan berdampak pada defisit fiskal. Jika kebijakan itu jadi diterapkan, defisit fiskal AS akan membesar. Salah satu jalan untuk menutup defisit fiskal adalah dengan mengeluarkan surat utang negara (US Treasury).
Mata uang dan instrumen portofolio berdenominasi dollar AS masih dianggap yang sangat aman sehingga pernyataan Trump itu langsung menarik pulang modal asing kembali ke AS. Apalagi, pernyataan Trump itu tak berselang lama dari proyeksi para ekonom bahwa Bank Sentral AS akan menaikkan suku bunga acuan pada Desember. Akibatnya, para pemilik modal ramai-ramai mengonversi instrumennya ke instrumen berdenominasi dollar AS.
Indonesia adalah salah satu negara yang merasakan gejolak itu. Nilai tukar rupiah sempat melemah, demikian juga dengan indeks harga saham gabungan yang terkoreksi cukup besar. Walaupun menghadapi kondisi seperti itu, Indonesia masih dianggap aman oleh Dana Moneter Internasional (IMF). Tim IMF yang dipimpin oleh Luis E Breuer berkunjung ke Indonesia pada 7-18 November 2016 untuk bertemu sejumlah pihak, seperti pemerintah, Bank Indonesia, sejumlah lembaga, sektor swasta, dan akademisi. Kunjungan dilakukan dalam rangka melihat kondisi ekonomi terkini serta perkembangan kondisi sektor keuangan dalam jangka pendek, menengah, dan panjang.
Setelah kunjungan itu, Breuer membuat sejumlah kesimpulan. Kesimpulan itu, antara lain, adalah bahwa kinerja perekonomian Indonesia terus membaik, didukung oleh kebijakan ekonomi makro yang hati-hati dan reformasi struktur ekonomi. IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia 5 persen tahun ini, terutama ditopang oleh konsumsi rumah tangga yang kuat. Tahun depan, IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi 5,1 persen, tetap ditopang oleh konsumsi rumah tangga dan investasi swasta yang mulai tumbuh.
Inflasi juga diproyeksikan rendah, tahun ini 3,3 persen atau menuju batas bawah target inflasi 3-5 persen. Defisit transaksi berjalan hanya sekitar 2 persen dari produk domestik bruto (PDB). Tahun depan, defisit transaksi berjalan diperkirakan naik ke 2,3 persen karena kenaikan investasi dan impor. Defisit fiskal juga masih terjaga karena jauh di bawah 3 persen dari PDB.
Sektor perbankan masih aman walaupun kredit bermasalah cenderung naik, sejalan dengan belum pulihnya harga komoditas. IMF juga melihat perubahan instrumen kebijakan moneter yang baru sejak Agustus lalu berlangsung mulus. Penyesuaian tingkat suku bunga acuan sejalan pula dengan arah inflasi yang rendah.
Fundamen ekonomi Indonesia yang baik akan menjadi modal penting untuk bertahan dari badai dan gejolak di sektor keuangan. Sebagai konsekuensi kondisi normal baru, badai dan gejolak itu bisa datang bertubi-tubi. Selama fundamen masih kuat, perekonomian akan tetap aman. (A HANDOKO)
|